Million Dollar | Part 4.2 - Paris in Love
Banner by youngkraken
.
.
.
💎read, feel, and fall in love💎
💎i love vote, but i hate boomvote💎
🗼Happy Reading🗼
➖➖➖
Paris, Franch
20.00 AM
Seorang wanita baru saja turun dari limusinnya, heels silvernya mendarat di sebuah karpet merah yang membentang lurus di depannya. Wajahnya tertutup dengan topeng berwarna gold dengan warna merah di sudut atasnya. Melangkah lurus sembari mencari seseorang yang ia kenal, tapi nihil. Semua terlihat asing dan baru untuknya. Tiba-tiba tubuhnya tertarik oleh seseorang. Yeah, siapa lagi seseorang yang berani dan berbuat seseukanya, selain Jack Marquez..
“Syukurlah, aku tidak salah menarik seseorang,” ujar pria berbadan jakung yang berdiri dengan tegap di depannya dengan sepasang topeng berwarna silver menutupi wajahnya.
Pria itu membuka setengah topeng dan membuat satu napas lega lolos begitu saja dari Crhystal bahwa, ia tidak sendiri di pesta topeng ini.
“Gosh... I don't believe Upik Abu has now become Cinderella.”
Crhystal menelik tajam dan menyiku perut Jack dengan sikunya.
“Aku hanya bergurau...” katanya setelah terkekeh. Crhystal mengelus dada melihat tingakh Jack yang sebagian hidupnya hanya bersenang-senang semata. Seolah dunia ini tak akan pernah usai terkikis waktu, semua kekayaannya seakan sebuah kekekalan.
“C’mon!”
Entah dorongan dari mana, setelah menyodorkan lengannya, Crhystal refleks mengapit tangannya di tengah lengan Jack. Berjalan beriringan memasuki ruang tengah pesta itu.
Jack melihat Crhystal dan berkata, “Mau berdansa?”
Crhystal tertegun dan menggeleng. “Tidak... aku tidak bisa berdansa.”
“Aku bisa mengajarimu.”
Belum sempat Crhystal menjawabnya, pria itu sudah menariknya di lantai dansa dengan lampu sorot terfokus pada mereka berdua dan otomatis pasangan yang sedari tadi berdansa mundur.
“Jack, jangan membuatku malu!” geram Crhystal berbisik.
Jack mengangguk dan menarik pinggul Crhystal untuk merapat padanya. Crhystal sempat terkejut dengan tarikan tiba-tiba itu tapi, detik selanjutnya paru-parunya sulit mengambil oksigen ketika, menabrak dada bidang Jack. Gosh! Dia sangat sexy dan panas.
Jack mengambil kedua tangannya di bahunya dengan kedua tangan kekar Jack melingkar di pinggul Crhystal. Jujur saja, perempuan asal Texas ini merasa awkward dengan posisi mereka, terlihat begitu dekat dan saling bertukar oksigen. Gosh ... ini persis di sebuah cerita dongeng yang selalu ibunya bacaan sebagai pengantar tidur. Tapi sialnya, price charming itu adalah Jack Exel Marquez—pria paling menyebalkan sejagat raya.
“Semua akan baik-baik saja,” kata Jack seolah tahu keresahan yang Crhystal rasakan sekarang.
Perlahan, tubuhnya bergerak seirama dengan musik yang mengalun indah. Meski, kaku di awal, tapi Crhystal benar-benar ada yang salah pada dirinya. Entah kenapa, semua terasa aman ketika bersama Jack. Seolah tameng dari segala perang dari lawan. Jack menuntunnya, seirama dengan nada dengan sorot lampu yang menerangi mereka seolah lupa bahwa ini adalah pesta orang lain.
“You look beautiful.”
“Apa?”
Alih-alih menjawab, Jack malah terkekeh melihat wajah cengo Crhystal, lalu berkata, “Lupakan.”
Crhystal merengut kesal. Jujur, sebenarnya ia dengar apa yang Jack lontarkan tapi, ia butuh kejelasan seolah memastikan telinganya bahwa ia tidak salah dengar. Ingat! Wanita butuh kepastian, Bung.
“Kau menyebalkan!”
Terkekeh pelan, Jack menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jarinya. Gosh! Dia sangat cool and gentleman.
“Omong-omong, kenapa kau membawaku ke Paris?” tanya Crhystal.
Jack terdiam sesaat sebelum berkata, “Karena aku ingin.”
“Dasar! Jawaban teraneh yang pernah aku dengar.” Crhystal mengertakkan giginya.
Jack tersenyum. Seolah menyihir otak dan saraf Crhystal saat itu juga. Senyum melelehkan kaum Hawa mana pun yang melihatnya. Jack membuktikan bahwa Tuhan benar-benar membagikan sebagian ketampanan Nabi Yusuf pada manusia.
Anehnya, kenapa Crhystal baru menyadari bahwa Jack benar-benar tampan. Gelenyar aneh membuat sudutnya tertarik dan tersenyum melihat senyum Jack. Bagian kesukaannya mulai sekarang tapi, tidak tahu selanjutnya apa ia akan menyukainya lagi atau tidak.
Crhystal tahu sekarang kenapa banyak wanita yang tergila-gila pada pria itu. Ketampanannya bagai Dewa dapat menyihir wanita mana saja yang melihat pesonanya.
“Wow... wow... siapa wanita yang berada di sampingmu?” tanya Alex, pemilik pesta topeng malam ini.
Pria bermata hazel itu melirik Crhystal dari ujung kaki hingga ujung rambut. Jujur saja, Crhystal merasa risih dengan tatapan seperti itu, apalagi di bagian atas dadanya sedikit membusung karena potongan dada dress sialan tersebut.
“Berhenti menatapnya dengan tatapan laparmu, Berengsek!” Jack mengeratkan tangannya yang berada di pinggul Crhystal.
Alex terkekeh sembari mengangkat kedua tangannya di udara. “Baiklah... aku minta maaf. Omong-omong, kalian terlihat serasi dan berdansa seolah kalian pembuat pesta ini.”
Jack terkekeh setelah meminum vodkanya. “Well... aku terlalu menghayati dansanya.”
“Apa dia Kristal yang pernah kau ajak dulu ke Miami dua bulan lalu?” tanya Alex menatap Crhystal dan sesekali mengedipkan sebelah matanya.
Hell! Crhystal pernah ke Miami? No! No! No! Bahkan, bertemu dengan Jack saja belum genap satu windu. Crhystal mengernyit menatap Jack butuh penjelasan.
“Alex, pestamu ini sungguh meriah,” kata Jack mengalihkan pembicaraan sembari mengangkat gelasnya siap untuk mengguyur tenggorokannya.
“Benarkah? Aku senang kau datang. Sebelumnya, aku pernah mengundangmu tapi kau tidak pernah datang.” Alex memutar bola matanya.
Jack mengembalikan gelasnya pada salah satu pelayan yang tidak sengaja lewat ke nampannya. “Aku baru ingat jika aku punya teman di Paris.” Pria itu terkekeh.
“Sialan!”
***
Sebuah hotel berbintang baru saja mereka masuki. Suasana modern terasa ketika memasuki lobby hotel tersebut. Malam ini, Jack memutuskan menghabiskan malam di Paris. Well... sebenarnya ia bisa saja pulang malam ini juga memakai helikopter ataupun pesawat pribadinya, tapi karena bersama Crhystal ia ingin menghabiskan waktu bersama Crhystal hanya untuk bersenang-senang.
“Kenapa kau memesan satu kamar?” tanya Crhystal setelah, Jack memesan satu kamar pada wanita resepsionis.
“Memangnya apa yang salah?” tanya Jack santai.
“Aku ingin kamar terpisah denganmu. Tidak mungkin aku sekamar dengan pria mesum sepertimu!” seru Crhystal.
Terdiam sesaat dan kepalanya menunduk, Jack berbisik pelan di telinga Crhystal. “Kau yakin? Aku pernah dengar cerita bahwa hotel ini ada—“
Belum sempat Jack berujar, Crhystal buru-buru memotongnya tidak ingin mendengar cerita horor dari pria itu.
“Baiklah... double bet,” kata Crhystal finish.
Jack tersenyum miring sembari memasuki lift dengan Crhystal setelahnya. Tak luput wajah masam yang selalu hadir di wajahnya.
“Apa?! Kenapa satu ranjang?!” pekik Crhystal begitu memasuki kamar hotelnya. Tak ingin sibuk terpaku dengan keadaan hotel megahnya, Crhystal lebih terfokus pada ranjangnya. Ya, hanya ranjang. Damn you, Jack! Crhystal merutuki Jack habis-habisan. Seharusnya, ia tidak bisa sepercaya itu pada Jerk sialan itu.
Menarik sudut bibirnya dan tersenyum nakal, Jack berujar, “Well... apa kau lupa? Kau memesan double bet bukan twin bet.”
Crhystal menahan emosinya yang menggebu-gebu. “Kenapa kau diam saja tadi?!” Mengepalkan tangannya sempurna dan menggeram tertahan. Crhystal cukup ingat bahwa ini bukan di negaranya.
Jack menghela napas sembari melepas jasnya dan duduk di tepi ranjang. “Kupikir itu yang kau inginkan.”
Mematung di tempat, Crhystal masih berdiri di tempatnya melihat pria berambut dark brown melepas sepatunya. “Kau curang, Jack!” tuduhnya setengah protes.
“Apa? Siapa? Aku? Curang?” Jack terkekeh. Mengurungkan niatnya mengganti pakaiannya. “Apa untungnya aku melakukan hal konyol itu?” tanya Jack balik.
Crhystal menggigit bibir bawahnya ragu jawaban yang ingin ia sampaikan tapi, takut Jack menertawakannya. “Agar kita tidur bersama.”
“Astaga... Crhys... aku bahkan tidak berpikir sejauh itu.” Jack terkekeh geli dalam hati mendengar opini Crhystal yang sebenarnya delapan puluh persen benar. Tapi Jack tentu saja tidak akan membenarkan ucapan Crhystal, mengingat ego jauh lebih tinggi.
Mengedikkan bahunya, Crhystal mendesah berat. “Siapa yang tahu? Kau, kan, laki-laki.”
Pria itu berdiri menghampiri Crhystal yang masih saja berdiri. Tangannya terular menarik pergelangan tangan Crhystal. “Santai, Crhys... ini sudah malam, kau butuh istirahat.”
“Tidak!” Crhystal menggeleng cepat.
“Kau takut aku berbuat macam-macam, begitu?” Jack menaikkan sebelah alisnya.
Crhystal mengangguk. Memicingkan matanya dengan sepenuhnya mencurigai laki-laki bermarga Marquez yang sering kali berbuat seenak jidat dengan alasan kekuasaannya. Well ... kekayaan memang dihormati masyarakat meski attitudenya nol.
“Aku berjanji tidak akan melakukannya. Kau bisa mempercayaiku.”
Jack menatap lurus lensa biru kehijauan milik Crhystal dalam penuh keyakinan. Perlahan, kepala Crhystal mengangguk pelan setelah diam sesaat untuk menimang-nimang keputusannya. Tak dapat dipungkiri, Crhystal akhirnya menyerah meski wajahnya masih kusut seperti pakaian belum disetrika. Tapi tak apa, Jack senang membuat Crhystal kesal. Yeah, itu kealihannya.
***
Paris, Franch
07.00 AM
Secangkir cokelat panas menemaninya di pagi hari bersama menara Eifel yang berdiri menjulang jauh di sana membuat paginya secerah mungkin. Lensa mata abu-abunya tak pernah lepas melihat wanita yang tertidur pulas di ranjang. Gerakan menggeliat terlihat jelas wanita itu menggeliat karena cahaya mentari pagi yang mulai menembus jendela.
Jack pikir ini adalah mimpi, tapi ternyata tidak. Seorang wanita yang berada di atas ranjang itu benar-benar nyata. Kilauan lensa biru kehijauan terpampang nyata ketika kelopak matanya perlahan naik.
“Oh, Tuhan!” serunya histeris sembari menaikkan selimut sampai atas lehernya.
“Bonjour,” sapanya menggunakan bahasa Perancis.
“Kau—“ Crhystal meneliti setiap inci tubuhnya dan meneliti pakaiannya masih lengkap atau tidak. Ia bersyukur ketika, baju yang ia kenakan sekarang masih lengkap dan utuh.
Secangkir cokelat ia turunkan dan berada di atas meja. “Well... kau adalah wanita pemalas. Ini sudah pukul 7.” Jack berujar setelah melirik arloji hitamnya yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Aku lelah.”
“Ya... beristirahatlah karena, siang nanti kau sudah tidak ada waktu untuk tidur.”
Paris, Franch
01.0AM
There goes my heart beating
Cause you are the reason
I'm losing my sleep
Please come back now
I'd climb every mountain
Pria berkulit hitam asal Afrika itu sukses membuat pejalan kaki berhenti hanya untuk mendengarkan suaranya yang merdu. Kepandaiannya dalam bermusik membuatnya menghasilkan uang. Seperti sekarang, banyak pejalan kaki yang menikmati suaranya menyayikan you are the reason dari Calum Scott dengan merdunya. Tak hanya itu, bahkan beberapa dari mereka tak segan-segan merekamnya.
Just to be with you
And fix what I've broken
Oh, cause I need you to see
That you are the reason
Sepenggal kata terakhir mengakhir lagunya. Banyak dari mereka bertepuk tangan dan memberikan uang mereka.
Tanpa sadar, pria di sebelahnya sedari tadi memperhatikannya. Crhystal terlalu fokus pada pengamen jalanan itu tanpa sadar Jack tersenyum tipis melihat Crhystal tersenyum. Tanpa diduga, Jack berjalan maju membuat Crhystal bingung ditambah lagi, Jack berbisik pada pengamen jalanan tadi.
“Apa yang dia lakukan?” tanya Crhystal bermonolog ketika, melihat Jack menerima gitar dari pengamen jalanan tadi.
Sebelum melakukan aksinya, Jack tersenyum pada Crhystal. Well... entah senyum apa itu, tapi percayalah pipi Crhystal memanas sempurna.
Suara petikan pertama sebagai pembuka ketika tiap lirik lagu ia alunkan bersama petikan gitar di tangannya yang kokoh. Baru awal, banyak wanita remaja yang menjerit histeris melihat Jack menyanyikan lagunya. Pria itu benar-benar mendalami lagunya, menyanyikan salah satu lagu dari Zayn Malik yang berjudul Let Me pria itu bernyanyi tidak sama persis dengan penyanyi asli tapi, sungguh suaranya bagus dan maskulin.
Baby, let me be your man
So I can love you
And if you let me be your man
Then I'll take care of you, you
For the rest of my life, for the rest of yours
For the rest of my life, for the rest of yours
For the rest of ours
Bahkan, kotak gitar yang berada di depannya kembali terisi penuh dengan beberapa lembar uang. Tapi Jack tidak butuh itu. Karena tujuannya hanya untuk menghibur Crhystal. Persetanan dengan pengamen tadi, jujur saja ia merasa iri dengan pengamen jalanan tadi yang sukses mencuri perhatian Crhystal. Tak mau kalah, Jack pun maju dan mulai menyumbangkan suaranya.
Mengenakan hoodie dan tato burung elang di lehernya membuat pejalan kaki sibuk memotret atau merekamnya dengan sekedar suka, hobi, ataupun untuk instastory saja.
Suara tepukan tangan tak kalah meriah dari sebelumnya ketika, Jack selesai dengan lagunya dan kembali mengembalikan gitar tadi pada pemiliknya. Pria itu berjalan tanpa melepaskan tatapan pada Crhystal yang berdiri tak jauh darinya. Seolah Crhystal adalah satu-satunya objek di sini.
“Bagaimana? Kau suka?” tanyanya begitu berdiri di samping Crhystal.
“Aku tahu kau akan bertanya seperti itu.”
“Baiklah... bagaimana pendapatmu?”
Crhystal pura-pura berpikir lama sebelum menjawab pertanyaan Jack. “Nilai B untukmu.” Crhystal berujar sembari berjalan mengelilingi jalanan Paris siang ini.
Jack berjalan di sampingnya dengan kedua tangan yang berada di saku hoodienya.
“Hell! Aku ingin nilai A.”
Crhystal mendengus kesal. “Kau tanya pendapatku dan aku sudah menjawabnya tapi kau malah ingin lebih.”
“Aku tidak puas dengan penilaianmu. Kau lihat? Aku tadi menghasilkan uang banyak.”
“Tidak perlu mengamen kau sudah menghasilkan uang banyak.”
Jack berhenti melangkah dan diam sesaat. Crhystal refleks ikut berhenti dan menatap Jack lama menunggu pria itu. “Kau benar.” Pria itu tersenyum dengan bangga. “Sekarang ayo kita habiskan uangku untuk makan masakan Perancis,” katanya sembari merangkul pundak Crhystal.
“Seingatku kau mempunyai 30 koki di mansionmu dengan negara yang berbeda. Salah satu di antara mereka pasti bisa membuat masakan Perancis.”
***
“Jack, aku sudah pernah menanyakan ini. Kupikir itu tidak akan menganggukku tapi, aku salah.” Crhystal berujar sembari menatap Jack dalam dan terpaksa mengurungkan niatnya untuk menikmati cassoulet .
“Katakan apa itu,” kata Jack setelah memasang serbet di pahanya.
Crhystal berdehem sejenak sebelum melepaskan sendok dan garpu makannya di atas meja. “Ini adalah pertanyaan yang sama yang pernah aku tanyakan.”
“Ya?”
“Ucapan Alex waktu di pesta topeng benar-benar menganggukku. Maksudku, siapa Crhystal yang dia maksud? Aku yakin itu bukan aku karena, dua bulan lalu kita belum saling mengenal.” Crhystal bernapas lega setelah mengutarakan keresahannya.
“Baiklah...” katanya setelah meminum sidecarnya. “Jadi aku harus memulai dari mana, ya?” Jack mengelus dagunya seolah berpikir keras.
“Terserah.”
Mendesah dan menatap lurus lensa Crhystal, Jack berkata, “Well... sebenarnya Kristal bukan kau Crhystal... dia adalah mantan kekasihku.” Jack berujar sembari memotong confit de canard. Olahan dari bebek itu adalah salah satu menu kesukaan Jack dari daftar masakan Perancis.
“Jadi, kita memiliki nama yang sama? Dan itu termasuk alasanmu memecatku dulu? Oh, my!” Crhystal mendesah pelan menatap makanannya yang sama sekali belum disentuh. “Kau memanfaatkan namaku, benar begitu?”
“Kurang lebih seperti itu,” jawab Jack santai.
“Jack... mungkin kau bisa memanfaatkanku karena kekuasaanmu. Tapi, aku tidak ingin terlibat ini semua terlalu lama.”
Jack menghentikan aktivitas makannya dan menatap Crhystal lekat di lensa biru kehijauannya. “Kau boleh sesukamu setelah semua selesai. Setelah kita bertunangan.”
Diameter pupil mata Crhystal melebar sempurna. “T-tunangan? Hell! Ini tidak termasuk dalam rencana.”
“Percayalah, Crhys... setelah kita bertunangan selama tiga windu kau bebas.”
Crhystal benar-benar hampir gila. Rasanya ia ingin teriak dan mencakar habis wajah Jack.
***
PERJANJIAN
Disebutkan pihak pertama bernama Jack Exel Marquez dengan pihak kedua bernama Crhystal Elsabrath yang menyetujui perjanjian di bawah ini :
1.Pihak Pertama dan Pihak Kedua akan melangsungkan pertunangan selama tiga bulan.
2.Pihak Kedua harus berlaku manis selama keterikatannya dengan Pihak Pertama.
3.Pihak Kedua tidak diperbolehkan menolak dan harus mematuhi dan menuruti semua perintah Pihak Pertama.
4.Selama masa pertunangan, Pihak Kedua diharuskan tinggal seatap dengan Pihak Pertama.
5.Masing-masing pihak tidak diperkenankan ikut campur dengan urusan pribadi masing-masing.
6.Selama kontrak ini berlaku, Pihak Kedua tidak diperbolehkan dekat dengan lawan jenisnya.
Apabila masing-masing pihak melanggar aturan di atas maka, pihak yang melanggar wajib terkena denda sebanyak satu saju dolar. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Pihak Pertama Pihak Kedua
......................... ...................
“What the hell! Kenapa semua peraturannya merugikanku?!” seru Crhystal ketika Jack menyerahkannya kertas putih di atas ranjang kamar hotelnya.
“Aku tidak keberatan dengan itu semua.”
“Tapi, aku yang keberatan!!” sanggah Crhystal.
Jack menatap kertas itu sejenak sebelum berkata, “Aku tidak keberatan,” katanya sembari duduk di tepi ranjang.
“Ayolah! Siapa orang gila yang membuat perjanjian seperti ini?” Crhystal mengusap wajahnya secara kasar.
“Tidak ada. Hanya orang tampan yang mampu membuatnya,” celetuk Jack dengan senyum smirk khas pria itu.
Demi nematoda, perjanjian gila macam apa yang memberatkan salah satu pihak? Oh, ayolah! Ini memang negara bebas tapi kau tidak bisa sebebas itu mengatur hak orang lain.
“Kau hanya perlu bertanda tangan, Crhys. Apa susahnya?”
Crhystal menatap nyalang pria jakung itu. Tidak ada sorot mata bersahabat yang ia tunjukan. Garis wajahnya menyiratkan penuh amarah dan emosi.
“Tentu saja, susah. Kau memberatkanku dengan perjanjian ini! Tidak bisakah perjanjian seperti itu tidak ada di muka bumi ini?!” serunya hampir berteriak.
Jack berdiri menghampiri Crhystal yang menetralkan napasnya yang tersengal-sengal. Mengambil anak rambut yang menutupi sebagian wajahnya ke belakang telinga. “Baiklah... sekarang apa maumu?”
“Menjauh darimu, tentu saja!”
“Oh, c’mon, Crhys... aku butuh bantuanmu.”
“Tapi kenapa harus aku, Jack?!” seru Crhystal.
Jack menatap lekat sepasang bola mata yang menyiratkan emosinya di dalamnya. Terdengar helaan napas panjang sebelum ucapan lolos begitu saja dari bibirnya. “Karena kau memiliki nama Crhystal.” Jack terdiam sesaat. Suasana hening untuk beberapa detik ke depan sebelum Jack mulai berkata, “Aku harus memperkenalkanmu pada keluargaku bahwa Kristal yang meninggalkanku tidak benar-benar meninggalkanku dengan adanya dirimu, Crhys... percayalah, kali ini aku memohon padamu.”
Tangannya terasa berat, bahkan untuk membuat suatu bentuk abstrak rasanya susah. Malam ini ia tahu kenapa cuaca di Paris agak mendung dan tidak ada bintang di sana. Sama yang dirasakan Crhystal saat ini, membuktikan bahwa tidak hanya hatinya yang mendung tetapi juga semesta turut sedih melihatnya bimbang.
Udara malam menerobos masuk pori-pori kulitnya tapi untung saja malam ini ia mengenakan hoodie. Sebelum benar-benar membuat noda hitam di kertas putih itu, Crhystal menghela napas sebelum senyum terukir di wajah Jack, di mana senyuman yang didamba para gadis yang mana kebahagiaan hanya terbentuk dengan hal sesederhana itu.
“Akhirnya, kau mau menandatanganinya.” Jack terkekeh setelah pena hitam itu terjatuh di lantai.
“Kau yang memohon padaku.”
“Well... aku ingat dengan baik.” Pria bertubuh jakung itu berdiri dan menyangga tubuhnya yang kuat pada pagar balkon menghadap Crhystal sebagai subjeknya padahal, di belakangnya ada Menara Eifel yang jauh lebih menarik.
“Kuharap ini cepat selesai.”
-----------------------------------------------------------
Thank u -emmahayley- for ur made new cover for my story , i like it and fall in love with ur cover. ❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com