Million Dollar | Part 1.4 - Meet Him
Happy Reading 🙆❤️
Jangan lupa vote dan komen.
•
•
•
P L A Y L I S T
***
“Jadi, dia memintamu bekerja di perusahaanya?”
Dengan gerakan ringan, Crystal menggangguk. Dia melihat Anna membuka isi kulkas dan membawa minuman di sana.
Begitulah Anna, dia lebih dari sekadar sahabat bagi Crystal. Wanita itu selalu mendukungnya. Kini, wanita berambut bob itu berjalan mendekat dengan sekaleng soda di tangannya.
“Astaga! Sepertinya dia memang mempermainkanmu, Crys.” Sembari menggerutu, Anna meraih makanan ringan yang tersedia di meja apartemen Crystal.
Crystal mempererat pelukannya pada bantal sofa. “Entahlah, pria itu membuatku tidak bisa memilih.”
“Seandainya aku bisa membantu,” lirih Anna merasa tidak enak.
Crystal terkekeh kecil. “Ya Tuhan, kau sudah banyak membantuku. Maafkan aku, aku dipecat dari kelab itu.”
Yeah, kelab. Crystal jadi teringat di mana Jack melihatnya jatuh, tetapi tidak berusaha menolong atau mengejek, melainkan pria itu hanya mematung di tempatnya dengan wajah sulit diartikan. Mungkin pria itu senang melihatnya menderita. Siapa yang tahu isi otak pria itu. Kebanyakan pria adalah manusia berbahaya. Karena kurang beruntung, Crystal harus dipertemukan dengan Jack Marquez lagi.
***
Lagi-lagi, Crystal sama sekali tidak melihat bosnya. Hal itu membuat otaknya berpikir ke mana Jack pergi.
Crystal menghela napas sembari menyandarkan kepalanya di kursi. Lelah menghampirinya. Baru dua hari bekerja di sini ia sudah lembur dan masih punya tugas menumpuk.
“Hai, mau makan siang bersama?”
Crystal mendongak, menemukan pria berkulit pucat dengan rambut pirangnya tiba-tiba duduk di meja gadis itu dengan senyum merekah. Crystal akui semua karyawan di sini banyak sekali, tetapi tidak ada satu untuk bisa dijadikan teman.
Sekarang, ada seorang pria yang menawarkannya makan siang bersama. Yeah, sudah dua hari ini ia makan siang sendiri, mungkin tidak ada salahnya menerima tawaran tersebut.
Pria itu terkekeh. “Oh, maafkan aku. Aku sepertinya terlalu lancang mengajakmu tanpa berkenal dahulu.”
Seolah tahu isi pikiran Crystal, pria itu berinisiatif memperkenalkan dirinya. “Aku Steve. Sedangkan, kau Crystal, bukan?”
Crystal tersenyum tipis, tidak menyangka dirinya cukup terkenal juga.
“Jadi? Bagaimana, kau mau?” tawar Steve dengan senyum malu-malu.
Crystal bangkit berdiri. “Sepertinya tidak ada masalah dengan tawaranmu.”
Steve hampir saja memekik girang. Namun, dia menahannya dan terganti dengan tersenyum lebar. Steve adalah teman pertama bagi Crystal selama ia bekerja di Marquez Group. Setidaknya, pria itu tidak sama menyebalkannya seperti Jack Marquez.
***
Mulanya semua baik-baik saja. Steve membawa nampan berisi dua burger berukuran sedang dengan dua soda. Mereka mengobrol, sampai tiba-tiba suara bas membuat keduanya—Steve dan Crystal-- hampir saja meloncat dari kursi mereka.
“Jadi, begini cara kerja sekretaris baruku?”
Sontak tawa dari Crystal dan Steve yang sedari tadi bercanda gurau di kafetaria mendadak membisu. Mereka mendongakkan kepalanya mencari sumber suara itu berasal.
Pupil lensa mata biru kehijauan Crystal melebar sempurna. Bagaimana tidak? Di samping gadis itu kini berdiri seorang pria yang memakai tuksedo gelap tiga lapis. Tatapan tajam dari Jack Marquez yang terlihat dari atas sangat siap menerkam mangsanya.
Jack Marquez datang. Aura pria itu memancarkan peringatan dengan wajah biasa saja tanpa ada guratan otot di rahangnya. Dia lebih jauh terlihat santai dan tanpa emosi.
“Maaf, Sir. Namun, Anda salah paham,” ujar Steve menjelaskan diikuti dengan kakinya yang kini berdiri.
“Begitukah?” Jack menatap Crystal dengan senyum meremehkan, seolah-olah menilai Crystal dengan artian bukan wanita baik-baik. Tatapannya begitu merendahkan lawan bicaranya.
Mata abu-abu Jack berkilat nakal. “Sebaiknya, kau pikirkan dulu sebelum mendekati wanita itu.”
Jack berbisik, tetapi dengan volume keras sehingga Crystal juga mendengarnya. “Tempo lalu, aku melihatnya di kelab.”
Pria itu lalu berlalu pergi dengan angkuhnya, menunjukkan bahwa ialah pria jantan sesungguhnya.
Steve melihat kepergian atasannya itu dengan alis keriting. Dia pun menatap Crystal seolah meminta penjelasan atas ucapan Jack yang berdengung beberapa detik lalu.
Menurut Steve, Crystal adalah wanita baik-baik dan sopan. Tidak seperti wanita kebanyakan yang sering Jack bawa, memakai mini dress sehingga memperlihatkan lekuk tubuh juga belahan dada mereka.
“Itu benar,” lirih Crystal setelah Steve duduk.
“Apa maksudnya, Crys?” Dengan pandangan yang menyapu wajah Crystal, Steve bertanya, memastikan bahwa fakta itu tidak benar.
“Tidak seperti yang kau sangka. Aku memang di kelab, tetapi aku hanya bekerja menjadi pengantar minuman saja, tidak lebih.” Steve menghela napas. Dia terkejut mengetahui Crystal bekerja di kelab malam. Namun setelah mendengar alasannya, Steve paham dan kali ini Jack salah menilai Crystal.
***
Hari Senin itu, Max dikejutkan dengan kehadiran Jack di Marquez Group. Meskipun pria bermanik abu-abu bersetelan tiga lapis itu adalah pemiliknya, jujur saja, dia sebetulnya jarang sekali datang berkunjung.
Membangun usaha di usia remaja hingga mengalami kejayaan pada saat ini, membuat Jack Marquez memutuskan menghabiskan masa dewasanya untuk berfoya-foya.
Jack memilih Max yang menggantikan posisi CEO di Marquez Group setelah ia merasa muak dengan dunia bisnis.
Kini, Jack datang dengan tampilan yang agak kacau di seluruh bagian garis wajahnya. Seperti kurang tidur dan terlalu banyak pikiran yang mengganggu.
“Jack, kau datang?” tanya Max ketika pria berlensa abu-abu itu tiba-tiba duduk di hadapannya sembari menaikkan kedua kaki di meja.
“Seperti yang kau lihat.” Jack mengedikkan bahu. Ia mengambil sembarang berkas dari meja Max dan melihatnya sebentar, seperti meninjau, tetapi tidak ada saran dan kritik setelahnya.
“Apa yang kau lakukan? Maksudku, aku tahu ini perusahaanmu.” Max mengulurkan tangannya, menerima berkas yang diambil Jack sebelumnya dan menyimpannya di laci.
Jack memutar bola mata dan menyandarkan punggung lebarnya ke kursi, sebelum tiba-tiba menggeram, “Aku akan mengenalkannya, Max.”
“Siapa? Dia? Akhirnya, kau mengikuti saranku.” Max terkekeh hingga bahunya ikut bergetar.
Jack mendesah pelan. Dia melirik Max dan berujar, “Sialan! Kenapa juga aku harus menerima saranmu.”
“Sudahlah, Jack. Omong-omong, kapan kau akan membawa wanita itu ke Kanada?” Max menopang dagu, menatap penuh ke arah Jack.
“Sekarang.”
Kanada adalah daerah asal Camila, ibu Jack. Dia menikahi pewaris tunggal Marquez Group, yakni Paul Marquez yang berusia 30 tahun kala itu, di usia 21 tahun ketika sedang menempuh study di Harvard bersama. Sayangnya, keduanya berpisah ketika Jack berusia 10 tahun dan satu tahun setelah itu ayahnya mendapatkan wanita pengganti dan menetap di Los Angeles.
Tiga tahun setelahnya, Camila dipinang oleh produser film, yakni Arthur, pria asal New York. Namun tak berselang lama, Paul mengalami kecelakaan pesawat bersama istri barunya setelah hubungan pernikahan mereka genap tujuh tahun dan alhasil semua perusahaan dan akses milik Paul Marquez berpindah ke tangan Jack di usianya yang masih remaja. Awalnya, Jack menolak karena ia bercita-cita menjadi pilot bukan pemimpin perusahaan.
Namun, Charles—kakek Jack membimbing dan membujuknya untuk memimpin. Awalnya, Jack bersikeras menolaknya, tetapi setelah ia berumur genap 18 tahun, ia menyerah. Jack pada akhirnya meneruskan perusahaan Paul setelah beberapa lama dipimpin oleh kakeknya.
Jack tahu, kakeknya sudah berumur dan selayaknya pria tua itu harus beristirahat di rumah dengan secangkir kopi dan koran. Jack dengan kedewasaannya, mau meneruskan perusahaan tersebut. Sayangnya, bukannya beristirahat, Charles—kakek Jack justru mengolah tambang minyak bumi setelah pensiun memimpin perusahaan. Dasar pria tua yang serakah, pikir Jack waktu itu. Tak heran jika keluarga Marquez memiliki harta gono-gini yang tak akan habis sampai tujuh turunan.
***
“Ayo!”
Seruan itu alhasil membuat Crystal mendongak ke atas. Dia melihat dengan jelas wajah tampan, rahang persegi, hidung mancung itu ada di hadapannya, sebelum tiba-tiba menarik paksa tangannya. Heck! Ada apa dengan pria gila ini?
Selemah-lemahnya wanita, tetapi Crystal berhasil mengempas tangan Jack dari pergelangan tangannya. Pria itu menoleh dengan kening berkerut. Dua hari ini Crystal lega karena Jack tidak pernah terlihat, tetapi kini pria itu muncul dan kembali bertingkah aneh.
“Apa yang kau lakukan?!” Crystal menggertak. Matanya melotot melihat Jack. Persetan dengan jabatan.
Jack menaikkan kedua alisnya yang tebal dan gelap itu. Dia menjejalkan kedua tangannya di saku celananya.“Kau akan mengetahui nanti.”
Crystal melipat tangan di depan dada dan mengangkat tinggi-tinggi dagunya, kemudian berseru, “Tidak! Aku tidak akan ikut denganmu!”
Jack menelengkan kepala sambil menyunggingkan senyum miring. “Sayangnya, kau tidak ada pilihan untuk menolak.”
Jack hampir menarik lagi pergelangan tangan Crystal, tetapi seolah tahu apa yang akan terjadi, gadis itu segera menjauhkan tangannya dan menjulurkan lidahnya.
“Kau tidak bisa seenaknya sendiri. Aku tahu ini negara bebas, tetapi kau tidak bisa sebebas itu mengaturku,” ujar Crystal menarik senyuman miring.
Jack terkekeh. Yeah, sepertinya Tuhan memang menciptakan pria itu nyaris tanpa cela. Wajahnya sangat-sangat tampan, bahkan dia lebih cocok menjadi model dibanding pengusaha, dilihat dari tubuhnya yang atletis dan kakinya yang panjang.
“Apa kau lupa jika di sini aku atasanmu dan kau masih dalam wilayahku?”
“Holy shit!”
“Come on!” Jack kembali menarik Crystal. Tentu saja Crystal memberontak selama di perjalanan, bahkan banyak orang yang berbisik-bisik tentang mereka, tetapi gadis itu tidak peduli.
Jack dengan langkah lebarnya membuat Crystal kewalahan mengimbanginya. “Tidak perlu menarikku! Aku bisa jalan sendiri.”
Crystal merasa lega ketika Jack akhirnya melepaskan tangan kekarnya dari pergelangan tangannya. Setelah sampai di lift, mereka tidak lagi berbicara.
Ting!
Pintu lift terbuka. Crystal dengan kesal berjalan mendahului Jack, alasannya adalah agar ia tidak ditarik lagi dan tidak menjadi bahan perbincangan hangat para karyawan di sini. Dia tidak mau dicap sebagai jalang penggoda atasannya hanya demi uang.
“Di sini, aku atasanmu, tetapi kenapa kau berjalan di depanku,” ujar Jack santai sembari melihat langkah lebar Crystal.
Crystal sama sekali tidak menoleh dan fokus dengan jalannya. “Aku tidak peduli!”
Namun, sepertinya langkah Crystal kalah lebar dengan langkah Jack saat ini. Buktinya, kini pria itu menyalipnya dan menggeretnya lagi tanpa peduli Crystal yang sibuk menggerutu.
“Jauhkan tanganmu dariku, Sir!” ketus Crystal dengan sorot mata tajam.
Decakan lolosan dari bibir segar Jack. “Tidakkah kau lihat bagaimana pria hidung belang menatapmu lapar?”
Crystal menatap sekitar di mana orang-orang memperhatikannya. “Itu bukan urusanmu! Ingat, kau juga pria hidung belang.”
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com