Truyen2U.Net quay lại rồi đây! Các bạn truy cập Truyen2U.Com. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1


Suara rintik hujan bergema sepanjang lorong gelap itu. Hujan yang telah turun dengan lebatnya sejak tadi siang, kini hanya digantikan oleh gerimis kecil.

Malam ini, udara tidak begitu dingin seperti malam sebelumnya, akan tetapi cahaya bulan tertutupi oleh awan-awan gelap, membuat seluruh kota terlihat gelap. Hanya sinar dari lampu perumahan dan jalan raya yang paling tidak menerangi jalanannya.

Perlu dikatakan, aku terbangun lagi malam ini. Terkadang ketika aku tidak bisa tidur, berjalan-jalan di malam hari adalah kebiasaanku.

Suasana kota menjadi sunyi senyap ketika hari sudah gelap. Jalanan pun masih basah tergenang air hujan tadi sore.

Tanpa disadari, aku melangkahkan kaki dan menginjak kubangan air. Aku menengok ke bawah, melihat refleksi diriku sejenak lalu mendongakkan kepalaku untuk melihat satu tempat yang belum pernah kujumpai sebelumnya.

Aku membuka dan membiarkan tudung jaketku menggantung ke belakang sambil menengok ke arah lorong sepi itu.

Dari tampak luarnya, lorong ini terlihat seperti sarang para penyamun, pembegal, dan para kriminal lainnya. Terlihat dari coretan- coretan di dinding yang walaupun warnanya nyaris pudar. Di beberapa titik bahkan terlihat goresan dan bercak merah.

Delapan belas tahun aku tinggal di Alaska, tapi belum sekalipun aku melihat lorong ini. Memang karena letaknya di ujung kota.

"Halo?" Suaraku bergema sepanjang lorong, membuatnya terdengar lebih parau. Aku menunggu beberapa lama--berharap akan mendapat jawaban dari seseorang dari dalam-- namun yang terdengar hanyalah suara tiupan angin.

Karena penasaran, aku melangkahkan kaki dan menyusuri jalan sempit nan gelap itu. Tak ada yang dapat kudengar selain dari pada bunyi sepatu botku yang menghantam pelan jalanan becek itu.

Rasanya ingin balik ke tempat aku berdiri awal, tetapi kini aku sudah berjalan cukup jauh. Lagipula, lorong ini tidak begitu buruk-buruk juga setelah kau mencoba masuk ke dalam.

Ya, sejauh ini, tak ada sesuatu yang aku dapatkan menarik. Hanya beberapa coretan di dinding dan kontainer-kontainer oli terbuat dari kaleng yang sudah berkarat. Kegelapan malam hari mungkin yang membuat jalan ini tampak mengerikan mungkin bagi beberapa orang.

Sesekali aku mendengar suara-suara. Suara jeritan seseorang meminta tolong. Suara itu datang setiap 1 menit, membuat bulu kudukku naik. Rasa penasaran yang dicampur dengan takut menyelimutiku. Suara itu terdengar semakin keras setiap detiknya.

Tak tahan lagi, aku mengikuti arah suara itu. Berdasarkan tebakanku, suara itu muncul dari ujung lorong dan yang kutahu sang pemilik suara sedang meminta tolong. Aku mempercepat langkahku dan menemukannya sesuai dengan dugaanku.

Seorang anak laki-laki berumur kurang lebih 11 tahun, diikat di satu kursi. Ia tampak buruk dan lemas. Dapat dilihat dari rambut ikalnya yang berantakan turun sehingga setengah matanya tertutup. Luka terdapat di seluruh bagian tubuhnya. Disamping kiri kanannya, berdiri 2 pria bertubuh besar yang sudah menatap sinis kearahku. Sudah jelas, dua pria ini yang pasti melukai dia.

"Wah, Tampaknya kita kedatangan tamu," Ucap salah satu dari mereka sambil menyilangkan tangan.

Anak laki-laki itu tampak bingung sekaligus lega.

"Apa yang gadis kecil sepertimu lakukan disini? Di malam ini?" Yang lain berkata dengan nada ditekan.

"Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kalian lakukan disini? Dengan anak tak bersalah ini? Kalian tahu, aku bisa saja melaporkan perbuatan kalian ke polisi," ancamku balik.

Mereka berdua tertawa mengejek, membuat rasa kepercayaan diriku menurun.

"Kau tidak tahu siapa kami? Dan anak ini bukanlah urusanmu," Mereka tertawa lagi.

Sudah cukup mereka menganggapku sebagai anak kecil. Aku bisa menghajar mereka berdua sekaligus dalam satu pukulan.

"Mungkin bukan, tapi kalian berdua urusanku," aku membalas. Sekilas aku sempat membayangkan tentang apa yang pernah terjadi bertahun-tahun yang lalu.

"Memangnya siapa kamu? Jangan main-main dengan kami," ucap mereka kesal.

"A-," Aku baru saja ingin menyahut dan menunjukan keahlianku ketika seseorang menutup mulutku dari belakang. Aku mencoba melepaskannya, namun usahaku sia-sia.

Aku menengok ke arah orang itu. Max. Ergh, sudah kuduga. Ia terus mengikutiku kemanapun aku pergi. Aku bukanlah anak lima tahun yang harus terus harus diperhatikan. Aku sudah tumbuh dewasa.

"Maaf, adik kecilku memang suka bertingkah seolah ia adalah pahlawan super di tv. Maafkan kami," Max berkata dengan sopan kepada mereka.

Mereka menatapku dengan pandangan tajam dan mengerikan kemudian menengok balik ke Max.

"Dasar anak kecil! Cepat bawa ia pergi. Sebelum kami berubah pikiran."

Max mengangguk dan menyeretku keluar dari tempat itu. Aku sempat menolak dan mencoba untuk berteriak kepada mereka, tetapi Max tidak membiarkannya dan terus menutupi mulutku.

Setelah sampai di depan lorong, Max melepaskan tangannya dari mulutku.

"Apa yang kau lakukan disini? Kau tahu, ini tengah malam? Aku mengkhawatirkan mu," Max akhirnya berbicara.

Aku memberikan muka kesalku dan menyilangkan tangan.

"Aku hanya sedang mencoba untuk membantu dan menolong manusia. Apa itu salah?" Aku memberontak.

"Sierra, sudah kuperingatkan ribuan kali untuk tidak ikut campur dengan masalah manusia. Mereka juga tidak membutuhkan kita."

"Max, Kau pikir siapa yang menjaga kedamaian di bumi bertahun- tahun yang lalu? Kau tahu cerita itu kan? Kau sendiri yang sering menceritakannya dulu."

"Itu terjadi berabad-abad yang lalu, Erra. Jangan menyamakannya dengan hari ini. Jika manusia tahu keberadaan kita, mereka tak segan- segan membunuh kita."

Aku mendesah kesal.

"Tapi kita harus melakukan sesuatu. Kau tahu anak malang didalam itu. Kita harus menolongnya."

"Dia bukan urusanmu. Jangan bertingkah seperti anak kecil. Ayo, kita harus pergi." Max menarik tanganku tetapi aku dengan cepat melepaskannya.

"Kau tak mengerti. Manusia membutuhkan pertolongan kita. Lihat saja, sejak SECTA yang mengambil alih, keamanan menjadi berkurang. Kita harus bertindak sesuatu, Max," balasku dengan keras kepala.

"Mereka bahkan tidak lagi mengenal siapa kita. Kata 'penyihir' itu sudah dilupakan bertahun- tahun yang lalu. Hanya kelompok SECTA dan beberapa orang-orang tua yang masih tahu. Dan jika mereka menemukan keberadaan kita, kau tahu apa yang akan terjadi."

Max memang benar, penyihir sudah dilupakan bertahun- tahun yang lalu. Pasti ada cara untuk membuat mereka menyadari dan menghormati kami lagi.

"Sudahlah, aku malas bertengkar dengan kau. Ayo pulang." Max meraih tanganku dan membawaku pulang.

A/N:
Okay, jadi dari bab pertama, menurut kalian Sierra adalah tipe perempuan yang bagaimana?

a. Berani
b. Keras kepala (stubborn)
c. Cool

Kutunggu votes and comments nya ya thank you.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com