Million Dollar | Part 1.2 - Meet Him
•
P L A Y L I S T
•
Jack keluar dari ruang pertemuan dengan wajah masam bersama Rue—ajudannya yang berusia setengah abad, memiliki tinggi sebatas bahu Jack dengan kumis hitamnya yang begitu kontras dengan rambutnya yang mulai memutih. Jujur saja, sedari tadi Jack tidak memperhatikan Max yang tengah presentasi di depan. Pikirannya kacau tak karuan karena lagi-lagi ia diingatkan oleh sosok Kristal, wanita berambut pirang dengan mata biru lautnya yang indah.
Damn! Kenapa harus Kristal? Segala cara telah Jack coba agar ia bisa melupakan Kristal. Namun, semua kenangan bersama Kristal sangat indah, tetapi episode-episode tersebut memang harus berakhir sampai di sini saja.
“Ada apa denganmu? Kau terlihat tidak baik.” Max—pria dengan setelan kemeja bergaris horizontal menarik kursi yang berada di depan meja ruangan Jack sembari memperhatikan wajah kusut temannya.
Max sendiri memiliki tinggi lebih pendek tiga senti dari Jack. Dia memiliki manik mata biru yang lembut dengan kumis tipis membentang di bawah hidungnya.
Pria bermarga Marquez itu menyandarkan kepala di kursi kekuasaannya sembari menghela napas. “Kau tahu? Tadi ada seorang wanita dan dia memiliki nama Crystal.”
Max menaikkan sebelah alisnya. Pria itu menatapnya penuh selidik. “Iya, aku yang memanggilnya untuk kau wawancarai. Jangan bilang kau memecat wanita itu.”
Well, tidak heran jika Max mengetahui sebelum Jack memberitahunya, ingatkan Jack bahwa Max adalah sahabatnya sejak lima tahun terakhir.
Jack mengangguk dan melonggarkan dasinya. Giginya saling bertemu dan bergetak. “Kau tahu, bukan? Aku membenci semua yang berhubungan dengan Kristal.”
Diameter pupil mata Max melebar sempurna. Keputusan macam apa ini? Memecat seseorang dengan alasan karena memiliki nama yang sama dengan mantan kekasihnya. Astaga, benar-benar keterlaluan.
Max paham benar bahwa pria asal Kanada itu sangat membenci semua hal yang menyangkut Kristal. Jika Max berada di posisi yang Jack rasakan mungkin, Max akan membencinya juga. Bagaimana tidak? Hari pertunangannya tinggal satu bulan lagi dan Kristal Huart dengan mudah membatalkannya. Sekeras apa pun hati para pria, jelas itu sangat menyakitkan untuk diingat.
Max menggeleng tidak percaya. “Namun, kau baru saja bersikap tidak profesional ..., lihat, Rue, bos gilamu!”
Max mengerling menatap Rue dengan senyum jenaka yang hanya dibalas oleh pria setengah abad itu dengan seulas senyum tipis yang tidak mencapai mata.
Jack mendengkus kesal. “Aku tidak peduli. Aku hanya tidak suka dengan nama itu.”
Lebih dari tidak menyukai nama, Jack juga tidak suka warna rambut wanita tadi, pirang, mengingatkannya pada mantan kekasihnya lagi.
“Di mana berkas lamaran kerja wanita yang baru saja kau tolak itu? Aku ingin melihatnya sekali lagi.”
Jack menyerahkan map kuning ke arah Max. Dengan sigap, Max menerima dan membacanya dengan saksama. Max adalah CEO-nya dan Jack adalah ownernya. Namun, kali ini saja, Jack ingin memilih karyawan dan karyawatinya untuk seleksi. Namun, apa? Yang ia dapatkan justru rasa sebal karena malah mengingatkannya akan nama Kristal. Persetanan dengan Kristal.
“Jack, bukankah kau pernah mengatakan bahwa kau akan memperkenalkan Kristall?” tanya Max.
“Ya. Mungkin sebab itu hubungan kami tidak berlangsung lama, mungkin karena aku tidak meminta restu padanya.” Jack mengedikkan bahunya acuh tak acuh sembari menuangkan sampanye berbotol kaca ke gelas.
“Dan, kau waktu itu berjanji akan mengenalkannya, bukan?”
Alis Jack tebal terangkat, dia berujar, “Iya. Namun, itu dulu sebelum wanita itu meninggalkanku.”
Jack tersenyum miris mengingat seorang wanita yang berhasil memporak porandakan hati dan pikirannya. Sedikit nyeri ketika mengingat Kristal. Event fashion saat musim gugur di New York membuatnya ia bertemu dengan wanita itu. Rambut pirangnya, bola mata birunya, dan bibirnya yang merah menggunakan lipstik setara dengan gaunnya yang ia kenakan untuk fashion show.
Astaga, kali pertama Jack bertemu Kristal karena Sam, rekan bisnisnya, mengenalkannya pada wanita itu dan Jack terpana dengan mata birunya yang mampu menyejukkannya seperti laut. Lautan yang luas dan penuh misteri. Ya, wanita itu penuh misteri. Bahkan ketika menjalin hubungan dengannya, perempuan itu tidak pernah mengatakan bahwa ia memiliki mantan kekasih, setelahnya ia pergi dan memilih bersama cinta bodohnya itu.
Senyuman mekar di wajah Max. “Kupikir wanita ini bisa membantumu.”
•••
Suara dentuman musik menggema di mana-mana. Lautan manusia berjoget ria, memutar pinggul mereka ke kanan dan ke kiri, menikmati setiap aliran musik yang beradu dengan minimnya pencahayaan. Tak lepas pula, banyak wanita-wanita yang mengenakan gaun kurang bahannya di kelab yang terkenal di Los Angeles.
Genap sudah empat hari, Crystal bekerja di tempat ini. Bukan maksud menjual tubuh pada pria hidung belang, melainkan sebagai pengantar minuman di sini.
Sangat berisiko terjadinya tindakan pelecehan dan asusila, tetapi apa boleh buat, mencari pekerjaan tak semudah mengembalikan telapak tangan. Pekerjaan ini adalah rekomendasi dari Anna karena ia mendapatkan informasi bahwa kelab ini sedang mencari seseorang melalui sosial media.
Hari demi hari berjalan dengan semestinya. Meski tak sedikit pria yang kadang menggoda. Busana wajib berupa rok sepan pendek ketat yang memeluk paha mungkin salah satu penyebabnya, Crystal harus kebal karena ini pekerjaannya, tempatnya mencari uang dan hidup. Namun, Crystal bersyukur karena rompi bergambar kotak memanjang yang dia pakai berhasil menyembunyikan dadanya yang sebetulnya terlihat jelas apabila dia hanya memakai kemeja putih lengan panjang yang kini sebagai dalaman.
Seperti malam-malam yang lalu, Crystal mengantar minuman ke sana-sini, hilir berganti. Namun, tanpa sengaja, ia melihat pria yang tengah duduk di sofa pojok kanan bersama teman prianya juga dan satu wanita di sana. Jelas, Crystal mengenal pria itu. Pria berambut cokelat gelap dan iris abu-abunya, siapa lagi kalau bukan Jack Marquez.
Jack terkekeh bersama kawan-kawannya di sana sembari mengangkat gelas minumannya. Crystal bersyukur pria itu tidak melihat dirinya berada di sini karena Crystal sedang menghindarinya. Keparat! Dunia memang sempit.
“Apa sudah tidak ada gelas yang harus kuantar lagi?” tanya Crystal pada bartender ketika ia baru saja mengantarkan minuman dan melihat Jack Marquez.
Bartender berambut pirang dengan pakaian bersihnya itu menggelap gelas kaca.
“Sepertinya belum. Namun, ada botol anggur besar. Aku ragu kau bisa mengantarkannya.” Pria itu terkekeh dan menggeleng.
“Kenapa?”
Alis bartender tadi terangkat. Dia meletakkan gelasnya dan menatap tubuh Crystal secara menyeluruh.
“Tubuhmu begitu kecil dan kau wanita. Aku ragu kau tidak kuat membawa botol-botol itu,” kata bartender itu sembari menunjuk dua botol berukuran besar berbahan dasarkan kaca.
Crystal mengerucutkan bibirnya. Dia menggerutu kesal dan mengangkat dagunya tinggi dengan angkuh. “Kau meremehkanku. Aku bisa!”
“Tidak, tidak. Itu berisiko untukmu.”
Sekali lagi, bartender itu menatap Crystal dari atas hingga bawah, memastikan apa Crystal cukup aman membawa botol bir itu. Masih dengan berikeras, Crystal tetap membujuk agar diperbolehkan mengantar botol anggur itu.
“Tidak. Jika kau membuat kesalahan, kau harus ganti rugi. Botol itu sangat mahal.”
“Memangnya botol-botol itu akan diantar ke mana?” tanya Crystal.
“Ke ruang VIP.”
“Astaga, itu tidak terlalu jauh. Aku akan mengantarkannya.” Crystal tertawa hingga dadanya bergoyang sembari menepuk lengan bartender itu dengan jenaka.
Bartender itu terlihat menimbang-nimang, sepertinya Crystal adalah wanita tangguh. Nyatanya, ia berani mengambil risiko bekerja di tempat ini, mengingat dia adalah wanita baik- baik.
“Fine.”
Crystal tersenyum lebar. Kini, ia akan mengantarkan botol anggur besar itu ke ruang VIP. Alasan Crystal untuk mengantarkan botol itu adalah ia ingin menghindari Jack. Setidaknya, ia tidak perlu melihat pria sombong itu di ruang VVIP.
***
Damn.
Crystal mengeluh dalam hati, mengakui botol anggur itu sialan berat. Namun, Crystal yakin ia bisa. Dia berjalan dengan pelan, membelah sekumpulan manusia yang berjoget ria. Itu terdengar mudah, meskipun harus melangkah sempoyongan di antara orang mabuk. Crystal berhasil sampai di koridor. Belok kanan sedikit, ia akan sampai di tujuannya. Semudah itu.
“Crystal.”
Suara bas yang begitu merdu dan familier menyapa Crystal, alhasil membuat kakinya menegang. Tubuhnya kaku. Suara bas itu terdengar di belakangnya ketika Crystal baru saja melewati ruang VVIP, ada seorang yang memanggilnya. Secara naluriah, tubuhnya memutar dan mendapati pria itu berdiri lima langkah di hadapannya.
Damn! Pria yang ia hindari kini berdiri dengan setelan kemeja putihnya sejauh mata memandang.
Crystal membutuhkan sesuatu untuk menghilang sekarang juga, tepat setelah Jack Marquez memergokinya bekerja di kelab. Dia tidak yakin bahwa Jack Marquez hanya sekadar menyapanya. Pasti pria itu akan mengejeknya atau lebih parah dari mengejek, yakni menghina.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Jack sembari melangkah maju.
•••
Halo, apakah sejauh ini kalian suka versi baru atau versi lama dari cerita ini? Sebenarnya, pada bab-bab awal tidak banyak perubahan, tetapi di bab menuju konflik - selesai ada perbedaannya, hehehe.
Jangan lupa vote dan komen, ya. 🙆💖
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com