37. PENDAMPINGAN
"Good evening, everyone."
Gue menunjukkan senyuman masam selama menghadap ke arah panggung di mana Tante Eliza dan Vano tampak memulai pidato mereka. Lalu mengerling Saga yang mengangguk pada gue seolah berkata bahwa nggak apa-apa meski begini. Bahwa keputusan gue dan Mamah untuk mengalah pada Tante Eliza udah tepat.
Yah, habis mau gimana lagi, 'kan? Andai nggak mengalah, jelas cuma bakal menimbulkan masalah. Yang mana gue dan Mamah nggak menginginkan hal itu. Jadi, biarlah. Toh mau kami naik ke panggung duluan ataupun nggak, isi pidato yang kami berniat sampaikan nggak bakalan berubah.
Namun, gue terlalu malas untuk menyimak pidato yang Tante Eliza utarakan yang kebanyakan diisi oleh bermacam kalimat berisi kesombongan dan rasa bangganya terhadap sohib paling jangkung kami itu. Yang hanya bisa berdiri di samping sang Bunda tanpa ekspresi mendukung.
Buruan kelarin pidatonya dong, Tante. Gue lebih kepengin denger anak Tante yang ngomong.
"Ervan, tolong jangan pernah kecewakan bunda, ya. Karena kamu adalah pewaris utama Johannes White Corporation. Jadi, bunda harap, kamu bisa selalu memenuhi ekspektasi dan arahan dari bunda serta ayah. Because we love you. And you obviously know that."
Gue dan yang lain spontan saling melirik disebabkan oleh isi kalimat Tante Eliza yang terkesan ngatur dan super maksa. Wajib banget ya bilangnya di depan semua orang?
Vano terlihat menghela napas panjang. "Iya, Bunda. Aku tau, kok. Thank you." Dia tersenyum kemudian berpelukan dengan sang Bunda yang serempak kami berikan tepuk tangan meriah.
Begitu pelukan mereka terlepas, Tante Eliza mengusap-ngusap puncak kepala anak keduanya itu dengan lembut.
Vano mengangguk kepada bundanya sebelum mulai buka suara lagi, "And now, it's my turn, huh." Dia nyengir kikuk. "To be honest, I'm not really in the mood to give a speech here. But, I will still say one word or two. About me. Ah, I'm sorry. Gue, I mean, aku beneran lupa bahwa nggak semua orang di sini mengerti bahasa Inggris. Oke. Ayo, kita mulai lagi." Bule itu berdeham keras, "Pertama-tama, aku mau berterima kasih kepada semua orang yang udah mendukung dan menemani aku sampe detik ini. Terutama Saga dan Dyas yang paling setia. You guys are awesome."
Ketika sebelah tangan Vano mengepal dan melakukan gerakan meninju ke depan, Saga dan Dyas turut memperagakan hal serupa dibarengi senyuman.
"Untuk Kak Lili, Will, Ayah juga Bunda yang nggak pernah bosan ngingetin aku untuk belajar, latihan, dan bangun pagi." Vano mendadak cengengesan malu yang kontan menular pada kami yang jadi ikut cekikikan geli. "Perlu kalian semua tahu, sebetulnya prestasi yang aku dapat bukanlah apa-apa karena aku sadar di luar sana masih banyak orang yang lebih baik dari aku. Bahkan Saga dan ... " Dia terlihat terdiam beberapa saat untuk kemudian meneruskan, "Bahkan Saga dan beberapa teman seangkatanku yang lain juga punya nilai yang lebih bagus. Tapi kalo urusan tinggi badan dan muka cakep, tetep aku sih juaranya."
"You wish!" Cowok gue langsung memprotes dan bikin kami semua ngakak.
Vano menunjukkan senyuman lebar yang ceria. Dapat gue tangkap sekilas lirikan matanya ke arah Setya. Lalu dia melanjutkan, "Aku bangga terlahir sebagai bagian dari keluarga Johannes. Bagian dari hidup teman-teman semua. Bisa mengenal kalian dan berkumpul di sini. Dan aku bahagia. I'm so happy and ..." Ekspresi wajahnya tiba-tiba terlihat gamang. Dia menarik napas panjang. "Aku juga ingin berterima kasih. Teruntuk seseorang yang aku cintai di luar sana yang selama dua tahun belakangan ini telah membuat hari-hari aku menjadi lebih berarti. Di antara semua hal yang aku syukuri, aku harap dia bisa tahu bahwa aku sangat bersyukur bisa mengenal dan memilikinya. Sekian. Dan terima kasih."
Kami semua lekas memberikan tepuk tangan. Sementara Vano segera turun dari panggung tanpa menghiraunkan tatapan penuh ingin tahu yang sang Bunda tujukan, disusul mencecarnya dengan berbagai pertanyaan.
LAGIAN NEKAT BENER ITU BULE KAMBING NGUNGKAPIN PERASAAN BUAT SETYA DARI ATAS SANA! Bucinnya betul-betul nggak kenal tempat. Untung dia nggak nyebut nama. Meski nama Febri bisa dipakai untuk cewek dan cowok sekaligus, sih. Tapi tetap aja mencurigakan, karena satu-satunya Febri yang ada di dekat kami jelas adalah Setya.
"Terima kasih, Tante Eliza dan Vano atas pidato sederhana kalian yang berkesan," ujar Saga yang lalu beralih memandang sang ayah. "Dad, let's just take our turn this time."
Gagasan itu membuat Om Julius tertegun. "Should we?" Dia tersenyum dan memandang kami semua. "Kalau begitu, izinkan saya dan Saga yang kali ini mengambil giliran untuk menyampaikan pidato. Jika Anda semua berkenan."
Zyas menyahut cepat, "Nggak apa-apa, Om. Silakan aja!"
Gue mengangguk setuju dari sini.
"Thank you, Zyas." Om Julius lalu berdiri di sebelah Saga. "Pertama-tama, sekali lagi, saya ucapkan terima kasih kepada seluruh tamu undangan yang datang pada acara malam ini. Kepada Ibu mertua saya juga, Ashley McLauren beserta keponakan saya tercinta, Jess, yang datang jauh-jauh dari UK hanya untuk menemui kami di tengah masa pandemi." Beliau membungkuk dengan sopan ke arah Grandma dan Jess yang lantas berdiri dan balas membungkuk. "Yang kedua, adalah untuk Saga. Come here, Son." Om Julius dan Saga kemudian saling berhadap-hadapan selagi Om lanjut bicara, "Kamu harus tahu dan jelas selalu tahu bahwa daddy sangat bangga kepada kamu, Nak. Sangat-sangat bangga hingga rasanya daddy nggak percaya bahwa kamu telah lulus dari SMA. Seperti baru kemarin, ketika daddy mengantarkan kamu untuk daftar ke SMA, yang setelah itu kamu lalui semuanya seorang diri. Kamu belajar tanpa henti, mati-matian mencetak prestasi, berlatih nggak kenal lelah, jatuh bangun hingga menghadapi suka duka sering kali tanpa ada daddy di samping kamu. Untuk itu, daddy minta maaf karena daddy masih belum bisa sepenuhnya memberikan kamu lebih banyak waktu, yang daddy sangat tahu, amat kamu inginkan. Maaf, karena daddy gagal mengambil dua peran sebagai ayah sekaligus ... ibu untuk kamu, Nak. Meski begitu, daddy senang. Dan lega karena kamu selalu mampu menjaga diri kamu sendiri. Tanpa lupa memperhatikan daddy juga selagi kita berdua sedang nggak bersama. Dan daddy yakin, mommy kamu di atas sana, yang selalu melihat kita dari jauh, pasti berpikir hal yang sama. Mengenai kamu, Saga. Kamu adalah anak kebanggaan kami. Daddy ... sungguh bangga dan bahagia karena memiliki kamu sebagai putra daddy. I love you so much, Saga. I love you, Son."
Gue mengusap air mata yang jatuh menetes begitu aja sewaktu melihat Om Julius dan Saga berpelukan disertai tangis haru mereka. Di samping gue, Mamah pun tampak bertepuk tangan sambil membiarkan air mata membasahi wajahnya.
"I love too, Dad," lirih Saga membalas ungkapan sang ayah.
Sesudah berpelukan, Saga berdeham keras sembari mengusap wajah sembabnya menggunakan ujung lengan jas yang dipakai.
"Mohon maaf, adegan tadi terjadi di luar rencana," kata Om Julius yang nyaris bikin gue keselek. "Saya jadi merasa telah menjadi aktor yang gagal. Maaf sekali lagi. Tapi yang tadi saya ungkapkan, semuanya bukan akting sama sekali, ya," selorohnya dan tersenyum ramah. "Karena saya memang betul-betul bangga pada Saga, selaku putra saya satu-satunya. Putra saya ini, kawan dari anak para Bapak dan Ibu sekalian yang turut hadir di sini. Saya berterima kasih karena Anda semua bersedia menerima putra saya, beserta segala sifat dan kekurangannya, untuk diizinkan berkawan dengan anak-anak Anda yang sangat luar biasa. Kepada yang juga menyayangi putra saya dan menganggapnya bagai putra sendiri, terima kasih. Lalu teruntuk; Feryan, Vano, Dyas, Zyas dan Setya yang selalu setia mengisi hari-hari Saga selagi saya sibuk bekerja, saya ucapkan banyak-banyak terima kasih. Om minta, tolong selalu temani dan dukung Saga, ya. Karena kalian adalah kawan Saga yang paling om percaya. Sekali lagi, terima kasih."
Kami semua yang namanya Om Julius sebutkan sigap mengangguk serempak sambil tersenyum semringah. Turut senang menjadi bagian dari lingkar pertemanan putra tunggal kesayangan beliau yang kini terlihat bersiap-siap gantian memulai pidatonya.
"Saya minta, tolong lupakan adegan menangis yang saya dan Daddy pertontonkan barusan."
"You wish!"
Gue ngakak gara-gara Vano langsung membalaskan dendam pada Saga yang sekadar mendelik sebal ke arahnya.
"Well, terserahlah. Kebetulan saya dan Daddy udah lama nggak nangis bareng juga, sih. Hitung-hitung pelepasan. Ya, nggak, Dad?" Om Julius mengangguk pada Saga yang tersenyum dengan sangat manis. Cowok gue, tuh! "Nggak jauh berbeda dengan apa yang barusan Daddy sampaikan, saya; Juanda Andromano Saga Fransiskus, ingin menyatakan bahwa saya bangga karena terlahir menjadi putra dari seorang; pria hebat, aktor berbakat, sekaligus bintang tampan, yaitu ayah saya, Julius Fransiskus. Juga bangga, dilahirkan oleh wanita hebat yang sampai kapan pun akan menjadi wanita terbaik dalam hidup saya, ibu saya, Laura McLauren Fransiskus. Sejujurnya, saya berharap mendiang Mommy ada di sini. Melakukan pidato bersama saya dan Daddy, tapi ... it's okay. Meski Mommy nggak ada di sini, sesuai apa yang tadi Daddy bilang, saya pun cukup yakin, bahwa di atas sana Mommy pasti bangga melihat diri kami yang sekarang."
Gue juga bangga sama lo, Bangsat. Batin gue menimpali.
Kemudian Saga menghadap sang ayah. "Tapi Daddy juga harus tau, bahwa Saga sampai saat ini bisa kuat dan selalu berusaha keras, semua terjadi berkat dukungan penuh dari Daddy yang nggak ada habisnya, Dad. Daddy bekerja demi Saga, dan Saga sangat memahami hal itu. Makanya, Saga nggak pernah mempersalahkan kesibukan yang Daddy punya karena lebih dari siapa pun, Saga paling tau seberapa besar kasih sayang yang Daddy miliki untuk putra Daddy ini. Thank you so much, Dad. Daddy adalah ayah yang hebat." Pelukan singkat diberikan untuk Om Julius yang mengangguk-anggukkan kepala. "Dan saya ingin mengucapkan terima kasih kepada diri sendiri sebab telah berusaha sampai berhasil mencapai titik ini. Dan saran saya, kalian semua juga harus lebih sering berterima kasih pada diri sendiri. Mengapresiasi jerih payah dan perjuangan yang telah dilalui. Nggak peduli seberapa kecil pun. Hargailah. Karena dari menghargai hal-hal kecil itu, akan membiasakan diri kalian yang pelan tapi pasti, mampu menyambut sesuatu yang besar di kemudian hari. Trust me." Dia tersenyum sangat lebar sampe gue nyaris dibikin pingsan saking kesengsem. "For my lovely Granny, thank you for being here with us. I love you."
Grandma menampakkan senyum semringah pada sang cucu tercinta.
Selanjutnya, Saga menyambungkan, "Dan teruntuk Om dan Tante, terima kasih karena kalian semua bersedia meramaikan acara malam ini bersama Saga dan Daddy. Juga untuk Ryan, Vano, Dyas, Zyas dan Setya. My best friends, my VIP. Hahaha! Thank you. Makasih dari gue karena kalian selalu ada untuk gue kapan pun gue butuh, walau kadang gue harus memaksa kalian dulu. Tapi yah, berhubung menjadi teman kalian adalah salah satu perjalanan hidup yang paling seru. Gue betul-betul merasa sangat beruntung karena bisa mengenal kalian. Dan gue serius. I love you, guys!"
"I LOVE YOU TOO, DUDE!" seru Vano berteriak heboh membalas ungkapan yang Saga utarakan.
"Juanda, I love you too!" Zyas ikutan pula.
Setya memberikan tanda cinta lewat jemarinya, sedangkan Dyas sekadar senyum-senyum kecil. Dengan gue yang hanya mampu diam selagi menyaksikan Saga yang berdiri di panggung sana, yang kini juga tengah melirik ke posisi gue.
"Oh, satu lagi," ujar si Bangsat yang berdeham lebih dulu sebelum melanjutkan, "Saya kelupaan sesuatu. Untuk seseorang yang istimewa di hati saya. Seseorang yang mungkin kalian sendiri nggak bisa menerka siapa dia, sosok yang paling saya cintai yang saat ini pasti sedang memikirkan saya. Saya ingin memberinya ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya juga. Karena tanpa dia dan kehadirannya di hidup saya, mungkin saya nggak akan bisa berdiri di sini. Hari ini. So, I just wanna say; thank you and I love you. I'm so lucky to have you in my life and ... please, stay with me. Always. Sekian."
Semua orang memberikan tepuk tangan meriah pada Saga dan Om Julius, terkecuali gue yang masih mematung memandanginya.
Jika berani, ingin sekali gue memeluk si Bangsat di hadapan semua orang. Akan tetapi, gue masih sedikit sadar akan keadaan.
Namun, gue nggak bisa tinggal diam setelah menyaksikan apa yang dilakukan Saga barusan. Alhasil, gue mengambil HP untuk lalu mengetik chat sebagai balasan atas kalimat yang si Bangsat utarakan untuk gue
I'm so lucky to have you, Saga.
And I'm so proud of you.
I love you.
Setelah chat itu dikirimkan, mata gue lekas beralih ke atas panggung. Melihat cowok yang paling gue sayang membaca chat masuk di HPnya, disusul memamerkan senyuman cerah yang seketika menular pada gue.
Tatapan si Bangsat lantas mengarah kemari meski hanya sekejap. Selepasnya, dia meneruskan acara, "Oke. Siapa lagi yang ingin naik ke atas panggung?"
Spontan gue mengangkat sebelah tangan. "Kami."
Kali ini, izinkan gue gantian mengungkapkan kata-kata yang sangat ingin gue perdengarkan untuk kalian.
___Bersambung
Halo.
Setelah hampir dua bulan nggak update, akhirnya aku bisa meneruskan cerita ini. Meski mungkin, dengan isi BAB yang kurang memuaskan. Untuk itu, aku minta maaf. 😥
Perlu diketahui, saat ini aku sedang sibuk merevisi naskah SBKB#1 yang nanti akan aku buat versi PDF-nya. Itulah sebabnya aku belum bisa memberi update apa-apa dulu. Seenggaknya, sampai revisi SBKB#1 sebanyak lebih dari 60 part selesai. Dan aku baru sampai di bab 8. 😂 Mohon kesabarannya.
Untuk sesi tanya jawab yang pada bab lalu aku adakan, jawabannya sudah aku berikan dan upload ke akun instagramku: @fujocchi24 , ya. Di bagian Highlight bernama Q&A. Tinggal klik aja. Nggak follow dulu juga nggak apa-apa. Semua pertanyaan awal yang diberikan kalian, terjawab semua di situ, kok.
Sekali lagi, terima kasih. (≧▽≦)
Walau aku yakin peminat SBKB#2 ini semakin berkurang, seenggaknya aku senang karena akhirnya bisa kembali mengirim update.
Sehat-sehat semua.
Sampai ketemu di bab selanjutnya. ♥️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com