Manhattan's Sweetheart | Part 10 - Someone to Break Your Heart
🌙🌙🌙
Instagram : itsnotdein
Wattpad : deedein
Email : [email protected]
🌙Playlist🌙
🌙🌙🌙
DEMI Tuhan, jantung Cruz tergagap dengan irama yang paling menyakitkan. Mengambil napas besar, laki-laki itu mengayunkan kaki panjangnya ke latar rumah sakit. Realitas harus dihadapi, dia benar-benar tidak bisa membiarkan kegelapan dan kesendirian terus memenjarakannya.
Sebuket bunga Lily berada di tangan kukuhnya. Langkahnya panjang menuju ruangan yang Sony kirimkan melalui pesan singkat. Sony selalu menjaga Ashley saat malam hari bergantian dengan Madam Ademee yang terjaga saat pagi hari.
Perlahan, kakinya mulai berat, langkahnya melambat. Cruz melihat Sony berdiri di kursi panjang depan ruangan rawat inap Ashley. Hatinya tersentak melihat seseorang berambut brunette terbaring lemah tidak berdaya di atas brankar.
“Miss Ashley belum ada kemajuan hingga saat ini.” Sony berdiri di samping Cruz yang berdiri di depan pintu melihat Ashley melalui kaca kecil di tengah pintu.
Kilatan kesakitan begitu dalam membakar jiwanya, berkobar di matanya sebelum matanya terpejam mengingat wajah Ashley terakhir kali Cruz lihat di bawah jembatan malam itu. Segalanya tiba-tiba terulang kembali di kepala Cruz. Ashley orang asing yang terasa familier di matanya. Seharusnya, ia mempercayai Ashley pada waktu itu.
“Seharusnya, aku tidak membawa bunga ini untuknya, ini tidak membantu. Bunga ini sama sekali tidak bisa menolongnya.” Cruz menunduk dan tertawa pendek membuang buket Lily itu ke tempat sampah.
Ada kesuraman di mata Cruz, belum pernah dalam hidup Sony melihat majikannya terasa begitu buruk menghadapi keadaan.
“Aku mencintainya dan aku juga yang menyakitinya. Dia menyerahkan hatinya untukku, tetapi aku malah membunuh jiwanya.” Rasa sakit berguling-guling mengalir di pembuluh nadi Cruz Marquez.
“Miss Ashley akan selamat. Anda tenang saja, Tuan.” Sony mengelus lengan Cruz dan melemparnya sebuah senyuman di wajahnya.
Kerutan di kening Cruz mengotori wajah rupawannya. “Kesalahan tidak bisa disembuhkan." Pria itu menarik napas kasar. “dia hanya mengharapkan ciuman dan kencan, tidak lebih, tapi aku malah menghadiahi luka. Itu sebuah kesalahan."
"Tuan muda, jangan menyalahkan diri Anda terus-menerus."
"Memangnya, apa yang dikerjakan para medis itu? Kenapa menyembuhkan satu perempuan saja tidak becus?" Cruz mengacak rambutnya.
"Tuan muda, Dokter sedang berusaha. Jadi, Anda tahan sebentar lagi. Miss Ashley sedang berjuang di dalam sana. Tolong tenangkan diri Anda."
Cruz menatap Sony tanpa ekspresi. "Katakan pada semua para medis di rumah sakit ini bahwa mereka harus segera membangunkan Ashley kalau tidak ... aku akan menuntut rumah sakit ini."
Ada rasa sakit yang menusuk hati Cruz, pria itu pun kembali pergi. Rasa bersalah menyelimuti hatinya.
Hari berikutnya, ia kembali datang ke rumah sakit. Hari ini sama seperti sebelumnya, tidak ada kemajuan.
Hari kedua, seperti biasa Cruz berdiri di depan pintu melihat melalui kaca kecil melihat Ashley diperiksa dokter.
Hari ketiga, Cruz melihat Ashley memiliki perubahan. Dia melihat Madam Ademee mengupas buah persik untuk Ashley.
Hari keempat, Cruz melihat Sony tertawa bersama Ashley. Namun, seperti sebelum-sebelumnya ia hanya di luar pintu melihat wanita itu dari kejauhan.
Mencintai tanpa harus menyentuh.
Dari lubuk hati terdalam, Cruz ingin sedekat nadi bersama Ashley, saling bertukar napas. Namun, insiden di bawah jembatan Brooklyn membuatnya harus memikir ulang untuk menemui Ashley Catalina.
Apa Cruz sekarang? Apa ia harus menemui Ashley dan meminta maaf? Namun, bagaimana jika ia seseorang yang tidak Ashley inginkan? Buruknya lagi, bagaimana jika ia seseorang yang Ashley benci?
Cruz mengurungkan niatnya, dia terpaksa berbalik pergi. Setidaknya, melihat Ashley sudah membaik itu cukup membuatnya senang.
🌙🌙🌙
“Ini."
Grace melihat sepasang sepatu mengkilap di hadapannya.
“Terima kasih ... Cruz?” Grace melebarkan pupil matanya, menemukan Cruz duduk di bangku panjang di sebelahnya dan membantunya mengambil obat Grace yang terjatuh di bawah bangku.
Grace merampas obatnya dari Cruz. Lantas setelahnya, wanita itu mendorong sulur rambut ke belakang telinganya.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Grace dingin masih mengingat saat Cruz mabuk.
Sebelum Grace memaki Cruz, wanita itu terbatuk keras, batuknya mengeluarkan lendir, segera Cruz membantunya membuka botol mineral dan menyerahkan kepada Grace setelah wanita itu meminum obatnya. Meski Grace berusaha bersikap dingin, Cruz malah bersikap hangat.
“Kau baik-baik saja?”
Manik lensa Grace menelusuri wajah Cruz dengan intensitas menusuk. “Enyalah, Cruz. Kau pikir aku akan melupakan kejadian di mana kau mengemudi dalam keadaan mabuk berat?”
Cruz menarik tangannya di sepanjang bangku taman. Dia menarik napas dan tatapannya hampa tidak bermakna. “Maaf, Grace. Pikiranku kacau, sial.”
"Sekacau apa pun itu, jangan membahayakan dirimu sendiri dengan berkendara dalam keadaan mabuk, Cruz," cecar Grace.
Cruz tersenyum tipis. "Aku tidak akan mengulanginya lagi."
Dengan melipat keningnya, Grace berkata, “Sesuatu sedang terjadi?”
Manik hijau Cruz menelusuri tumbuhan hijau di depannya. Dia menggeram tertahan dan tulang ekornya menegang. “Aku hampir membunuh seseorang, Grace. Buruknya lagi, dia Ashley.” Pria itu mengepalkan tangan mengingat kejadian beberapa hari lalu saat dia menembak Ashley Catalina dengan tangannya sendiri, tangan yang seharusnya melindungi perempuan itu, justru berbuat sebaliknya.
“Kukira dia target dari balas dendamku, tetapi ternyata dia bukan pembunuh seperti yang kita kira. Payah! Benar-benar payah! Dia cinta pertamaku,” lanjut Cruz diliputi emosi.
Grace terkejut bukan karena Cruz hampir membunuh Ashley, melainkan karena Ashley adalah cinta pertama Cruz. Batu memukul dada. Sesuatu yang menyakitkan mulai merambat di sana.
Bibir Grace bergetar. “Ashley? Kau masih mencintainya?”
“Tentu saja. Dia Ashley Catalina yang selama ini aku cari. Aku mencintainya melebihi diriku sendiri.” Cruz mengangguk tanpa sadar ucapannya benar-benar menyinggung hati Grace.
“Lalu untuk apa kau di sini?” tanya Grace.
Kening Cruz melipat. “Apa maksudmu, Grace?”
Dengan menarik kuat roknya, Grace berkata, “Bukankah dia sekarat? Kenapa kau tidak menemaninya?”
Kening Cruz melipat, dia bertanya, “Apa aku harus? Apakah aku seseorang yang akan dia cari saat membuka mata?”
“Cruz, jika kau mencintainya tidak ada alasan kenapa kau harus berada di sana. Dia menunggumu, Cruz. Pergi dan temui.”
Cruz sudah beranjak, tetapi sebelum itu dia menatap cemas Grace. “Aku akan mengantarmu pulang dulu.”
Menggeleng keras, Grace tersenyum tipis. “Aku bisa sendiri. Yang seharusnya kau khawatirkan adalah Ashley.”
Setelah Cruz melenggang pergi, Grace menatap punggung pria itu yang semakin lama semakin jauh. Bibirnya gemetar ingin menangis, tapi ia tahan. Kesimpulannya, Cruz tidak mencintainya. Sebentar lagi kabar miring mengenai Cruz gay akan segera tertepis. Meski sebenarnya, ia tahu bahwa Cruz tidak benar-benar gay. Itu salah. Dia normal dan jantan.
🌙🌙🌙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com