18 | Riko PMS
⚠️ WARNING ⚠️
Cerita ini mengandung unsur adegan kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar, kenakalan remaja yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.
[pythagoras]
.
.
.
.
Pagi itu di jalanan raya menuju SMA San Juan. Seorang Jericho Jehan Ghifari, alias Riko sedang mengumpat di pinggir jalan akan nasib sialnya hari ini. Diawali jatuh dari kasur di pagi hari, berlanjut tak ada jatah sarapan karena telat bangun, dan sekarang motornya mogok dengan tak ada akhlak.
"Anjing, babi, monyet, naga, singa, bangsat!" Semua satwa Riko absen satu per satu sambil menendangi ban motornya. Terlampau kesal untuk sekadar mencoba memperbaiki.
"Ini gue gimana anjir! Mana yang lain kompak banget ngga ada yang jawab telepon gue. Dasar temen laknat semua giliran gue susah."
Riko melirik kanan kiri, berharap ada siswa San Juan baik hati yang mau memberinya tumpangan. Tapi harapannya hanya sebatas harapan. Baru ingin mengumpat lagi, saat tiba-tiba sebuah mobil jenis Ferrari berhenti tepat di depan motornya.
"Dih, orang kaya mana nih. Mau pamer gitu ceritanya? Sialan, bikin mood gue makin buruk saja," julid Riko.
Tapi saat seseorang turun dan berjalan kearahnya, rahangnya seketika anjlok. Tubuh tinggi, kulit putih, wajah datar dengan langkah bak seorang pangeran dari negeri khayalan. Julian si Ketua Alizion yang tak disangka kehadirannya.
"Kenapa?" tanya Julian.
Singkat, padat dan tidak jelas.
Riko menatap samping kanan kirinya tak ada orang. "Lo ngomong sama gue?" tunjuknya pada diri sendiri.
Tak ada jawaban. Julian menuju motor trail hitam milik Riko. Berjongkok sejenak untuk melihat dan memeriksa tanpa menyentuh. Ia lantas kembali ke samping Riko yang menatap mobilnya tanpa kedip.
"Masuk ke mobil!"
"Hah?" kepala Riko dipaksa memutar cepat menatap Julian. Telinganya rajin ia koreki setiap hari jadi tak mungkin salah dengar. "Lo waras? Mau ngapain?"
Tak mengindahkan wajah bodoh Riko, Julian menarik anak itu menuju mobilnya. Mendorongnya masuk ke samping kemudi tak peduli protesan yang keluar. Entah Riko yang lemah atau Julian yang memakai tenaga dalam saat menariknya sampai tak bisa lepas berontak.
"BANGSAT LO MAU BAWA GUE KEMANA?! MAU CULIK GUE HAH!" teriak Riko. Ia mencoba keluar dari mobil tapi sayangnya pintu dikunci oleh Julian yang sudah di kemudi.
"GUE INI ANGOTA SCORPION! MEREKA NGGA AKAN DIAM AJA KALO LO BENERAN NYULIK GUE! LO MAU APA—m-mau ngapain..."
Jeritan Riko memelan saat tiba-tiba Julian mencondongkan tubuh kearahnya. Wajah yang begitu dekat sampai Riko bisa melihat pori-pori Julian dengan jelas. Bukan itu poinnya, tubuh Julian hampir menempel padanya yang sontak merapat pada kursi.
Klak!
Julian selesai memasangkan seatbelt pada Riko dan kini saling beradu tatap. Lima detik yang cukup membuat Riko merasa diintimidasi.
"Bangsat! Sialan!" Tak ada kata lain selain itu yang bisa Riko ucapkan.
Mobil mulai melaju pergi, Riko masih enggan menatap Julian yang fokus mengemudi. Kalau memang dirinya diculik, Ruha dan yang lain tak akan tinggal diam. Tapi memang apa alasan Julian menculiknya?
"Kaya ngga ada kerjaan aja nyulik gue," gumam Riko. Ia mulai menikmati pemandangan di luar mobil untuk mengusir bosan dalam keheningan. Dan baru ia sadari satu hal. "Eh tapi... ini bukannya jalanan ke San Juan?"
"Lo gila! Lo mau ke San Juan, hah? Mau cari masalah? Putar balik cepetan, bangsat! Atau kalo enggak berhenti disini! Kalo mau cari masalah jangan ajak gue, sialan! Sadar diri lo itu ketua kubu musuh! Apa lo udah lupa perjanjiannya? Mau melanggar perjanjian yang lo buat?"
"Tanya Ruha, siapa yang lebih dulu," balas Julian dengan nada santai.
"Hah? Apa? Apa maksud lo tanya Ruha?"
Julian tak lagi menjawab saat mereka telah sampai di depan gerbang megah San Juan. Keringat Riko sudah panas dingin. Ia takut kepergok anggota Scorpion sedang bersama Julian.
"Apes banget gue hari ini," gerutu Riko. Ia melirik Julian yang menatapnya. "Apa lo?" ketusnya nyolot.
"Ngga masuk?" balas Julian dengan bersandar pada kemudi. Julian sebenarnya tulus membantu, tapi bukan Riko namanya kalau tak berprasangka buruk.
"Gue tau lo ada niat buruk pake segala sok baik nganterin. Udah ketebak dari muka-muka bajingan lo itu. Ngga ada kata 'terima kasih' dari gue, bye!"
Riko turun dari mobil setelah mengata-ngatai Julian dan memberikan jari tengahnya. Ia menyalurkan kekesalannya dengan membanting kasar pintu mobil Julian dan segera berjalan cepat menjauh. Sesekali menengok dimana mobil Julian masih ada.
"Eh, bangsat! Nasib motor gue gimana!" Riko menepuk keningnya setelah baru ingat. Ia menghentak-hentakkan kaki berulang saking kesalnya hari ini. "Kalo ilang gue bisa dihajar masal orang rumah. Argh?! Sial banget gue hari ini."
Riko sedang gundah gulana. Memikirkan nasibnya dan motornya yang tertinggal di pinggir jalan. Hingga tiba-tiba suara familiar menyapanya dari belakang.
"Ko! Tumben lo berangkat jalan kaki. Motor lo mana?" Ruha berhenti mengayuh sepeda di samping Riko dengan Alby diboncengan belakang. Riko yang melihatnya sungguh ingin mengumpat lagi.
"Oh, pantes telepon gue ngga diangkat ya. Dasar bulol!" cibir Riko.
"Dih, lo kenapa? Gue baru datang malah dikatain." Ruha tak terima.
"Udah ngga usah ngomong sama gue! Jangan bikin gue nambah emosi di hari yang cerah ini. Bucin aja terus sana sama Alby, anggap gue kentut lewat."
Riko pergi lebih dulu memasuki sekolah, meninggalkan Ruha dan Alby yang menatap bingung.
"By, gue emang bikin salah ya?" Ruha menoleh pada Alby di belakang. Alby membalas dengan gelengan kepala. "Gila si Riko kalo PMS ngalahin cewek aja..."
"Emang cowok bisa PMS?" dengan polosnya Alby bertanya.
"Khusus Riko bisa... hahaha..."
...
Akhir minggu nanti ada acara amal yang akan dilakukan OSIS San Juan ke panti asuhan. Tentu itu seharusnya membuat sibuk para anggota OSIS. Tapi pada kenyataanya hanya Alby yang tampak sangat sibuk.
Dari proposal sampai belanja kebutuhan untuk amal semua Alby yang menyiapkan. Jadwal agenda untuk acara di panti asuhan juga Alby yang mengatur, seolah OSIS San Juan hanya berisi Alby seorang. Tapi untungnya masih ada beberapa anggota yang pengertian membantu.
"Yap, selesai juga," puas Alby setelah hampir satu jam menyusun jadwal acara nanti setelah berdiskusi dengan anggota OSIS lain melalui grupchat.
Alby langsung mematikan komputer dan keluar dari lab komputer tersebut setelah mengirim jadwalnya di grup OSIS. Jam sudah menunjukkan pukul empat, hampir lupa mengabari Ruha tentang keterlambatannya. Ruha pasti sudah menunggu diparkiran.
'Alby lo dimana sih? Kenapa baru sekarang hubungin gue?'
Suara Ruha langsung menggelegar begitu ia menghubungi. Alby sampai harus menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Iya maaf, gue lupa kasih tau kalo harus bikin jadwal. Ini gue lagi jalan dari lab komputer ke sana"
'Bikin jadwal buat apa? Eh ngga-ngga, cepetan kesini aja! Gue kangen pipi lo. Ah, gue samperin aja ya?'
"Ngga us—" Tutt... Tutt...
Alby langsung melirik layar ponselnya yang sudah hitam. Panggilan diakhiri begitu saja oleh Ruha. Ia lantas kembali berjalan menuruni tangga untuk ke parkiran. Tapi saat tiba di luar bangunan, seseorang dengan kasar menariknya pergi.
Sosok anak laki-laki dengan seragam sama dengannya dan tentu jauh lebih tinggi. Dari punggung Alby sudah tau itu siapa. Ia di tarik menuju sisi gedung yang sepi.
"Kasih gue kunci tempat penyimpanan!"
Aidan, si Wakil Ketua OSIS itu langsung menodongnya dengan satu kalimat. Jelas Alby sudah tau maksud dan tujuan Aidan itu, tapi lebih memilih berpura-pura dan bertanya.
"Buat apa?" tanya Alby.
Tubuh Alby terdorong hingga menempel tembok dengan kerah seragam yang terangkat. Aidan mencengkeramnya.
"Lo ngga bodoh, harusnya udah ngerti. Gue butuh uang dari anggaran sekolah yang di kasih ke OSIS," ujar Aidan.
"Itu anggaran dikasih ke OSIS buat dibagi ke club ekskul di sekolah. Ada laporan pertanggung jawabannya juga. Bukan buat seenaknya lo pakai!" jelas Alby yang tentu menolak maksud Aidan.
"Lo pikir buat apa gue susah-susah nyuruh anak-anak milih lo jadi Ketua OSIS? Lo punya otak seencer ini..." Aidan mendorong kepala Alby dengan telunjuknya. "...gunain buat manipulasi laporan pertanggung jawaban itu!"
"Gue ngga mau!" tolak Alby tegas.
"Apa lo bilang?" Aidan semakin kuat menarik kerah Alby.
"Kuncinya ngga sama gue, udah gue kasih ke Pembina OSIS. Berhenti pakai uang yang bukan milik lo, Dan. Kalo bunda Rena tau lo kaya gini di sekolah, dia pasti kecewa."
"Ngga usah bawa-bawa Mama gue! Lo inget ya, lo bisa sekolah disini dan masih hidup sampai sekarang berkat kebaikan Mama gue. Jangan ngga tau balas budi! Gue cuma minta kunci tempat penyimpanan aja..." Aidan semakin menyudutkan Alby.
"Gue udah bilang, kuncinya ngga sama gue."
"Bohong!"
Aidan tak mau percaya dan mulai menggeledah isi tas Alby. Mengobrak-abrik buku di dalam sana dan tak menemukan benda yang ia cari. Kini Aidan berganti menggeledah seragam Alby dari mulai saku jaket, blazer, seragam hingga celana.
Alby hanya diam membiarkan Aidan memeriksa tubuhnya. Berpikir Aidan akan pergi setelah puas menggeledahnya. Kunci itu memang sudah tak ada padanya.
"Brengsek, lo taruh mana kunc—"
Buagh!
Tubuh Aidan terpelanting ke samping dan jatuh ke tanah setelah menerima bogeman mentah.
"BANGSAT! LO SIAPA BERANI PEGANG-PEGANG ALBY KAYA GITU?!"
Alby menatap terkejut pada Ruha yang tiba-tiba datang dengan wajah marah dan langsung menonjok Aidan seperti tadi. Kedua tangan Ruha terkepal erat di samping tubuh sambil menatap Aidan seolah ingin memakannya hidup-hidup.
"Lo yang siapa datang-datang main tonjok aja?!" kesal Aidan mengusap bibirnya. Ia berdiri berhadapan dengan Ruha dan menatap badgename di seragam berantakan tersebut. Decihan keluar saat melihat nama panjang itu.
"Kenapa lo? Takut abis lihat nama gue, hah?" nyolot Ruha.
"Buat apa takut sama sampah sekolah, dasar berandalan..." cibir Aidan.
"Oh, ngga takut ya..." Ruha tertawa sinis. Kembali menyingsing bajunya dan melangkah maju. Menyiapkan kepalan tangannya untuk menonjok Aidan sekali lagi.
Melihat akan adanya baku hantam lagi, Alby langsung berusaha melerai dengan menarik Ruha pergi. "Udah, Ru! Kita pulang aja, jangan berantem disini."
"Nggak! Gue masih ngga terima lo di grepe-grepe sama dia!" ucap Ruha masih berusaha menjangkau Aidan yang menatapnya tajam.
"Ya udah, kalo gitu gue pulang duluan."
Alby melepas pegangannya pada Ruha dan berjalan menuju parkiran. Ruha yang sadar langsung menyusul Alby tanpa peduli Aidan lagi.
"Eh By, tungguin!"
...
Markas Scorpion.
Ruha menyeret Alby ke dalam dengan raut bersungut. Mendorong Alby hingga duduk di sofa tepat dihadapan teman-temannya. Mereka yang penasaran langsung mendekat.
"Alby gue bilangin sama lo ya, dengerin baik-baik! Kalo lo dipegang-pegang orang kaya tadi lo itu jangan mau!" ucap Ruha sambil menujuk Alby.
"Emang kenapa?" tanya Alby.
Beberapa anggota Scorpion sudah berkumpul mengelilingi. Termasuk Gamma, Gaffi dan Riko di dalamnya. Penasaran kenapa si Ketua itu terlihat marah dengan si Ketos.
"Gini ya, Alby... itu namanya pelecehan. Kalo bagian tubuh lo dipegang-pegang seenaknya kaya gitu, lo itu harus nolak!" jelas Ruha. Alby hanya menyimak dengan wajah lempeng.
"Suka nih, keributan." Dari kejauhan Gamma berceletuk yang langsung mendapat geplakan dari Riko.
Kembali pada Ruha yang terus mengomel seperti ibu-ibu di depan anaknya. Dengan kedua tangan berkacak pinggang.
"Mana aja tadi yang dipegang?"
"Ini... ini... ini..." Alby menunjuk dada, pinggang dan belakangnya. Ruha bernafas kasar, berganti menyilangkan tangan di depan dada.
"Mulai sekarang dan seterusnya, kalo lo dipegang kaya tadi lagi kecuali sama gue, jangan mau... kalo ada yang pegang dada lo, lo teriak 'JANGAN', paham?"
Alby mengangguk.
"Dan kalo ada yang pegang pantat lo, lo teriak 'BERHENTI' gitu!"
Alby kembali mengangguk. Lantas kemudian penasaran satu hal. "Kalo misalnya dada sama pantat dipegang barengan, jadinya teriak 'JANGAN BERHENTI!' gitu?"
"Ya, pinter!" Ruha mengangguki.
Hal itu membuat seluruh anggota Scorpion yang mendengarnya melongo karena jawaban Ruha.
"Ruha lo goblok apa gimana sih, bangsat! Sama aja nyuruh orang yang grepe-grepe Alby nerusin!"
Ruha yang baru tersadar. Otak pentium satu miliknya memang agak lemot. "Eh iya bener juga."
"Ih iyi binir jigi..." cibir Riko yang mendekat. Tak tahan melihat keributan tidak jelas yang dibuat Ruha lantas menuju Alby dan duduk di sampingnya. "Punya ketua gini banget begonya udah nembus DNA. Datang-datang bikin ribut gak jelas. Emang siapa yang abis grepe-grepe si Alby?"
Segalak-galaknya Ruha, masih ada Riko yang lebih galak. Belum lagi mulut pedas non filter itu.
"Si itu... ga tau ga kenal. Anak yang gue tonjok tadi siapa By namanya?" Ruha balik bertanya pada Alby.
"Aidan. Tadi dia cuma mau cari barang aja."
"Aidan?" wajah Riko semakin bersungut mendengar nama itu. "Si Waketos songong itu? Kalo iya, harusnya lo tonjok mukanya sampai copot kepalanya sekalian. Kesel banget gue cuma denger namanya aja, tuh anak sering cari gara-gara. Ah, sialan! Kenapa sih hari ini ngeselin banget, mood gue hancur mulu dari pagi..."
Riko terus mengomel tanpa henti sambil keluar dari markas. Ia bahkan sempat menendang pintu sebelum benar-benar hilang dari pandangan. Tak ada dari anggota Scorpion yang berani meladeni marahnya Riko.
Lebih baik diam daripada disembur singa jantan yang sedang PMS.
"Si Riko kenapa?" tanya Ruha yang kini duduk memeluk Alby. Ia mengangkat tubuh itu ke pahanya dan menaruh kepala dipundak Alby. Pemandangan yang membuat iri. Bahkan untuk kaum lurus di antara anggota Scorpion.
"Tadi pagi motornya mogok pinggir jalan. Terus ditinggal gitu aja, pas sore ini di cek motornya ilang," jelas Gamma dengan tatapan iritasi menatap Ruha dan Alby.
"Terus tadi pagi Riko berangkat sama siapa?"
"Ngga tahu."
Mengabaikan masalah Riko, Ruha memilih sibuk sendiri dengan Alby. Memainkan tangan, kemudian pipi Alby. Disusul ciuman cepat pada pipi bulat tersebut.
"Ruha, dibilang jangan suka cium tiba-tiba!" pekik Alby tak terima. Banyak anggota Scorpion yang melihat masalahnya.
"Bisa-bisanya gue iri lihat kaum pelangi satu ini," gerutu Gamma dan menyusul Riko keluar. Semua yang disana sependapat dengan Gamma.
"Iri tanda jomblo," balas Ruha dengan tawa. Satu per satu anggotanya keluar teratur, seperti tak ingin mengganggu waktu berdua si Ketua Scorpion itu dengan si Ketua OSIS.
Yang mau vote dan komen, makasih banget. Kalian dapat cium dari Ruha (づ ̄3 ̄)づ
Dah ya, gak ada cuap-cuap, byeeeee~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com