TIDAK banyak bicara ketika mobil melaju di jalan raya Manhattan. Ashley memilih diam seribu bahasa mendapati Cruz sibuk berkutik dengan ponselnya. Tidak tahu mengapa tiba-tiba Ashley merasa takut karena tidak izin pada Madam Ademee.

Bisa saja sesuatu yang buruk terjadi. Meskipun, Ashley tahu Cruz Aaron Marquez tidak memiliki catatan kriminal, tetapi jauh dari lubuk hatinya, dia takut.  

"Kau tampak resah, Ashley. Apa yang kau pikirkan?" tanya Cruz mendongak dari ponsel yang beberapa menit lalu pria itu geluti.

Ashley menoleh ke arah Cruz, dia menarik senyuman. "Kau belum mengatakan akan membawaku ke mana."

Cruz tertawa kecil. "Bukan kejutan namanya jika aku memberitahu di awal."

"Tetapi, aku ingin tahu," kekeh Ashley.

"Hem, terkadang lebih baik diam daripada terlalu penasaran," celetuk Cruz membuat Ashley jengkel. Jadi, perempuan itu memilih diam.

Karena Ashley tidak lagi bersuara, Cruz berkata, "Kau akan mengetahuinya nanti, Ashley."

Manhattan tampak mendung di malam hari ini, atmosfer suram dan tidak menarik. Jalan-jalan masih tampak ramai dengan hilir mudiknya kendaraan. Beberapa menit Ashley tempuh melewati jalan raya tersebut sampai akhirnya, Sony berhenti pada sebuah jalanan agak sepi dan berbelok ke arah kanan dan berhenti tepat di bawah jembatan di Brooklyn yang menghubungkan antara Manhattan dan New York. 

Demi Tuhan, itu indah sekali, diterangi cahaya warna-warni di sekitar jembatan belum lagi gaya arsitekturnya bergaya gothik. Kaki langit Manhattan pun terlihat dari Jembatan Brooklyn.

Ashley dan Cruz sama-sama turun dari mobil di bawah sinar purnama. Namun, Sony tetap tinggal di dalam mobil di belakang setirnya.

"Saya akan menunggu di dalam mobil," ujar Sony sebelum Cruz dan Ashley turun.

Cruz tidak menanggapi apa pun, tetapi Ashley justru berujar, "Kau tidak ingin ikut?"

"Tidak, Miss," tolak Sony membuat Ashley enggan menawari lagi.

Jadi, setelah itu, Ashley menyusul Cruz yang sudah berjalan lebih dahulu di depannya.

"Ini indah sekali, Cruz. Sungguh."

"Aku tahu kau akan menyukainya, Ashley." Cruz melirik sekilas Ashley sebelum pandangannya lurus ke depan.

“Berapa aku harus membayar untuk keindahan ini?” tanya Ashley menatap Cruz dengan senyum lebarnya.

Cruz duduk di dak mobil, menyilangkan kedua tangannya dan tersenyum miring. “Kau hanya harus membayarnya dengan sebuah ciuman.”

Mata Ashley melebar. Cruz selalu mengeluarkan kemaskulinan liar  yang mengisyaratkan tentang hubungan badan. Well, itu kotor. Ashley cepat-cepat menatap Cruz mencoba membaca pikiran lelaki itu, tapi nihil.

Dengan tawanya Ashley mengikuti Cruz duduk di dak mobil. Jantung Ashley tergagap dalam irama yang menyakitkan dan dia menarik napas dengan gemetar. Tatapan mata Cruz jatuh pada bibir Ashley yang basah dan gemetar.

"Hanya ciuman? Itu saja," tanya Ashley memastikan.

"Ya, itu bayaran yang cukup, kurasa."

“Apa pun untuk mendapatkan ciuman.” Ashley tersenyum kikuk dengan hati yang mendamba ingin sebuah ciuman dari Cruz.

Kemudian, Cruz mendekatkan wajahnya, memperkikis jarak antara mereka berdua, atmosfer tidak lagi dingin, napas Cruz hangat menerpa permukaan wajah Ashley. Cruz menekankan sebuah ciuman pada bibir Ashley. Wanita berambut brunette mendapati kupu-kupu beterbangan di atas perutnya bersamaan dengan sebuah ciuman tersebut.

“Harus dibayar dengan maut.”

Ashley terguncang hebat, menghirup keterkejutan yang tajam mendapati Cruz menodongnya dengan pistol tepat di depan dadanya.

“KENAPA PISTOL?” Ashley bergetar dengan wajah yang bingung.

Seringai muncul di wajah Cruz. “Kau tanya kenapa? Ashley, kau sudah membunuh sahabatku maka kau juga harus membayarnya.” Cruz menarik napas.

"Aku bukan pembunuh!"

“Austin Alexander. Kau yang mematahkan hatinya. Tidakkah kau tahu bahwa dia sangat mencintaimu, Jalang?”

Jalang. Itu menyakiti hati Ashley. Bagaimana bisa Cruz Aaron Marquez menyebutnya jalang? Mata Ashley berair ingin menangis dan berteriak bahwa selama ini yang dia cintai hanya Cruz seorang selama hidupnya.

“Dia overdos—“

“Itu semua karenamu, Ashley! Dia tidak akan melalukan hal gila itu jika kau tidak mematahkan hatinya!”

Ashley merasakan empedu naik ke kerongkongannya dan sakit memukul dadanya pada kata-kata Cruz. Tidak menyangka pria itu berniat membalaskan dendam pada kepergian Austin.

Dengan bibir bergetar, Ashley menatap pistol yang diarahkan Cruz pada dirinya. “Jika kau tahu, Cruz Marquez, sebenarnya aku sama sekali tidak pernah mencintai Austin selain mencintai Cruz kecil yang selalu mengorbankan mobilnya demi Catalina tetangganya. Aku mencintaimu, Cruz. Aku Catalina. Ashley Catalina.” Menarik napas singkat Ashley merasa matanya memanas dan air mata mengalir di pipinya. “Aku memutuskan Austin karena pria itu tidak menepati janjinya. Aku hanya meminta satu hal padanya, aku ingin dia mengeluarkanku dari rumah bordil, tetapi ketika dia memenangkan balapan itu dia malah bersenang-senang dengan jalang lain. APAKAH AKU SALAH MEMUTUS HUBUNGAN KAMI?”

"Jika kau tidak pernah mencintainya, mengapa kau memilihnya? Dia mencintaimu."

Ashley mendengkur. "Aku butuh uang, Cruz. Kau pikir apa gunanya aku bekerja menemani para pria selama ini? Tentu saja itu karena uang. Aku bukan Cruz Aaron Marquez yang terlahir kaya dan dunia berada di bawah kakiku. Aku hanya Ashley Catalina, yang bisa kau sebut jalang."

“Berhenti mengatakan omong kosong, Bitch! Kau bukan Catalina!” seru Cruz keras, dia semakin menekan pistolnya pada dada Ashley.

“Uh, maaf.” Ashley memalsukan senyumannya. “aku memang bukan Ashley Catalina yang selalu merengek padamu, Cruz. Aku Ashley yang bekerja di rumah bordil, berkencan dengan para pria berdompet tebal.”
Ashley baru sadar bahwa ia sangat buruk mengekspresikan perasaannya. Ia merasa kacau, tetapi ia mencintai Cruz.

“Aku mencintaimu dulu dan sekarang aku masih mencintaimu, itu berlaku hari ini, besok, selamanya. Aku tidak apa-apa jika kau membunuhku. Aku menyerahkan hatiku, bahkan jiwaku, asal itu dapat membuatmu--"

Dor!

"Jangan katakan apa pun lagi."

Cruz menarik pelatuknya dan peluru berhasil menembus dada Ashley Catalina. Tubuh molek Ashley bergetar bersamaan dengan jatuhnya air mata dari kelopak matanya. Dia memegang dadanya, menatap Cruz dengan wajahnya yang mengembangkan senyuman. Dia tidak mengucapkan kata ‘selamat tinggal’ atau kata ‘maaf’ Ashley justru berkata, “Jika pun aku mati hari ini, aku tidak menyalahkanmu. Hatiku akan tetap sama, bahkan jika aku beringkarnasi, aku akan jatuh cinta kembali.”

Setelahnya Ashley terjatuh di dak mobil bersamaan dengan hilangnya kesadarannya. Cruz tidak tahu mengapa, tetapi ada sesuatu yang menganjal ketika mata hazel itu menatapnya, sesuatu yang selama ini Cruz cari dan itu adalah Ashley Catalina.

“SONY! SELAMATKAN DIA!”

Dengan mengusap wajahnya kasar, Cruz membuang pistol itu di perairan di bawah jembatan dan berjalan menuju mobilnya saat Sony keluar membopong Ashley.

Lalu, entah bagaimana Cruz merasa bahwa Ashley tidak berbohong padanya. Dia benar Ashley Catalina yang Cruz cari.