Better Person 21
Sebab, dengan tidur, gue semakin bisa melupakannya lagi.
🎀Better Person 21🎀
.
.
.
.
.
.
"Chik, lo tadi mimpi apa, sih, sampai keringetan begitu?" tanya Keyla yang tengah menggeret kopernya bersamaan dengan murid lainnya. Chika yang tengah mengumpulkan segenap nyawa setelah bangun tidur lagi kemudian membuka mata selebar mungkin.
"Gak penting. Waktunya kita tidur. Udah malam, lihat!" bisik Chika sembari mengangkat tangan kanannya dan menunjukkan pukul berapa sekarang. Mereka masih saja menyusuri lobi hotel yang sangat luas itu. Sesekali, mereka dimanjakan dengan lukisan dan tumbuhan hias.
Riku sekarang justru memimpin dengan hati yang gembira. Ia pasti terbebas dari sosok di sampingnya, makanya ia sesenang ini. Bahkan, ia yang membawa kartu kamar bernomor seratusan itu. Seharusnya, kartu atau kunci pintu itu dibawa Chika karena ia lebih bisa diandalkan.
"Buset, ini lagi, semangatnya udah kayak dikejar serigala," ucap Keyla sembari melihat gerak-gerik Riku. Ia tampak melompat-lompat dengan tangan yang terangkat bergantian. "Lo seneng, ya, bebas dari jejer lo sebelumnya itu? Bukannya nyaman?"
"Gak gitu. Gue itu nunggu wifi masuk ke HP gue, secara gue pengen wifi gratis di sini. Ya, sekalian jadiin bonus. Gue bisa internetan sampai gak bosen. Kalo di rumah, orang tua ngebatesin gitu, jadi gak leluasa. Apa lagi, kadang lemot juga. YEY! YEY! WIFIIII," ucap Riku dengan membayangkan sesuatu. Bahkan, koper sebegitu besar tak membuatnya merasa keberatan.
"Tahu gitu, ke sekolahan aja sampai pagi! Di sana 'kan ada wifi?" tanya Keyla sembari memutar bola matanya. Ia berjalan dengan santai, seperti Chika sendiri. Riku masih tak menoleh dan bersenang hati saat itu. Menyusuri lorong-lorong yang asing sekalipun.
"Tuh, kamar kita, nomer 208. Ini pasti bakalan jadi malam terindah buat gue. Senengnyaaaa!" teriak Riku sembari memasukkan kartu yang berwarna kuning persegi panjang ke dalam sebuah lubang, hingga suara pintu terbuka membuat Riku semakin menjerit ria. Bahkan, murid lain yang kebetulan bertetangga dengan kamar mereka pun ikut menutup telinga atau segera masuk. Ah, dasar Riku.
"Lantas, malam terburuk buat kita," ucap Chika sembari menguap lagi. Rasanya, tidur di bus tidak membuatnya nyaman sekali. Punggungnya terasa pegal dan posisinya sangat melelahkan. Apa lagi, ia pasti tak akan tenang karena Riku akan lebih menjerit bahagia di kamar hingga ia tak bisa tidur dengan tenang.
"Andai aja Riku gak sekamar sama kita kalo gini ceritanya, Chik," ucap Keyla dengan wajah sedihnya. Diusapnya pelipis sembari memasuki ruangan yang sangat memanjakan mata. Chika sekadar mengikuti dengan perasaan yang biasa saja. Sungguh, ia ingin tertidur dengan pulas.
"Iya," ucap Chika yang tersenyum tipis karena menahan tawa akan sahabatnya itu. Ia kemudian menutup pintu sembari meletakkan koper dan sepatu di sekitar pintu atau pinggir kamar.
Riku segera menuju nakas dan meletakkan kertas HVS yang berisi kata sandi dan membuka ponselnya. Wajahnya terlihat sangat semringah. Tangannya bergerak cepat seperti ahli teknologi, hingga jeritan berikutnya membuat Keyla muak dan ingin menghantamkan kopernya ke kepala Riku.
"MASUK! BERHASIL! WAKTUNYA NONTON YOUTUBE!" teriak Riku sembari duduk dan bersandar di kasur. Otot trisepnya mulai bekerja dilanjutkan dengan tangan mengepal. Sungguh, kuping Keyla serasa pecah.
"Lo beneran multi talenta, Rik. Pinter taekwondo sampai ngehancurin telinganya orang," ucap Keyla sembari melakukan pemasan karena badannya juga pegal. "Chik, mau mandi duluan? Wajahnya lo semakin mengerikan kayak si Riku, Chik."
"Iya." Chika yang masih menatap Riku di depan kopernya kemduian menghela napas dan menarik ritsleting hitam itu. Mengambil beberapa pakaian yang dibutuhkan, beserta handuk. "Biar gue bisa ngerasain rapinya kamar mandi sebelum si Riku menghancurkan akan semangatnya itu pula," bisik Chika sangat pelan agar Riku tak mendengarkannya. Sebab, dengan tidur, gue semakin bisa melupakannya lagi. Gue bener-bener butuh ketenangan.
***
Kamar 208 itu belatar belakang dengan gambar bunga sepatu yang pemandangannya berwarna kuning. Dengan lemari di pojok ruangan televisi, dan juga kamar pintas. Chika mengamatinya dari kasur yang ditempatinya. Keyla yang menemukannya sebelumnya karena Riku sudah sibuk dengan ponsel.
"EH MANTEMAN, ADA PINTU RAHASIA KAYAK DI MIMPI GUE, KIRA-KIRA ISINYA APA, YA?" tanya Keyla yang dibatin Chika tak beda banyak dengan sikap Riku sebelumnya. Riku memalingkan pandangan dari ponsel dan melihat Keyla dengan antusias.
Keyla tanpa aba-aba mulai memutar kunci yang menggantung dan membukanya. Tampak segerombolan orang yang juga baru mandi dan rambut berantakan membuat Keyla berteriak. "PEMANDANGAN MACAM APA INI?"
Pintu tersebut mulai Keyla tutup setelah membuka mulut dan matanya lebar. Begitu pula pemilik kamar yang menyuruh Keyla menjaga privasi. Bukan hanya Keyla yang kaget. Riku yang melihat bahkan, hampir menjatuhkan ponselnya. Mereka anak populer dan anak seperti Riku mampu mengamati sikap anunya.
"WAH-WAH, BESOK PAGI GUE PENGEN NGINTIP KALO GITU CARANYA."
"Bahasan lo udah kayak laki-laki aja, Rik. Udah, sana! Lanjutin fokus ke jaringan lo," ucap Keyla sembari mengibaskan rambut basahnya ke belakang. Ia segera beranjak menuju kopernya sendiri, mengambil mi instan dan membuatnya untuk para sahabat tercinta. Secara, di sana ada air panas yang tinggal seduh hingga semerbak menguasai kamar tersebut.
Ah, itu sudah beberapa jam yang lalu.
Mi instan mereka sudah habis kecuali Chika sekarang. Chika hanya mampu melihat mereka berdua yang sudah terlelap dengan amat tenang. Chika kira, ialah yang akan tertidur terlebih dahulu. Namun, saat berbaring, ada rasa yang membuatnya untuk terus membuka mata.
"Chik, jangan lupa matiin televisinya, ya. Kayaknya efek kebelet tidur lo udah nular ke gue," ucap Keyla yang melihat Chika masih terbangun sembari melihat televisi. Televisi tersebut sekadar menampilkan berita terkini. Ya, Chika mengharapkan ada kartun atau animasi untuk menghibur.
"Sekarang, gue udah kebanyakan tidur. Kayaknya, gue gak nyadar, kalo di bus, gue udah tidur sesuai jam normal manusia atau bahkan melebihinya. Namun, gue juga berharap, sih supaya sempet tidur biar lebih seger untuk acara besok."
Chika masih menggenggam remot televisi dengan perasaan yang datar-datar saja. Lampu utama yang menerangi seluruh ruangan tersebut sudah mati kecuali dua lampu kecil di atas tempat tidur. Berbentuk lingkaran dan ya, jika dilihat tetap saja menyilaukan.
Keyla sudah terlelap. Riku bahkan terlihat menarik-narik selimutnya agar nyaman. Misinya untuk internetan secara gratis hingga tertidur itu memang berhasil. Chika sendiri yang sekarang dilandai insomnia. "Kayak ngelembur aja gue."
Tiba-tiba, ponselnya berdering, tepat video call dari seorang lelaki yang berasal dari kelasnya. Bukan lagi Rifki atau Bagas. Ini dari Rehan. Teman yang peringkatnya cukup pas-pasan dan biasanya dikatai si kepala besar. Padahal, Chika tak beranggapan seperti itu sedikitpun.
Untuk apa laki-laki itu mengajaknya bervideo malam-malam begini secara mereka sudah bertatap di bus yang sama? Lagi, Chika tak pernah menjawab ajakan seperti itu pada cowok di kelasnya. "Angkat atau gak, ya?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com