Truyen2U.Net quay lại rồi đây! Các bạn truy cập Truyen2U.Com. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 16

"Kau ..." hanya itu yang berhasil keluar dari bibir Alina. Jantungnya berdebar begitu keras karena terkejutnya melihat siapa yang berdiri di pintu.

"Alina!" teriak orang itu sebelum melanjutkan, "Aku mengirim surel padamu tapi tidak pernah kau balas. Aku mencarimu ke museum tempat kerjamu, dan berhasil mendapatkan alamat Villa Morga tempat kau dan Profesor Danika menginap. Siapa pria ini?"

Varthan mundur selangkah, dan berbalik badan, menatap Alina dengan begitu banyak pertanyaan di sorot matanya.

"Siapa dia, Alina?"

Alina mencoba bernapas normal, menghela napas, namun rasa kagetnya membuat suaranya terdengar seperti decitan halus.

"Dia Regan. Mantan tunanganku."

Varthan tercengang, dan pelan mundur beberapa langkah lagi sambil tatapannya tak lepas dari Regan, memberi ruang bagi Regan untuk masuk.

Regan melangkah masuk, menganggukkan sedikit kepalanya pada Varthan. Gaya berpakaian Regan terlihat begitu mahal dan rapi, pantalon hitam, sepatu kulit buaya, jas abu-abu berkancing dua, wajah gantengnya mulus dengan goateeyang dicukur rapi. Seuntai kalung perak berbandulkan batu topaz biru bulat menggantung di leher pemuda itu.

Jantung Alina berdebar semakin kacau balau ketika matanya sejenak terpaku pada kalung perak Regan. Kalung perak berbandul batu topaz biru itu adalah hadiah ulangtahun untuk Regan darinya saat awal dulu mereka pacaran. Topaz, batu mulia bulan lahir November, bulan kelahiran Regan. Ia dulu selalu suka kalau Regan mengenakan kalung pemberiannya itu.

"Untuk apa kau ke sini, Regan?" suaranya terlalu lemah, terlalu kaget, ia tahu itu, dan ia sungguh merasa tidak enak dengan Varthan.

"Kita perlu bicara, Alina. Dan siapa pemuda bertopeng itu?" Regan menoleh cepat pada Varthan.

"Aku Varthan. Kalian berbicaralah di sini. Aku ... aku akan keluar," Varthan langsung menjawab, matanya lekat menatap Alina. Pemuda itu tampak terpaku, seakan masih mencoba memutuskan apakah ia akan keluar rumah, lalu pelan-pelan Varthan berbalik dan melangkah berat menuju pintu rumah.

Tapi Regan tidak peduli. Ia langsung balik menatap Alina. "Aku tahu aku berbuat salah padamu, Alina. Aku datang untuk memohon padamu. Beri aku kesempatan kedua ..." Regan berkata lembut, dan melanjutkan,"Kau dan aku. Hidup baru bersama. Aku akan membahagiakanmu, menghangatkanmu. Selama-lamanya. Tidak akan pernah berpisah. Kita lawan orang-orang yang mau mengganggu kita."

Alina bengong sesaat, memproses kalimat-kalimat Regan itu – kalimat yang terdengar begitu aneh di telinganya karena tidak seperti gaya Regan berbicara, dan dari ekor matanya ia melihat Varthan menghentikan mendadak langkahnya yang sudah mencapai pintu rumah dan berbalik cepat.

"Regan? Kamu apa-apaan? Kau dan aku sudah berakhir! Selesai!" tukas Alina, amarahnya membubung melihat tampang Regan yang cengar-cengir polos di hadapannya seakan semua pengkhianatannya sudah menguap hilang dari memori Alina.

"Alina, aku sayang padamu! Masih!" Regan mencoba meraih tangannya dan Alina menepis keras sambil mundur.

"Hentikan!" bentakan Varthan terdengar, dan Alina menoleh, teriakan kecil keluar dari bibirnya melihat Varthan sudah mengeluarkan xandkarade.

"Varthan! Keluarlah! Aku bisa hadapi Regan!"

"Alina! Pemuda itu sudah gila! Ia akan menembakkan panah padaku!" teriak Regan marah.

Namun Varthan tetap tenang dan mengarahkan panahnya lurus ke Regan dengan konsentrasi seorang pemanah kelas wahid. "Kau bukan Regan. Kau Roxana. Kalimat yang tadi kau ucapkan adalah kalimat yang digunakan Roxana, sama persis seperti saat ia menggodaku di vaerrim 500 tahun lalu!"

"Varthan?" hanya itu yang berhasil keluar dari mulut Alina.

"Alina, aku mengerti sekarang. Roxana mencengkeram kepalamu semalam di ruang bawah tanah, saat itu ia sebenarnya sedang merebut semua memorimu, segala hal yang indah dan bermakna bagimu. Ia iblis, Alina! Sekarang ia menggunakan apa yang ia rebut darimu untuk mencelakakanmu. Regan di hadapanmu itu bukan Regan, tapi Roxana yang mengubah dirinya menjadi Regan sesuai dengan apa yang direbutnya dari benakmu semalam," Varthan dengan tenang menjelaskan.

Alina menganga, dan ia mengingat semalam, ketika Danika dalam rasukan Roxana mencengkeram kepalanya dan ia merasakan segenap isi tempurung kepalanya seakan tersedot keluar ... .

Tapi bagaimana mungkin? Bagaimana bisa?Pertanyaan itu berulang di benak Alina. Bagaimana mungkin memorinya bisa begitu saja direbut dan digunakan Roxana untuk mengubah dirinya menjadi Regan, versi Regan yang ia sukai dulu, dengan kalung perak topazbiru – untuk mencelakakannya?

Roxana jelas ada dari pengalamannya semalam, dan jelas berkemampuan nujum tinggi. Mengubah dirinya menjadi Regan mungkin bukan hal sulit bagi wanita nujum itu. Tapi ...

Alina menjadi begitu bingung.

"Menyingkirlah, Alina. Aku mohon. Percayalah padaku. Ia Roxana!" suara Varthan masih tenang.

"Alina, dia gila! Jangan biarkan dia membunuhku! Alina!" seru Regan dalam paniknya, kedua bola matanya membelalak ke Alina, dan Alina balas menatap wajah ganteng yang dulu sempat membuatnya jatuh cinta setengah mati itu, dilihatnya ketakutan yang sekarang jelas membayang di wajah yang menjadi semakin pucat pasi itu.

"Varthan, jangan. Jangan panah Regan. Bagaimana kalau kau salah? Bagaimana kalau ia benar-benar Regan? Kau akan membunuh orang!" seru Alina akhirnya.

Varthan berkedip, menggeleng pelan, dan berkata dengan suara yang masih begitu tenang,"Aku sudah membunuh begitu banyak orang dalam hidupku, Alina. Membunuh satu orang lagi sungguh tidak ada lagi bedanya bagiku."

Varthan menarik panahnya, dan Alina sibuk menggelengkan kepalanya, mencoba mencegah, dan entah apa yang di pikirannya, ia melangkah dan berdiri tegak di antara Regan dan Varthan dengan tangan terentang – mencoba melindungi Regan.

"Alina! Menyingkirlah! Aku mohon, Alina. Aku mohon percayalah padaku. Ia adalah Roxana!" konsentrasi Varthan terpecah dan kini ia mengangkat kepalanya, menatap Alina, menjauh dari bidikan panahnya.

"Alina! Jangan biarkan ia memanahku!"

"Alina, menyingkirlah!"

Alina gemetar dalam bingungnya, gemetar yang terlihat jelas sampai ujung jari jemarinya di tangannya yang masih terentang.

Varthan menatapnya lekat, tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya berkata,"Taras eres rei vara, Alina! Ragar augari imka karandara éllas!" ucap Varthan dalam bahasa kuno Valezar. (Berlarilah ke arahku, Alina! Kita selamatkan diri bersama!).

Alina membalas tatapan Varthan yang lurus tak berkedip ke arahnya ketika pada saat yang sama otaknya mencerna apa yang barusan diucapkan sang raja, dan dengan cepat menyadari maksud Varthan adalah untuk melihat apakah Regan di hadapannya mengerti bahasa Valezar kuno. Kalau ia mengerti, berarti ia bukan Regan asli, karena Regan asli tentu tidak tahu menahu soal bahasa kuno itu.

"Vastara!" ("Sekarang!") teriak Varthan, dan Alina memutar tumitnya, tunggang langgang ke arah Varthan, dan Regan ikut berlari jauh lebih cepat darinya, berdiri tiga langkah di hadapannya, merentangkan kedua tangannya, menghalanginya mencapai Varthan.

Alina tergagap, Regan menatapnya dengan seringai yang mengingatkannya pada seringai Danika saat dirasuki Roxana.

"Kau mengerti apa yang dikatakan Varthan dalam bahasa Valezar kuno, karena itu kau ikut berlari untuk menghalangi aku mencapainya! Kau bukan Regan asli!" teriak Alina menahan amarah karena ia yakin sekarang kalau Regan di hadapannya adalah jelmaan Roxana yang mengerti bahasa kuno Valezar, yang ingin mencegahnya lari ke Varthan.

Regan meraung, menjejakkan kakinya dan menerjang Alina bagai singa luka yang mengamuk, tapi sebelum sempat tangan Regan jelmaan Roxana yang kini berkuku-kuku tajam itu itu mencabik wajahnya, Alina mendengar kesiuran angin, dan Regan melolong keras, terjungkal ke belakang, tak bergerak, terlentang di lantai diterjang panah hitam xandkaradetepat di keningnya.

"Kurang ajar kau iblis keparat! Kau tidak berhak menggunakan memoriku untuk kegilaanmu!" Alina histeris, airmatanya berderai-derai dalam amarahnya yang meledak sambil berlutut di samping tubuh Regan jelmaan dan mulai memukuli tubuh itu.

Varthan berlari mencapai Alina, mencoba menarik tangannya untuk menjauh, tapi gagal karena gadis itu masih mengamuk. "Alina! Menjauh! Itu bukan Regan!" seru Varthan, lalu pemuda itu meraih tubuh Alina dan mendekapnya sambil menariknya, tidak peduli pemberontakan gadis itu, menjauh dari Regan.

Asap hitam berbau busuk menyengat mengepul dari tubuh Regan, dan dalam sebuah ledakan bunga api yang menggetarkan rumah tua itu, tubuh itu berubah jadi asap, dan Roxana muncul.

Wanita iblis itu begitu cantik. Mata hijaunya bening dingin bagai danau es, kulit putih mulus dengan pakaian ketat berwarna merah darah dan rambut panjangnya tergerai lepas menutupi pinggang rampingnya.

"Roxana! Kau kurang ajar!" Alina dalam kalap marahnya tidak peduli siapa yang berdiri di hadapannya dan merangsek maju, ingin menampar wanita itu. Tapi Varthan menahannya.

"Gadis tolol mau melawanku?" seringai Roxana berhasil membuat sekujur tubuh Alina dingin.

Roxana melangkah pelan, mendekat ke arah mereka, matanya lekat pada Varthan, sementara Alina melepaskan pelukan Varthan dan mencoba berdiri tegak walau lututnya gemetar hebat.

"Aku tahu kau membenciku, Varthan. Bagimu aku hanyalah pengkhianat besar bangsa Valezar. Itu benar. Tapi hari ini dengar dulu ceritaku, cerita nyata hidupku yang harus kau ketahui!"

"Aku tidak akan percaya semua kata-katamu, iblis!" suara Varthan tertahan, mencoba menahan amarahnya.

"Aku harus mendapatkan tahta permaisuri Valezar karena itu adalah yang dijanjikan padaku, Varthan," ucap Roxana, setiap kata ia tekankan dengan jelas. Untuk sesaat, Alina merasa ia hampir melihat setitik duka di mata hijau indah itu. "Aku akan ceritakan semua, semua yang Tashem memintaku berjanji untuk tidak pernah memberitahumu. Janji yang sekarang kulanggar, karena nyatanya tidak pernah ada orang yang peduli pada janji mereka padaku."

"Kau gila, Roxana! Jangan bawa-bawa Paman Tashem dalam kegelapanmu!"

"Ayahandamu, Raja Morand. Apa yang kau ketahui tentangnya?" Roxana bertanya sambil menelengkan kepalanya.

Varthan mengatur napasnya, memproses pertanyaan Roxana itu. "Ia adalah ayahanda yang baik. Ia sibuk memikirkan rakyatnya, menjaga Valezar," sahut Varthan. Alina merasakan kepalanya begitu pusing berputar saat ini, tapi ia meneguhkan hatinya, berdiri di samping Varthan, siap mendengarkan.

"Morand dan Ixara, ibundamu, awalnya adalah pasangan yang penuh cinta. Tapi semenjak ibundamu mengandung dan melahirkanmu, ia berubah banyak. Ratu Ixara menjadi begitu dingin. Ia lebih banyak mengurung dirinya, tidak pernah melakukan tugas-tugasnya sebagai permaisuri. Sementara aku ... aku datang dari keluarga yang sangat miskin di provinsi kecil di utara Valezar. Bakat nujumku diketahui penujum utama Valezar saat itu, dan aku masuk istana vaerrim saat umurku 16 untuk memulai pelatihan sebagai penujum, dan kau, putra mahkota Varthan, saat itu belumlah 5 tahun ... " Roxana memejamkan matanya, mencoba mengingat-ingat semua yang terjadi.

"Hubungan Morand dan Ixara semakin menjauh dan dingin. Ixara hanya mengurung diri. Itu saja kerjaannya. Saat aku berumur 18, Raja Morand memaksaku untuk memulai sebuah hubungan asmara terlarang."

"Bohong!" Varthan menggelegar dengan kemarahan luar biasa. Xandkarade-nya ia keluarkan lagi, dan ia genggam di tangannya yang bergetar karena marah.

"Dengar dulu! Dengar! Aku mau, dan aku biarkan si tua ceking Morand untuk melakukan apapun yang ia mau padaku karena ia berjanji aku akan ia jadikan permaisuri menggantikan Ixara. Aku serahkan semua kepada Morand karena janji itu! Aku gadis miskin yang ingin jadi permaisuri! Hanya itu mauku! Aku akan lakukan apapun itu untuk tahta itu!"

"Kau bohong! Ayahku sangat mencintai ibuku!"

"Mencintai? Cinta adalah sampah! Ia berlagak mencintai ibundamu karena ada aku yang memuaskannya di balik punggung ibumu! Bahkan kadang kurasa ibumu tahu perselingkuhan ayahmu tapi entah kenapa ia diam saja!"

"Keparat kau!" amarah Varthan meledak dan ia akan menembak xandkaradepada Roxana. Tapi Roxana tidak peduli dan tetap bercerita."Tashem tahu soal perselingkuhan Morand dan aku, dan ia ingin memastikan Ixara, kakak kandungnya, tetap di tahta permaisuri. Tashem menjebakku, memfitnahku berselingkuh dengan salah satu punggawa Morand. Aku bahkan sempat dipenjara karena itu, tapi sebelum aku dihukum, kudeta berdarah terjadi. Morand dan Ixara mati mengenaskan, dan kau diselamatkan Tashem. Dan aku? Impianku jadi permaisuri, apa yang sudah dijanjikan padaku, hanya akan tercapai melaluimu, Varthan!"

Varthan bergetar dalam terkejutnya, dan Alina tanpa banyak pikir meraih lengan pemuda itu dan menggenggamnya.

"Saat Tashem naik tahta sebagai raja sementara sebelum kau cukup umur untuk bertahta, aku dan Tashem membuat perjanjian, kalau aku tidak memberitahumu soal perselingkuhanku dengan Morand, Tashem akan mengangkatku jadi penujum utama vaerrimdan memastikan aku tetap di vaerrim dengan segala kehormatannya, memastikan aku tidak pernah boleh kau pecat dan buang. Kami berdua, sampai akhir, saling menyandera satu sama lain! Ia tidak bisa memintamu untuk memecatku sebagai penujum utama, dan aku tidak bisa memberitahumu soal kebejatan Morand ayah cabulmu itu."

Varthan meraung dalam marahnya, dan Alina terhuyung sejenak mendengar kisah yang begitu mengagetkannya, tak bisa ia bayangkan kekagetan dan kemarahan Varthan saat ini.

Roxana menghela napas, menatap mereka berdua dengan tatapan kasihan.

"Alina, Alina yang manis ... kau tahu mengapa kau terseret urusan ini?" mata indah Roxana kini beralih menghunjamnya telak, dan Alina hanya bisa menggeleng. "Aku tidak akan berpanjanglebar karena aku sudah gatal ingin mengambil xandkarade, tapi kau terseret karena gara-gara kau, karena kau ada, Varthan tidak akan pernah menyerah padaku dan melakukan apa mauku, karena itulah xandkarade harus aku rebut!"

Alina sibuk menggeleng karena ia sungguh tidak mengerti.

"Roxana, apapun rencanamu, lepaskan Alina. Biarkan dia pergi. Urusanmu adalah denganku!" seru Varthan.

Roxana terkikik, suara kikikan yang menusuk gendang telinga, membuat Alina berteriak menahan sakit di telinganya dan jatuh berlutut dengan kedua telapak tangannya erat menutupi telinganya.

"Roxana!" bentak Varthan, dan xandkarade siap ia tembakkan. Namun Roxana sudah siap, iblis itu mengangkat kedua tangannya, mengucap sesuatu, dan memulai gerakan seperti menarik sesuatu. Busur dan panah xandkaradedi tangan Varthan tampak bergetar hebat, dan Varthan mati-matian mempertahankan senjata keramat itu.

"Hawa dingin yang menyerang Alina semalam, aku kirim ke dia karena aku tahu, kau tidak akan membiarkannya – gadis yang wajahnya sudah kau rajah di pergelangan tanganmu sejak 500 tahun lalu – mati kedinginan. Kau akan menggunakan hangat xandkaradedari dalam tubuhmu untuk menghangatkannya. Kau, Varthan, kau tahu nyawamu di ujung tanduk ketika kau menggunakan xandkaradeseperti itu, menjadi sumber kehangatan untuk orang lain juga, kekuatan xandkarademenjadi begitu besar. Kau terluka dalam karena itu! Kau sudah kulemahkan, dan sekarang xandkaradeadalah milikku!" kikikan Roxana terdengar lagi.

Alina terbelalak, dan akhirnya ia tahu sebab Varthan begitu pucat pasi dengan darah segar mengalir di bibirnya semalam setelah menghangatkannya. "Varthan, apa yang sudah kau lakukan?" bisiknya sambil menatap lekat Varthan yang kini tampak kesulitan mempertahankan xandkarade yang terus ditarik oleh Roxana. Aliran darah segar mengucur lagi dari mulut Varthan; jelas ia telah luka dalam dan kekuatannya dilemahkan.

Tiba-tiba Roxana meraung dan dari tangan kirinya muncul sebilah pisau hitam kecil yang langsung ia lemparkan ke Alina.

Alina bisa melihat pisau kecil hitam itu meluncur cepat ke arahnya, lurus dan pasti.

"Alina, menyingkir! Pisau itu ... " teriakan peringatan dari Varthan sempat ia dengar.

Tapi kakinya membeku, ia berdiri, menatap pisau yang memotong jarak dan kesiurannya semakin jelas terdengar.

Ia ingin menghindar, tapi ia tidak bisa bergerak, pikirannya begitu kosong, dan tubuhnya tersentak ke belakang ... .

Pisau hitam itu menancap telak, dalam, di perutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com