Truyen2U.Net quay lại rồi đây! Các bạn truy cập Truyen2U.Com. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

39. PELULUSAN

"Zina teruuus!"

Gue dan si Bangsat sontak melepaskan tautan bibir kami begitu mendengar suara teguran super mengganggu tadi.

Zyas yang berkacak pinggang di ambang pintu kamar Saga gue pelototi. "Kami cuma lagi cipokan doang, ya!" sanggah gue merasa sedikit malu karena malah dipergoki. Padahal izin buang air doang, tapi malah kelamaan. Disusul 'kan akhirnya.

Pertama oleh cowok gue yang bikin kami berdua berakhir cium-ciuman, lalu sekarang Zyas pun datang. Hadeeeuh.

"Zinanya nyusul."

"Bacot lo!" Gue menghajar mulut si Bangsat yang barusan sembarangan bicara. Meski emang gue ada niatan ke sana juga, sih. Ehehe.

Zyas memutar bola matanya. "Kalian udah ditungguin di bawah, tuh. Jangan mojok terus! Bikin iri aja."

Keluhannya bikin gue terkekeh. "Makanya elo cepet cari pacar!" balas gue menitah.

Sekonyong-konyong si Zyas justru melangkah menghampiri untuk lantas memeluk lengan pacar gue. Wah, kurang ajar! "Jadikan aku yang kedua dong, Juanda. Itu baru bakal pas."

PAS, TAIK KUCING!

Secara tegas, Saga melepaskan pegangan Zyas dan mendorongnya menjauh. "In your dream," tolaknya ganas yang kemudian menggandeng gue pergi. "Ayo, kita turun."

"Juanda, jangan tinggalin aku, dong!" rengek Zyas sok manja yang cuma bisa bikin geleng-geleng kepala.

Efek kelamaan jomlo, nih. Makin sinting aja kelakuannya.

.

"Zyas mana?"

"Sedang meratapi jiwa jomlo. Tuh!" jawab gue atas pertanyaan Dyas seraya menunjuk ke belakang.

Kami semua spontan menengok, hanya untuk melihat Zyas yang tengah mengajak Yellow menari-nari sambil bersenandung lirih.

"Nggak ada yang mau jadi pasangan dia gitu?" tanya Setya yang menatap penuh prihatin. "Cuma buat malam ini doang, loh." Matanya lalu melirik ke arah Ajay yang spontan menggelengkan kepala.

"No, thanks. Gue masih mending jomlo," ujar Ajay sembari memeluk badan sendiri.

"Kalo Ajay nggak mau, berarti ..."

Serempak, seluruh pasang mata melirik ke arah sofa yang tengah diduduki oleh seorang bule yang sedang membuka-buka tabloid. Menyadari tatapan dari kami, bola mata birunya sontak mendelik kemari.

"What are you guys looking at?" sembur Jess galak yang membuat kami sigap mengalihkan pandangan lagi.

Lagian dari gimana ceritanya si Zyas sama Jess mau dipasangin, woi. "Jess sama Zyas sama-sama bottom, 'kan? Mereka cuma bakalan saling cambuk pantat yang ada," celetuk gue yang sukses membikin Julian tersedak dan yang lain menyemburkan tawa.

Si Bangsat mencubit pipi gue. "Seriously, Ryan? Elo mendatangkan imajinasi serupa mimpi buruk ke otak gue," komentarnya tampak jijik sendiri.

Dih, siapa suruh dia bayangin. Kan gue cuma berpendapat jujur.

"Should we ask Beni to come here?" usul Vano tiba-tiba yang bikin gue menatap malas ke arahnya.

Salah nama melulu! Kebiasaan.

Jofan mengernyit penasaran. "Beni? Siapa itu?"

"Namanya Benjo," koreksi gue dan menjawab, "Ketua kelas gue di SMA. Calon pacar si Zyas."

Seseorang langsung menyahut penuh nada nggak suka. "You must be joking!" Siapa lagi jika bukan Dyas.

"Yang dipilih oleh pasangan bucin ini," lanjut gue dengan menunjuk Setya dan Vano bergantian.

Satu-satunya cowok berkacamata di antara kami terlihat semakin heran. "What?"

Setya nyengir. "Tapi taruhan antara gue dan Hannes soal Zyas dan Benjo udah nggak berlaku lagi. Kak Metta toh udah tau soal hubungan kami."

Penjelasan itu dipertanyakan oleh seseorang. "Taruhan apa emangnya?"

"Bahwa Vano sama Setya bakal ngaku ke Kak Armet tentang hubungan mereka, kalo Zyas dan Benjo mulai PDKT," respons gue memberitahu. Lalu baru tersadar bahwa yang tadi bertanya adalah Zyas sendiri.

Yang kini berdiri memasang ekspresi manyun. "Kok aku baru tau kalian pernah bikin taruhan macam itu?" tanyanya lagi, melirik Vano dan Setya untuk menuntut jawaban.

Vano mengangkat bahunya dengan kikuk. "Well, kita nggak mungkin bilang ke elo juga, 'kan?" ujarnya dan merangkul Setya mesra.

Zyas mendengkus. Menurunkan Yellow dari gendongan, kemudian melipat kedua tangan di depan dada. "Kebetulan banget, ya. Isi taruhan kalian terbayar tepat waktu."

Mendengar kalimatnya, jelas aja kami semua keheranan.

"Maksud lo?" Dyas bertanya.

Zyas sekadar mengedipkan mata. "You'll see."

Tiba-tiba seruan Grandma terdengar. "Kids, we have another guest to join your party."

Kami semua kompak menoleh ke arah Grandma yang memasang senyuman ramah, bersama Benjo yang tau-tau udah berdiri di sebelahnya.

Hah, bentar! Kok bisa dia datang ke sini? Siapa yang ngundang?

Seolah menjawab rasa penasaran kami, Zyas lekas berjalan mendekati Benjo dan langsung memeluk lengannya.

"Yeeey, akhirnya pasangan aku datang!" soraknya girang sambil menyandarkan kepala ke bahu Benjo dan bikin kami semua tercengang.

"HAH? SEJAK KAPAN?"

.

"Nama gue Arbenjo Christ Maulana, teman sekelas Feryan. Dan gue bukan pacar Zyas!" ucap Benjo memperkenalkan diri sembari untuk ke sekian kali melepaskan pegangan Zyas di tangannya. Risih.

"Gue sama elo udah nggak sekelas ya, Ben. Elo lupa, kita udah lulus?" komentar gue mengingatkan. Dipikir gue sama dia masih berstatus sebagai anak SMA, kali.

"Tapi tadi Zyas bilang elo pasangannya?" cetus Jofan tampak kebingungan.

Lagi-lagi Zyas menempeli Benjo dengan usil selagi menuturkan, "Berpasangan nggak berarti pacaran, 'kan? Aku minta dia datang ke sini buat nemenin aku aja, kok. Sekalian mengundang keributan supaya Juanda keganggu sama kehadiran Benjolan Kutil ini." Secara genit, pipi Benjo dicolek yang sontak membuat saingan si Bangsat itu meringis.

"You lunatic!" maki Saga disertai putaran bola mata.

Zyas terkikik. "Sesekali ngundang orang luar nggak apa-apa, kali. Feryan juga nggak keberatan, 'kan?"

Gue jelas aja bengong nggak ngerti. Lah? Kok malah nanyanya ke gue? Urusannya sama gue apaan? Ngada-ngada banget.

Saga buka suara lagi, "Tapi gue tuan rumahnya."

Gelengan kepala nggak setuju Zyas tunjukan. "Oh, bukan, dong! Rumah ini 'kan punya Om Julius. Dan aku udah izin juga ke beliau. Jadi, nggak ada masalah!"

Cowok gue menyerah sudah. "Whatever." Dia berdiri, lantas menarik tangan kiri gue. "Ayo, Ryan. Kita naik ke panggung."

Gue mengikuti langkahnya. "Mau ngapain ke panggung?"

"Elo temenin gue nyanyi."

Mata gue mendelik mendapati ajakannya. "Hah? Gue nggak bisa nyanyi, Bangsat."

Saga memutar bola mata. "Gue taulah, Bego. Elo cuma nemenin gue aja. Nggak usah ikut nyanyi. Bisa sakit kuping gue denger elo nyanyi," keluhnya yang sontak membuat gue mendecak sebal.

Nggak disangka, anak-anak lain pun ikut menyusul mendekati panggung. Mengambil mic, alat musik yang dibawa beberapa dari mereka dan sebagian lainnya turut naik untuk bergabung bersama gue dan Saga di atas.

Arima terdengar berdeham sebelum mulai bicara, "Mari kita sambut penampilan dari Juanda Andromano Saga Fransiskus dan Feryan Feriandi yang akan menyanyikan lagu ... Sambalado."

"Bacot lo, Sambalado!" sahut gue memprotes. "Gue ulek muka lo jadi sambel baru tau!

Ucapan gue sukses menciptakan gelak tawa.

"Elo mau nyanyi lagu apa, Saga?" tanya Nando yang telah siap dengan gitarnya.

Si Bangsat menarik napas panjang. "Di sini, gue akan menyanyikan lagu untuk seseorang yang sangat gue sayangi. Sekaligus dipersembahkan untuk kawan-kawan gue beserta masing-masing sosok tercinta dalam hidup mereka yang malam ini tengah bersama-sama merayakan kelulusan kita semua." Matanya memandangi kami bergantian dan menyebutkan judul, "Kunci Hati by Afgan."

Petikan gitar yang dipegang oleh Jofan dan Nando langsung mengiringi dibarengi bunyi piano yang Vano mainkan.

Saga melirik gue ketika dia mulai bernyanyi, "Teringat pada saat itu
Tertegun lamunanku melihatmu
Tulus senyumanmu, sejenak tenangkan
Hatiku yang telah lama tak menentu."

Setya memyambungkan, "Rasa sepi yang telah sekian lama
Selimuti ruang hati yang kosong
Perlahan telah sirna, bersama hangatnya
Kasihmu yang buat ku percaya lagi." Dia berdiri di samping Vano dan memegangi bahunya.

Julian mulai membuka suara emasnya. "Dan kuakui, hanyalah dirimu
Yang bisa merubah segala, sudut pandang gila." Dia melantunkan lirik itu sambil memandang Nando yang tersenyum selagi memetik senar gitar.

Kembali pada Saga yang meneruskan, "Yang kurasakan tentang cinta
Yang selama ini menutup pintu hatiku
Yang kini telah kau buka." Dia menunjuk gue yang semata-mata bikin wajah gue merona.

Kampret! Malu, woi.

Selanjutnya, Saga, Julian dan Setya menyanyi bersama, "Dan kuakui, hanyalah dirimu
Yang bisa merubah segala, sudut pandang gila
Yang kurasakan tentang cinta
Yang selama ini menutup pintu hatiku
Yang kini telah kau buka
Yang kini telah kau... buka..."

Kami semua bertepuk tangan serempak atas penampilan luar biasa mereka. Nando mengacungkan jempol pada Julian, sedangkan Vano memegangi tangan Setya di pundaknya. Dengan gue dan Saga yang lalu saling berangkulan.

"Heh, ini malam pesta kelulusan kita 'kan ceritanya? Tapi kenapa malah nyanyi lagu bucin, sih!" ujar Zyas memprotes diakhiri dengkusan.

"Sorry." Saga terkekeh kemudian membuat gerak melalui tangan yang entah maksudnya apa. "Kita Selamanya aja kalo begitu."

"Sama kayak saat kelulusan SMP dulu?" Arima bertanya sembari mulai naik ke panggung membawa basnya. Disusul oleh Ajay yang berlari mendekati drum yang sudah dipajang di bagian panggung belakang.

"Yup. Let's do it! Saga melepaskan gue, lantas menggantikan posisi Vano di bagian piano. "JAJAJA TEAM! Juanda Andromano Saga Fransiskus is ready!"

"Arima is ready!"

"Julian Darren Saputra is ready!"

"Ajay Wijaya is ready!"

"Jofansyah Ergi Mandala is ready!"

"Arnando Shen Michael is ready! So, let's start it!" Nando mulai memetik gitarnya, menciptakan nada dari lagu yang terasa familiar.

"He-yo, it's not the end." Julian pun bernyanyi.

"It's just the beginning!" Jofan mengikuti.

Saga melanjutkan, "Yow, okay! Detak-detik tirai mulai menutup panggung
Tanda skenario baru harus diusung
Lembaran kertas baru pun terbuka
Tinggalkan yang lama, biarkan sang pena berlaga!"

"Kita pernah sebut itu kenangan tempo dulu
Pernah juga hilang atau takkan pernah berlalu
Masa jaya putih biru atau abu-abu
Memori cerita cinta aku, dia dan kamu." Saga, Julian dan Jofan kompak bernyanyi.

Julian tiba-tiba menunjuk pada kami yang menonton satu per satu. "Saat dia, dia, dia masuki alam pikiran
Ilmu bumi dan sekitarnya jadi kudapan."

Jofan lagi. "Cinta masa sekolah yang pernah terjadi
That was the moment a part of sweet memory."

Saga. "Kita membumi, melangkah berdua
Kita ciptakan hangat sebuah cerita
Mulai dewasa, cemburu dan bungah
Finally now, it's our time to make a history."

"Bergegaslah kawan 'tuk sambut masa depan
Tetap berpegang tangan, saling berpelukan
Berikan senyuman 'tuk sebuah perpisahan
Kenanglah sahabat, kita untuk selamanya." Julian melantunkan bagian itu dengan suara yang amat merdu.

Saking bagusnya, gue sampe merasa terharu, dong. Penampilan mereka beserta isi liriknya betul-betul pas dan menyentuh menemani suasana malam ini.

"Satu alasan kenapa kau kurekam dalam memori
Satu cerita teringat di dalam hati." Jofan.

"Karena kau berharga dalam hidupku, Teman
Untuk satu pijakan menuju masa depan." Saga.

"Saat duka bersama, tawa bersama
Berpacu dalam prestasi, ya, hal yang biasa." Julian.

"Satu persatu memori terekam
Di dalam api semangat yang tak mudah padam." Jofan.

"Kuyakin kalian pasti sama dengan diriku
Pernah berharap agar waktu ini tak berlalu." Saga.

"Kawan, kau tahu, kawan, kau tahu, 'kan?
Beri pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan!" Para vocalis melantunkan lirik dengan ekspresi dan nada yang amat kuat. "Bergegaslah kawan 'tuk sambut masa depan
Tetap berpegang tangan, saling berpelukan
Berikan senyuman 'tuk sebuah perpisahan
Kenanglah sahabat, kita untuk selamanya!"

Para anggota JAJAJA kompak menggerakkan tangan seolah meminta kami semua naik ke panggung. Gue, Setya, Zyas, Dyas serta Vano jadi turut naik ke atas. Diikuti oleh Benjo yang diseret oleh Zyas. Kami semua berdiri beriringan, berangkulan, berpegangan tangan dan berpelukan sesuai baris lirik lagu yang tengah dinyanyikan yang membuat kami mau nggak mau turut bersuara.

"Bergegaslah kawan 'tuk sambut masa depan
Tetap berpegang tangan dan saling berpelukan
Berikan senyuman 'tuk sebuah perpisahan
Kenanglah sahabat ...
Bergegaslah kawan 'tuk sambut masa depan
Tetap berpegang tangan, saling berpelukan
Berikan senyuman 'tuk sebuah perpisahan
Kenanglah sahabat, kita untuk selamanya
Kita untuk selamanya."

"Yeeey!" Diakhiri sorakan heboh, lalu kami semua berpelukan.

Sebagai kawan. Teman seperjuangan. Sahabat sejati. Orang yang saling mengasihi. Merayakan hari di mana kami semua telah dinyatakan lulus. Resmi mengakhiri masa putih abu-abu. Bersiap menyambut masa depan yang akan turut membantu proses pendewasaan serta mengiringi perjalanan baru. Sampai tanpa sadar, beberapa dari kami ternyata telah meneteskan air mata.

Arima menghapus lembut air mata di pipi Jofan. Nando menangis dalam pelukan Julian. Mata Zyas tampak memerah. Tak terkecuali Vano yang kini tengah memeluk erat Setya. Membiarkan pemilik tubuh paling kecil di antara kami tenggelam dalam dekapannya.

Namun, melihat Vano yang menangis begitu untuk pertama kalinya di depan mata, tak ayal gue pun tertular kesedihan yang dia rasakan. Kemudian mengerling pada Saga, yang rupanya udah menumpahkan tangis juga. Lekas gue menghampiri untuk memeluk dan menenangkan dia.

Ini bukan perpisahan melainkan sebuah awal dari lembaran kehidupan yang kembali dimulai. Jarak, halangan dibarengi kerinduan yang lambat laun pasti akan datang. Membolak-balikkan perasaan hingga hubungan yang saling terikat. Antara gue, dia, kami, kita semua.

Berharap, untuk beberapa tahun ke depan, semoga tali pertemanan ini akan tetap teguh dan saling melengkapi. Kalau bisa, untuk selamanya.

___Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com