Love
"AAAAAAAAH."
.
.
.
.
.
Xeon dan Zwit berhasil melarikan diri dari patung itu.
"Ugh.."
Zwit meringis pelan.
Ia kemudian mengambil satu kelopak mawar putih dari botol kecil sebelumnya dan memakannya.
"Hei, aku sudah beberapa kali melihatmu makan kelopak bunga itu. Bagaimana rasanya ?"
"Coba sendiri."
Zwit memberikan satu kelopak kepada Xeon.
Dengan ragu Xeon memakan kelopak itu, dan detik selanjutnya Xeon meludahkan kelopak itu dari mulutnya.
"He..he.. jadi ?"
"Ka..kau makan ini. Tapi ini pahit sekali."
"Memang sih.. pertama kali juga begitu. Tapi setidaknya lebih baik dari rasa sakit yang dapat membunuhku."
"Ah.. benar juga."
-----------------------------
Beberapa jam berlalu dan kedua remaja laki-laki itu sudah bosan berjalan melalui lorong-lorong yang hanya diterangi dengan lampu yang redup.
Mereka akhirnya masuk kesebuah area yang berwarn,a abu-abu.
Saat berjalan melewati sebuah lukisan berwarna sama seperti area itu, tulisan berwarna merah darah muncul di lukisan itu.
'apakah kalian peduli padaku ?'
Seketika bulu kuduk Xeon dan Zwit berdiri. Ini bukan tanda yang bagus.
Tulisan itu muncul lagi di lukisan wanita menangis tak jauh dari sebelumnya.
'Kalian tidak mempedulikan ku.'
Dan kembali muncul di lukisan selanjutnya.
'kalian tidak pernah memperhatikan ku.'
Selanjutnya lukisan hati yang retak diujung area itu.
'kalian tidak mencintai ku.'
Dan disana terdapat sebuah pintu dengan tanda bertuliskan pencuri.
Xeon dan Zwit saling berpandangan. Dan membuka pintu untuk kesekian kalinya.
Keduanya terkejut melihat apa yang ada di dalam. Keseluruhan tempat itu sangat mirip dengan Galeri seni Lum di dunia nyata, kecuali suara tangisan yang terdengar cukup mengerikan.
Zwit menutup telinganya dan mulai berjalan masuk, sebelum Xeon sempat masuk pintu itu tertutup.
Terkejut Xeon berusaha untuk membukanya.
"Sama seperti sebelumnya, Xeon aku akan membukanya dari sini. Tidak usah mencoba yang lain."
BRUK
Dan tepat setelah Zwit menyelesaikan kata-katanya terdengar bunyi benturan keras di pintu tersebut.
...
...
...
"Kau baik-baik saja ?"
Terdengar geraman dan kemudian suara Xeon yang menyatakan dia baik-baik saja.
"Syukurlah."
Gumam Zwit.
Ia kemudian mulai menelusuri tempat itu, dengan upaya menemukan sumber suara tangis itu.
Setelah berputar-putar, Zwit menemukan sebuah lukisan yang kosong tapi suara tangis itu terdengar dari sana.
Zwit menyentuh bingkainya yang terbuat dari emas dan menelusurinya.
Tangannya terhenti pada sebuah lubang kunci kecil. Ia memasukan kunci perak yang diberikan Lyra sebelumnya, dan memutarnya.
Lukisan itu memanjang dan membentuk seperti sebuah jeruji besi.
Zwit mendorongnya dan masuk kedalam.
Disana ada seorang gadis yang duduk diam, matanya memandang kosong ke depan. Tapi Zwit bisa mengenalinya dengan jelas. Itu adalah Lum, adiknya.
Gadis itu berpenampilan sama seperti waktu dia menghilang.
Gaun berwarna putih, pita merah yang terikat pada rambut ikalnya dan sebuah gelang yang hampir mirip dengan gelang Lyra.
"Lum ?"
Meskipun senang karena telah menemukan Lum. Tapi ada yang aneh Zwit dapat merasakannya dengan jelas.
Gadis itu menengok dan matanya melebar.
"Kau ...?"
Suaranya terdengar lembut.
"Kenapa kau ada disini ?"
Zwit menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"A...a-aku datang untuk membawamu pulang."
Suara Zwit nyaris tak terdengar, ia merasa Lum yang dihadapannya ini sangat berbeda dari Lum yang dikenalnya.
"Pulang ? Sekarang. Kenapa ? Kupikir kalian tidak mencintaiku."
"Itu tidak benar."
"Kalian bahkan tidak pernah peduli padaku!!!"
Suara Lum meninggi.
"Kalian bahkan tidak mencariku."
Dia menjadi sedih dan pandangannya jatuh kelantai.
"Kumohon mengertilah. Kami tidak tahu kalau kau terjebak di dalam sini...."
"...jika saja kami tahu .. jika saja aku tahu. Aku pasti...
Past... Ugh."
PRANG
Botol kaca yang berisi kelopak mawar putih itu hancur saat Zwit tiba-tiba jatuh sambil memegangi dadanya yang sakit.
'kenapa ini ? Apakah racunnya sudah lebih buruk. Aku baru sa..ja Ugh....Sakit."
Kelopak mawar bertebaran dimana-mana, Zwit mulai berguling sambil memegangi dadanya.
Lum terkejut melihatnya dan segera menghampiri kakaknya itu.
"A-ada apa ? Apa yang terjadi ?"
Lum terdengar sangat khawatir, dia memang marah dan hampir gila terkurung ditempat ini untuk waktu yang lama.
Tapi dia tidak mungkin bisa membiarkan kakaknya seperti itu.
Dia bukanlah monster.
"Mawarnya. berikan a-aku kelopak ma-mawarnya."
Zwit lebih terdengar seperti mencicit.
Lum dengan sigap mengambil beberapa kelopak yang ada didekatnya dan memberikannya pada Zwit.
Satu kelopak mawar dan Zwit segera kembali seperti semula.
.
.
.
.
.
.
.
"Jadi kau terkena racun mawar merah ?"
Zwit mengangguk.
"Maafkan aku. Hanya saja aku sangat marah karena kalian tidak pernah mencariku..."
"...harusnya aku mengerti. Kalau kalian tidak tahu dengan dunia ini."
Zwit memeluk Lum dan membelai rambutnya.
"Sekarang ayo pergi kembali ke dunia nyata."
"Baiklah."
Zwit dan Lum keluar dari sel itu dan Zwit mengambil kunci perak yang diberikan Lyra.
"Jadi kau dan Lyra berteman ?"
"Ya, kami berteman baik... dulu. Ini semua salahku, jika saja aku tak mencuri."
"Tidak, jangan salahkan dirimu. Kami harusnya memberikanmu perhatian lebih. Aku, ibu, dan ayah."
Kata Zwit ia berusaha untuk menghindari tatapan Lum.
"Kita lupakan saja itu. Dan lebih baik memikirkan bagaimana caranya untuk keluar dari sini karena aku lihat pintunya tertutup."
Lum menunjuk kearah pintu yang sebelumnya dimasuki Zwit.
Zwit kemudian menyadari tidak ada lubang kunci di pintu itu.
Ia melihat sekitar dan mencoba mengingat apakah ada kejanggalan sebelumnya saat dia berkeliling.
Dan teringat sesuatu.
Dia membawa Lum kesebuah Kanvas yang dikelilingi cat dan alat lukis di sekitarnya.
Kanvas itu kosong.
"Kupikir kau harus melakukan sesuatu untuk Kanvas ini."
Lum tersenyum.
"Akan kucoba, aku sudah lama tidak melukis. Sekarang berdiri disitu.. aku akan melukismu."
Zwit menurut dan mengikuti permintaan Lum.
---------------------------
Akhirnya lukisan itu selesai,
Lukisan Zwit yang sedang berdiri dan tersenyum.
Ceklek
"Badanku pegal. Jadi, ayo kita segera pergi dari sini."
Lum berdiri dari kursi yang didudukinya saat melukis dan mengikuti kakaknya.
Dia memutuskan untuk meninggalkan lukisan Zwit. Lum tidak ingin membawa apa-apa lagi dari tempat ini.
Setelah keluar mereka dihadapkan dengan pemandangan Xeon yang sedang berbicara sendiri sambil berjalan bolak-balik.
"Siapa dia ?"
"Temanku."
Zwit sendiri merasa ragu mengatakan Xeon adalah temannya.
"Kau yakin dia waras ?"
"Mungkin."
Zwit menghampiri Xeon dan memanggilnya.
"Ah. Zwit akhirnya kau keluar, aku sudah mulai berpikir untuk menerobos masuk karena kau sangat lama."
"O-oke."
"Dan ah.. apakah itu adikmu ?"
"Yeah."
"Dia cukup mirip dengan adikku."
Xeon tersenyum dan segera berkenalan dengan Lum yang cukup keheranan.
"Kau akan terbiasa."
Bisik Zwit ketelinga Lum sambil tertawa kecil.
Lum tersenyum dan mereka bertiga melanjutkan perjalanan mereka.
Krak
Padahal mereka berjalan belum terlalu jauh tapi suara kayu yang Berkeriut dan retak kembali terdengar.
Dengan perlahan mereka melihat asal suara itu dan melihat patung kayu Putri duyung sebelumnya sedang merangkak dengan kecepatan tinggi.
Ketiganya segera melarikan diri dengan cepat.
'kupikir kau akan meninggalkan ku disini... tapi kau datang kemari meskipun kau bisa saja Keluar tanpa mencariku.'
Lum tersenyum getir memikirkannya.
'Lyra takkan pernah mengatakan keberadaanku. Sang Pianis juga tidak akan bilang kalau kau tidak bertanya...'
'....terima kasih'
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com