28. PERSEMBAHAN
Maaf, guys. Aku salah perhitungan. Ternyata bab berjudul PELULUSAN baru akan muncul pada bagian selanjutnya. Atau mungkin di bagian selanjutnya dari selanjutnya. Gitulah wkwkwwk ( ╹▽╹ )
Meskipun komen kalian belum genap 50. Aku nggak enak nyimpen draf kelamaan.
Jadi, tetep pokoknya, selamat membaca.
Dan sebagai gantinya, kalian jangan pelit komen, dong. 😭 Plis~
* Jika kalian mendapat notifikasi mengenai publikasi ulang BAB 28 ini, kalian nggak usah kaget, ya. Karena emang isi bab ini HARUS AKU REVISI.
Kenapa perlu direvisi?
Kalian akan tau andaikan bersedia untuk membaca ulang.
Mohon maafkan kelalaianku, ya. ( ・ั﹏・ั)
_____
AKHIRNYA, SELESAI SEGALA URUSAN GUE DENGAN SEKOLAH ONLINE, UJIAN NASIONAL, ASESMEN NASIONAL, SUSU MURNI NASIONAL. SEMUANYA!
HIP, HIP, HOREEEY!
Gue meneguk air soda sampai habis, setelah itu membuangnya ke tempat sampah yang dijaga oleh Yellow. Sekarang, gue tengah bersantai di tepi kolam renang Saga karena seusai dengan tugas terakhir kami di sekolah, gue emang pulang bareng sama dia--diikuti anak-anak lain juga. Sebab Mamah menitipkan gue pada Nak Saga kesayangannya meskipun yang tetanggaan sama gue adalah si Setya. Mamah mengaku; kurang yakin apabila ingin menitipkan gue pada Setya sehubungan badan dia aja lebih kecil dari gue.
Untung aja anaknya nggak tau.
"Sekarang, kita udah bebas dong, ya?" tanya gue sambil lanjut memakan keripik kentang yang Zyas baru aja bukakan.
Biarlah hari ini gue nggak lanjut berpuasa dulu. Hitung-hitung sebagai pelepas stres dari segala beban di pikiran gue yang tersiksa selama berjam-jam mengerjakan soal ujian. Asalkan jangan sampe si Mamah tau aja. Ehehe. Anak nakal emang.
Setya yang menjawab, "Nggak, sebelum ada pengumuman kelulusan."
"Lulusan jalur covid 19!" celetuk Vano yang badannya sedang mengapung di atas air kolam.
Di dekatnya, Dyas juga ikut mengapung, tetapi dengan cara bersandar santai di atas kasur angin karet. Gue niatnya kepengin ikutan, tapi takut nanti malah kecebur terus berenangnya kelabakan gara-gara tangan kanan yang belum sepenuhnya pulih.
"Lagian, buat kami yang kepengin lanjut kuliah, mana ada bebas-bebas," ujar Dyas sambil mengotak-atik laptop di pangkuan.
Gue nyengir. "Turut prihatin untuk kalian."
"Sifat orang pemalas udah ketauan dari responsnya," sindir Saga yang tau-tau muncul di dekat kaki gue.
Duh, gantengnya ini cowok kalo udah basah-basahan. Mana badan dia sekarang udah balik kenceng lagi. Mau gue jilat rasanya.
DIH, NAJIS! APA SIH YANG GUE PIKIRIN! INGET PUASA, WOI! Eh, gue 'kan lagi nggak puasa juga. TAUK, AH!
Lalu gue berdeham demi menutupi gugup. "Lagian males juga kali gue lanjut kuliah saat kondisi tangan masih begini." Tangan gue yang masih belum terbebas dari arm sling sedikit digoyangkan.
Walau yah, sebetulnya gue nggak ada niat kepengin lanjut kuliah juga, sih. Batin gue meneruskan.
"Turut prihatin atas kondisi lo," ejek si Bangsat membalikkan kata-kata gue tadi.
"Bacot!" Kepalanya refleks gue tenggelamkan menggunakan kaki.
"Sayang ya, kita nggak bisa bikin pesta kelulusan."
Ucapan Zyas tadi dibalas cepat oleh sang adik, "Siapa bilang nggak bisa?"
Namun, gue yang mendengarnya yang kaget. "Hah?" Mata gue langsung melotot.
Maksud Dyas barusan apa?
Saga kembali buka suara. "Nanti kita bakal bikin acara pesta kelulusan sendiri, kok," katanya yang kemudian naik ke tepi kolam.
"Di mana?" tanya Zyas dan gue nyaris berbarengan.
"Di sinilah, di rumah gue," sahutnya yang lalu mengambil air dari wadah dingin.
Oh, bener juga. Kan si Bangsat emang punya kawasan rumah yang paling luas dibandingkan kami semua. Walau gue belum tau bentukan rumah Vano kayak gimana, sih. Boro-boro gue selaku temennya, si Setya yang pacarnya aja belum pernah melangkahkan kaki ke sana sama sekali.
"Elo serius, 'kan?" Sekali lagi gue bertanya, memastikan. Jangan sampe gue udah antusias, nggak taunya cuma kena PHP.
"Iya, Bego!" jawab Saga sembari menyodorkan sisa air minumnya yang mau nggak mau gue terima.
Zyas yang mengetahuinya tampak kegirangan dan langsung bertepuk tangan. "Yaaay! Party!"
Wah, asik! Kami bakal ngadain pesta kelulusan. Jelas akan ada banyak makanan enak dong nanti. Sekaligus bisa menciptakan kenang-kenangan bareng kawan-kawan biadab gue semua. Nggak sabar.
Eh, sebentar. "Pesta kelulusannya dirayain sama kita berenam doang, nih?" Lagi, gue menanyakan karena baru aja kepikiran.
Si Bangsat menganggukkan kepala. "Iyalah, Sayang." Hidung gue dicubitnya pelan. "Just for us. And nobody else's allowed to join. Except for the special guest."
Jawabannya membuat gue mengernyit. "Special guest? Who?"
Lebih dulu Saga duduk di sebelah gue sebelum menjawab lagi, "Nanti juga elo tau."
Gue manggut-manggut seraya berusaha mengalihkan pandangan gue dari badan seksinya.
"Terus, pesta kelulusannya dimulai kapan?"
Oh, iya. Benar. Salah satu perihal paling pentingnya malah lupa gue tanyain. Untung aja si Zyas mewakilkan.
Saga tiba-tiba merangkul gue erat selagi mengumumkan, "Di hari ulang tahun cowok gue."
Di hari ulang tahun cowok si Bangsat. Berarti ... di hari ultah gue dong, ya? 'Kan gue cowok dia.
EH, APA?
"HAH?" Seketika gue melotot lantaran kaget dan nggak percaya. "KOK DI HARI ULANG TAHUN GUE, SIH?"
____
Pantesan aja si Bangsat memilih hari ulang tahun gue sebagai tanggal pesta kelulusan. Ternyata pengumuman kelulusan kami pun munculnya bertepatan di hari ulang tahun gue ini. Yang mana sesuai harapan, kami berenam lulus. Alhamdulillah, ya. Walaupun nilai gue nggak bagus-bagus amat, tetapi seenggaknya gue berhasil menamatkan jenjang pendidikan hingga SMA. Sekalipun lulusnya terbantu oleh jalur corona.
Sekali lagi, gue menilik jam yang terpampang di layar HP. Udah hampir lewat waktu maghrib.
Tadi sewaktu berpamitan pada Mamah, gue cuma bilang bahwa gue pergi karena kepengin ngadain acara buka bersama di antara sesama para bujangan hitung-hitung merayakan ultah putra tunggalnya ini sekalian. Mengetahuinya, Mamah kontan aja kegirangan dan berniat ikut. Untungnya, gue bisa sigap mencegah dan beralasan bahwa acara buka bersama dengan pihak orang tua akan diadakan pada akhir pekan.
Alasan itu nggak bohongan, loh. Karena emang cowok gue berencana mengadakan pesta kelulusan untuk kami sebanyak dua kali. Yaitu hari ini, dan pada malam Minggu nanti. Yang sekarang ini emang dikhususkan untuk kami. Sedangkan yang kedua nanti, khusus dirayakan bersama orang-orang terkasih.
Gue menghela napas sembari menyandarkan kepala ke ujung kursi belakang. Saat ini, gue sedang berada di dalam mobil milik Saga yang dikendarai oleh Dyas lantaran tadi gue dijemput dari rumah. Berbeda dengan anak-anak lain yang udah sejak pagi nyampe ke kediaman Saga, gue sengaja dijemput belakangan lantaran orangnya nggak kepengin gue sampe megang kerjaan di sana. Soalnya gue juga sedang berpuasa. Dasar over-protektif.
"Are you okay?"
"Huh?" Pertanyaan mendadak dari Dyas bikin gue sigap menegakkan badan. "Gue oke, kok."
Matanya mengerling sekilas kemari. "Gue pikir elo ngerasain sakit kepala atau kesakitan lainnya. You're the main star tonight, so we don't want anything bad happened to you. Just relax, Okay?"
Kalimatnya gue tanggapi lewat angukkan. "Gue paham, kok. Elo gak usah khawatir!"
Dyas tersenyum. "Good. Keep your spirit until we got there."
.
Namun, setibanya di rumah Saga yang ternyata udah didesain sedemikian rupa untuk menggelar pesta, gue semata-mata terpana ketika mendapati kotak segede ruang tamu rumah gue yang muncul di tengah-tengah halaman belakang. Ada meja prasmanan di dekat kolam, beberapa pasang kursi dan meja tamu, ditambah meja berisi minuman, camilan dan beberapa dus yang berisikan makanan ringan, beserta satu meja bulat yang ditaruhi kue ulang tahun.
Kue ulang tahun gue.
Ada tulisan, 'HAPPY BIRTHDAY', 'FERYAN FERIANDI' ditambah lilin angka 18 berwarna putih keemasan yang belum dinyalakan. Mana kue ultahnya lumayan tinggi. Gue hitung, ini ada lima tingkat. Yang untungnya pendek-pendek, jadi gue nggak bakal kesusahan niupnya nanti.
Gue colek dikit rasanya boleh nggak, ya? Kalo nggak salah ini kue ultah buatan Saga sendiri. Mau nyicip. Toh, tadi adzan maghrib juga udah berkumandang. Anggap aja sebagai pembatalan puasa.
"Gak usah coba-coba!"
Tangan kiri gue disentil oleh Zyas yang mendadak nongol dan membatalkan niatan gue untuk mencicipi kue. Mana sentilannya nggak main-main lagi! Dasar kampret!
"Gue cuma mau nyicipin dikit, kali!" protes gue yang kemudian memperhatikan penampilan sohib glowing di hadapan gue saat ini.
Zyas mengenakan kemeja biru turkis dirangkap jaket licin Chanel berwarna putih. Dengan celana ketat biru dongker yang membalut kaki kurusnya. Memakai sepatu Nike putih bergaris biru dan kaos kaki berwarna abu-abu. Beda banget dengan Dyas yang sekadar pakai jaket hitam, kaus putih bergambar kupu-kupu hitam, topi kupluk hitam, celana putih dan sepatu hitam.
Sedangkan gue selaku orang yang disebut sebagai bintang utama hanya memakai kaus warna mocca dirangkap jaket putih yang sebelah lengannya sengaja cuma disampirkan ke bahu kanan. Dipadu denim levis hitam, sepatu kets belang-belang cokelat putih dengan kalung HP yang menggantung di leher. Supaya gak repot kalo mesti ngerogoh-rogoh kantong. Gue nggak betah pakai tas. Nggak kayak si Zyas.
Loh, iya. "Tumben elo nggak bawa tas?"
Zyas yang sedang menyesap jus jeruk di gelas menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku bawa, kok. Tuh!" Jarinya menunjuk ke salah satu kursi, pada tas berwarna putih yang tergeletak di meja.
Dari arah pintu belakang, Setya dan Vano terlihat datang sambil membawa beberapa kotak ... kado? Hah? Serius? Itu yang di tangan mereka kotak kado, 'kan? Dari siapa? Punya siapa? Masa iya buat gue semua? Sebanyak itu?
"Oh, Feri. Elo udah datang," sapa Vano yang lalu meletakkan ... satu, dua, tiga, empat kado di dekat meja kue ultah gue. Disusul tiga kado yang Setya pegang yang lalu ikut diletakkan.
DAN TERNYATA MEREKA PAKAI JAKET COUPLE, DONG. Meski corak warnanya berbeda. Vano memakai jaket dengan warna merah di atas dan putih di bawah, sedangkan Setya sebaliknya. Posisi kantungnya juga ada beda. Tetep aja, baju mereka lucu.
Beli di mana, ya? Gue kepengin. Nanti minta si Bangsat beliin, ah.
Yeee, malah salah fokus ke jaket. "Ini!" Tangan gue menunjuk pada tumpukkan kado. "Kado punya siapa?"
Setya menjawab santai, "Ya, jelas punya elolah."
Jelaslah gue juga tau. "Tapi kok ada banyak banget?"
"Dari kami semua." Vano ikut menjawab.
Lama kelamaan gue hantam juga satu per satu muka mereka.
"Ya, iya. Tapi kalian 'kan cuma berlima, kalo ditambahin sama Saga. Sedangkan kado ini dihitung-hitung kayaknya ada sepuluh lebih, deh." Soalnya sejak awal datang pun, di dekat meja ini udah ada lima kado yang dipajang.
"Well, nanti juga elo tau."
Suara si Bangsat yang menyahut bikin gue membalikkan badan. Dia muncul bersama Dyas dari arah jalan setapak taman belakang rumahnya dan sumpah, DIA KEREN ABIS.
Jaket putihnya yang dibiarkan sedikit terbuka memperlihatkan kaus berwarna hitam yang menutup badannya. Dipadu celana hitam, sepatu berwarna putih, terus kepalanya dipasangi kacamata hitam buat gaya-gayaan juga dong.
MAU GUE TERJANG INI COWOK SEKARANG JUGA. Eits, tahan. Gak boleh. Acara belum juga dimulai masa gue udah ada hasrat kepengin ngajak dia gitu-gituan.
Menyadari tatapan gue yang terkesima selama melihatnya, si Bangsat sekonyong-konyong menunjukkan senyuman nakal sambil menaik-turunkan alis tebalnya.
BABI! GUE KETAHUAN!
Gue baru hendak menutupi muka ketika Saga tiba di hadapan gue dan langsung memberi rangkulan mesra. "Elo suka kuenya?" tanyanya berbisik sampe napas dia yang seger berembus ke hidung gue.
Wangi permen lemon favoritnya. Menggoda. LAH BANGKE! Gara-gara udah lama nggak ngeseks, makin ke sini gue jadi tambah sensitif aja.
Gue meneguk ludah, lalu menganggukkan kepala. "Iya. Gue suka. Makasih," ujar gue yang malah berlagak malu-malu.
ANJRIT! OUT OF CHARACTER BANGET, BAJINGAN! Gue rasanya kepengin nyebur ke kolam sekarang.
"Berhubung bintang utamanya udah datang, ayo, kita mulai aja pestanya sekarang!" usul Vano sembari bertepuk tangan kencang diikuti Setya, Zyas, Dyas dan Saga.
Setelah itu, mendadak aja suasana redup lampu-lampu di sekitar sini berubah terang benderang. Pun, tiba-tiba ada bunyi petikan gitar, suara tabuhan drum juga suara seseorang yang terdengar berkata, "Check mic, one two three."
Hah? Itu dari mana asalnya? Suaranya kok gue kayak kenal?
"Ini adalah hadiah ulang tahun lainnya buat lo!" ucap si Bangsat yang lalu membalikkan badan gue mengarah ke kotak segede ruang tamu yang telah dibuka dan ternyata merupakan ... PANGGUNG YANG SEKARANG DIISI OLEH ANAK JAJAJA.
"HAPPY BIRTHDAY, FERYAN!" seru Julian dan Jofan yang berdiri bersisian di depan mic diiringi alunan dari masing-masing alat musik yang mereka pegang.
Julian yang memainkan tamborin. Jofan dan Arnando dengan gitar mereka. Ajay dan drum. Arima selaku pemegang bas. Menyusul cowok gue yang berlari ke arah panggung. Naik ke sana untuk mengisi posisi sebagai keyboardist.
Seketika gue makin terperangah.
HAH? BENTAR? INI BUKAN MIMPI, 'KAN? KOK BISA?
Saga berdeham dua kali sebelum buka suara, "Lagu yang akan gue nyanyikan ini sebetulnya adalah lagu ciptaan Nando dan Julian yang lalu gue ubah sedikit liriknya supaya bisa pas dengan isi lagu yang gue inginkan. Yang akan gue persembahkan untuk seseorang." Tangannya menunjuk gue yang masih mematung saking kaget. "This is for you, Ryan," ungkapnya yang lalu mulai memainkan piano.
Tunggu dulu. Gue masih belum siap, woi. Ini gimana? Kenapa begini? Sejak kapan mereka ngerencanain ini, hah? Apa mungkin ...
"Close your eyes, can you feel my presence?
Open your heart, can you fill it with my love?
Only you, I love you
Just for you, I remember ..."
Segala isi di pikiran gue buyar lantaran terpana menyaksikan Saga yang kini tengah bernyanyi. DIA BERNYANYI. Tepat di depan kedua mata gue. Diiringi lantunan musik band seperti yang selalu gue khayalkan.
"On that day, we meet and talk for the first time
I see your face, glaring to me with anger
That moment, I fall in love
I'm in love with you ..."
Seiring dengan memori yang terselip di antara lirik lagunya yang amat jelas gue ingat, langkah kaki gue berjalan mendekat ke panggung seolah bagai terhipnotis.
"Hey, Baby, can you hear this song?
I said, no matter how much distance we have I will always by your side.
I won't give up to you, for your love and for our future
I'll be right here, so please remember ... I'll never leave you alone."
Selanjutnya, suara petikan gitar dan bas melantun cukup keras, tapi tetap seirama. Ditemani bunyi nada rendah drum yang Ajay tabuh di belakang sana. Membuat gue semakin terpesona. Merasa bahwa kini dunia gue hanya ada bersama mereka.
Kembali, Saga lanjut bernyanyi.
"Seeing your smile, makes me absolutely happy
Hearing your voice, gives me so much energy
Only you, Oh my baby
My first love, I want you to know
My world means nothing without you
My happiness is always about you
So, don't be sad, don't worry
In this moment, I want you to know."
Saga kemudian turun dari panggung sambil membawa mic, untuk menghadap gue seraya meneruskan lagu,
"Hey, Baby, can you hear this song?
I said, no matter how much distance we have I will always by your side.
I won't give up to you, for your love and for our future
I'll be right here, so please remember ... I'll never leave you alone. Anymore."
Gue mengangguk dengan kedua mata yang tanpa sadar udah berkaca-kaca. Sebagai tanda bahwa gue emang mendengarkan persembahan lagu darinya yang sungguh indah dan menakjubkan.
"I'll never leave you, Ryan. Never," bisik Saga menambahkan sembari mengusap pipi gue lembut.
"I know." Sekali lagi gue mengangguk, kemudian gue membungkam mulut Saga dengan ciuman.
Nggak mempedulikan seruan heboh dan tabuhan bunyi drum yang berisik. Sebab saat ini, gue ingin fokus mencumbu bibir si Bangsat yang untungnya nggak sungkan untuk membalas ciuman dari gue.
"Happy 18th birthday, Ryan. My baby, my love," ucap si Bangsat sesudah sesi ciuman kami berakhir. "I wish all the best things will come to your live and I love you so much," terusnya disusul memberi kecupan ke kening gue.
Suara tepuk tangan meriah dari kawan-kawan kami muncul bersamaan dengan gue yang menghambur ke pelukan tubuh Saga. Di depan sana, Dyas mengarahkan kamera untuk memotret momen bahagia kami secara serta-merta.
Gue tersenyum semringah disertai embus napas lega. Mati-matian menahan tangis terharu juga.
Ini adalah hari ulang tahun paling berkesan selama 18 tahun gue menjalani hidup di dunia. Ditemani sosok pacar yang luar biasa, kawan-kawan terbaik nan setia, juga keceriaan yang seolah nggak ada batasnya di tengah bulan ramadhan yang penuh berkah. Semua kenangan, kebahagiaan serta suka cita ini sampe kapanpun nggak akan pernah gue lupakan.
Terima kasih, Tuhan. Karena telah mempersiapkan kejutan sebanyak ini teruntuk gue yang beberapa bulan lalu sempat tersiksa akibat kesakitan.
___Bersambung
MAAF KARENA AKU LUPA BAB INI SEHARUSNYA TERJADI DI BULAN RAMADHAN. AAAAAA. AMPUNI PENULIS YANG SANGAT BEGO DAN AMATIRAN INI. (╥﹏╥)
Feryan-nya nggak usah dikasih ucapan happy birthday, ya. Karena ultah dia udah kelewat sejak 6 bulan lalu wkwkwk
Soalnya 'kan latar di cerita ini ketinggalan, ya, jadi harap maklumnya aja. 🤣
Semoga kalian suka isi bab yang penuh kehebohan ini.
And see you on my next update.
Spoiler: next update bakalan ada adegan hmmm hmmm ಡ ͜ ʖ ಡ wkwkw
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com