Manhattan's Sweetheart | Part 6 - What I Do
CRUZ sampai pada tujuannya, bukan penthouse-nya melainkan ke rumah berwarna vanilla dengan atap cokelat milik Nyonya Shopie. Pria itu bergegas keluar dari Lamborghini dengan langkah seribu.
Setelah mendapatkan pesan singkat dari Grace yang mengatakan bahwa sudah dua hari terakhir Nyonya Sophie tidak makan, wanita itu hanya mengonsumsi air putih dan buah-buahan saja. Jelas, hal itu membuat semua orang khawatir, termasuk Cruz.
Manik hijaunya menjelajah ketika memasuki rumah milik Nyonya Sophie. Tidak terlalu luas, tetapi memiliki dua lantai. Dia menemukan Grace berdiri di ambang pintu masuk kamar Nyonya Sophie. Cruz pun semakin mempercepat langkahnya.
Cruz melihat kekhawatiran di wajah Grace.
Menyadari kehadiran Cruz, Grace pun mendekat dan dia berkata, "Kemarin Ibu berkemas dan dia menemukan pakaian kesayangan Austin waktu berumur lima tahun di dalam almari. Itu membuatnya terpukul dan kembali menangis." Grace meremas pergelangan tangan Cruz.
Air muka Grace begitu khawatir, meskipun selang terlihat melintas di bawah hidungnya. Dia memakai selang, tapi tidak selalu. Hal itu membantu si blonde itu untuk bernapas.
"Kumohon lakukan sesuatu," rengek Grace.
Memberikan pelukan sebentar, Cruz pun mulai masuk ke kamar setelah mengetuknya satu kali. Perlahan dengan hati-hati, Cruz mendekati Nyonya Sophie di tepi ranjang kusamnya. Wanita itu membawa pakaian rajut berwarna hijau tua di tangannya.
"Ini tidak akan membantu." Nyonya Sophie angkat bicara. Dia menoleh ke arah Cruz. "Cruz, aku merindukannya. Demi Tuhan, dia terlalu cepat pergi."
Tangis Nyonya Sophie kembali pecah.
Melingkarkan tangan ke punggung Nyonya Sophie, Cruz mengeratkan pelukannya. Merasakan tubuh Nyonya Sophie bergetar dan terisak dalam pelukannya. Cruz menggerakkan tangannya mengelus punggung Nyonya Sophie.
Selanjutnya, semua itu berlangsung selama sepuluh menit, dengan Nyonya Sophie yang mulai terlelap karena lelah menangis.
Cruz tidak dapat mengatakan kalimat magis untuk menenangkan seorang wanita yang sedang menangis. Itu bukan keahliannya, dan ia payah dalam hal emosional yang melibatkan sedih.
Dia-Cruz mengayunkan kakinya keluar, masih menemukan Grace berdiri di ambang pintu. Bedanya, kali ini mukanya agak lega melihat Nyonya Sophie tidur. Cruz tidak dapat menyangka bagaimana Grace bisa bertahan dengan selang di bawah hidungnya yang membantunya bernapas, meskipun terkadang perempuan itu melepasnya.
"Terima kasih, Cruz. Maaf harus merepotkan lagi." Grace melebarkan senyumannya yang memesona.
"Tidak apa. Kehilangan satu-satunya anak laki-laki membuatnya terpukul, apalagi semua itu karena kesalahan wanita," jawab Cruz.
🌙🌙🌙
Satu minggu berlalu sejak kejadian di mana Cruz mengajaknya ke pantai. Ashley tidak tahu apa yang ia harapkan, tapi tidak ada komunikasi setelah itu. Ashley menatap dirinya melalui pantulan cermin. Berpikir buruk di kepalanya, memikirkan asumsinya sendiri mengenai apakah Cruz sudah bosan dengannya? Atau lebih buruk adalah Cruz sudah menemukan perempuan lain.
Oh, damn! Ini teramat menyebalkan. Cruz selalu saja membuat Ashley buruk dan manis dalam waktu bersamaan.
Ashley tahu seharusnya ia tidak membawa Cruz di hatinya. Cruz sekarang sudah berubah bukan Cruz yang sepuluh terakhir dulu. Rasanya semua berubah sangat cepat dan teramat membuat Ashley sialan rindu.
Tok ... tok ... tok ....
Itu berasal dari jendela kamar Ashley bukan pintu. Lantas perempuan berambut brunette menatap ragu ke arah jendela. Awalnya, Ashley tidak akan pernah membukanya, sebelum ketukan dari jendela tersebut semakin keras dan seolah ingin menghancurkan kaca tersebut. Fine, terpaksa Ashley akan menghampirinya. Dibukanya tirai berwarna hijau tersebut.
"APA? Aku tidak percaya ini. Kau hantu?!" pekik Ashley melebarkan matanya.
"Sstt, buka jendela sialan ini! Aku Cruz. Kau lihat?" Cruz menjelaskan.
Ashley mengangguk cepat dan membuka jendelanya sesuai keinginan Cruz. Malam itu udara dingin begitu menusuk kulit. Sedangkan, Cruz hanya memakai sweater polos berwarna navy. Cruz secara praktis memancarkan hormonnya, duduk di bingkai jendela. Mata hijaunya berkilau, rambut cokelatnya yang lembut menyapu dahinya dan menyugarkan ke belakang.
"Apa yang kau pikirkan menganggap aku hantu?" Cruz melirik melihat Ashley masih mematung tidak percaya di tempatnya dengan mulut yang setengah terbuka.
Alih-alih menjawab, Ashley justru melemparkan pertanyaan, dia berkata, "Di mana mobilmu?"
"Ada di blok sebelah." Cruz menjawab.
Ashley diam. Menyenderkan dirinya merapat ke dinding.
"Kau menunggu apa? Cepat ganti pakaianmu. Aku akan mengajakmu pergi ..." Cruz berdehem pelan. "... kabur lebih tepatnya."
"Kau tidak akan izin pada Madam Ademee?" tanya Ashley memekik keras.
"Sepuluh menit dari sekarang, Ashley. Cepat ganti pakaianmu." Cruz berseru dengan nada tajam dan penuh ancaman.
Well, Ashley menyerah dan segera mengganti pakaiannya. Ashley mengganti kaosnya menjadi romper berwarna putih dengan panjang di atas paha. Rambut brunette-nya sengaja dijatuhkan tepat di atas sikunya, tanpa berniat mengikatnya menjadi ekor kuda. Ashley meraih heels berwarna abu-abu dan menghampiri Cruz.
"Come on!" Cruz sudah turun dari jendela, menunggu Ashley melompat dari jendela. Hell! Yang benar saja.
"Kau ingin aku melompat?" Ashley bergidik ngeri. Jarak jendela dari tanah setinggi 140 sentimeter.
Cruz terdengar berdecak. "Come on, Ashley! Aku akan menangkapmu." Dia memastikan dengan jawabannya yang sungguh-sungguh.
Ini akan mudah, batin Ashley menyemangati dirinya sendiri. Setelah itu dengan gerakan ragu dan kaku, Ashley berdiri di atas jendela. Sialan! Itu begitu sulit karena heels setinggi lima senti membungkus pergelangan kakinya.
"Dengar, aku akan menangkapmu dari sini. Semua akan baik-baik saja." Cruz mencoba meyakinkan sekali lagi.
Sebenarnya, tidak ada yang baik-baik saja jika bersama Cruz. Misalnya saja Ashley dapat merasakan jantungnya berpacu cepat, menahan napas ketika memiliki jarak dekat, dan terjatuh saat lensa hijau itu menatapnya. Itu benar-benar tidak baik-baik saja.
Siap mengambil ancang-ancang, Ashley menatap ngeri ke bawah. Namun, sekali lagi Cruz mencoba meyakinkan dirinya. Baiklah, dalam hitungan ketiga Ashley akan meloncat sesuai instruksi Cruz.
"Satu, dua-"
Bersamaan dengan Cruz menghitung untuk memberi aba-aba sampai tiga, Ashley lebih dulu meloncat sebelum hitungan ketiga. Syukurlah, Cruz dengan sigap menangkapnya, menahannya, tidak terjatuh dan berhasil seimbang ketika berdiri menangkap Ashley. Itu luar biasa.
"Maafkan aku, Sir." Ashley segera memisahkan diri dan berdiri dengan tegap.
Cruz berkata, "Aku akan memaafkanmu jika kau bisa berhenti memanggilku 'sir', panggil saja aku Cruz."
Ashley menyetujui dan setelah itu Cruz menarik tangannya. Kupu-kupu mulai beterbangan di atas perut Ashley, menggelitik dan geli rasanya. Sentuhan tangan Cruz di tangannya berhasil membuat Ashley tidak fokus dalam perjalanannya keluar dari rumah bordil. Cruz menuntunnya berjalan kaki sampai ke blok sebelah. Sampai akhirnya, Ashley melihat sebuah mobil sport orange membuat Ashley menyadari bahwa ia sudah berjalan amat jauh dari rumah bordil.
Cruz menuntun Ashley masuk bersamanya di kursi penumpang, sampai Ashley menyadari bahwa bukan hanya ada mereka berdua di sana, namun ada Sony. Ashley mendengar Sony menyapanya saat ia duduk di dalam. Ashley pikir malam ini hanya ada dirinya dan Cruz saja. Tapi, tidak.
Seribu pertanyaan mulai berkeliaran di kepala Ashley ketika mobil itu mulai melaju ke jalan raya Manhattan. Sebenarnya Cruz akan membawanya ke mana?
🌙🌙🌙
Aloha! Ada yang penasaran nggak ke mana Cruz membawa Ashley kabur? /Tidak? Ya sudah./
Jangan lupa tekan tombol bintang di pojok kiri sebagai dukungan kalian. Tambahkan juga cerita ini ke libary agar mendapatkan notifikasi setiap update. See you soon.
Kecup basah,
Didi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com