Truyen2U.Net quay lại rồi đây! Các bạn truy cập Truyen2U.Com. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

64. PENGULURAN

Aku ngerjain BAB ini cuma makan waktu 3 jam lebih sedikit saking lagi lancarnya inspirasi. Hihihi.

Semoga kalian suka. (✿^‿^)
Jangan bosen-bosen kasih vote dan komen, pokoknya.

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA BAGI YANG MERAYAKAN, YA! SEMOGA KEBAGIAN BANYAK DAGING. ⭐❤️

__
___
____

Saga tersenyum. Gue nyengir. Kedua bibir kami baru akan bersentuhan ketika suara ketukan yang super mengganggu terdengar dari luar.

"Saga! Saya tau kamu ada di sana! Keluar sekarang!"

Waduh! Ternyata Kak Jimmy juga udah datang. Gagal total rencana mojok sebelum mulai kerja kami.

Si Bangsat menghela napas pasrah. "Kita lanjutin nanti lagi, oke?" desisnya diakhiri kecupan ke bibir gue yang gue balas anggukkan setuju.

"Saga!" Sekali lagi Kak Jimmy memanggil dan bikin Saga lekas mengambil kopinya.

"Iya, oke! Saya keluar sekarang!" Tubuh tinggi cowok gue berbalik, lalu dia membuka pintu.

Menampakkan sosok Kak Jimmy selaku koki pembantu sekaligus asisten bos yang muncul sambil berkacak pinggang. Dia adalah anak kedua dari kakak keduanya Om Julius yang datang jauh-jauh dari Kalimantan demi membantu bisnis sang adik sepupu di sini. Soalnya dia udah punya gelar MBA dengan segudang bisnis yang dijalankan di mana-mana.

Namanya juga keluarga pengusaha kaya raya.

"Siap-siap di dapur. Bantu Affandi!" titah pria bernama lengkap Jimmy De'Angelo Fransiskus ini.

Ditanggapi anggukkan patuh oleh Saga yang segera berlalu dari hadapan kami. Membuat gue memandang Kak Jimmy dengan tatapan nggak enak karena ini jelas bukan kali pertama dia memergoki kami.

Gue sigap membungkuk sungkan, menyapa, "Met pagi, Kak Jimmy."

"Kak?"

Menyadari kesalahannya kecil itu, buru-buru gue meralat, "Maksud saya, Pak! Selamat pagi, Pak Jimmy!"

Sebab panggilan Kak hanya berlaku apabila kami berada di luar L-Laurens atau ketika jam kerja gue udah berakhir.

"Selamat pagi, Feryan." Kak Jimmy tersenyum ramah, memperlihatkan lesung pipit di sebelah kanan pipinya. "Seragam kamu jangan lupa dimasukkan ke dalam!"

Kepala gue refleks menunduk, memperhatikan seragam kerja gue yang masih menjuntai keluar. "Siap, Kak. Eh, Pak!" Gue nggak lupa memberi hormat yang semata-mata bikin Kak Jimmy tersenyum geli.

"Bagus. Kerja yang semangat, ya. Saya kembali dulu ke dapur."

Gue mengangguk pada beliau. Kemudian mengembuskan napas lega dibarengi cengiran. Lolos melewati satu hari lagi tanpa omelan. Soalnya Kak Jimmy tau banget kalo gue dan si Bangsat lagi ngapa-ngapain tuh, pasti yang mulai duluan ya adik sepupunya itu. Nggak tau aja si Kakak bahwa pacar Saga di sini sama mesumnya. Ehehehe. Cuma nggak ditunjukin di depan umum aja.

Iya, kok. Kak Jimmy udah mengetahui kebenaran antara hubungan gue dan Saga karena emang seluruh keluarga Fransiskus telah diberitahu. Meski ya, di awal mula pertemuan gue dan Kak Jimmy, gue dengan jelas bisa mendeteksi aura ketidaksukaannya kepada gue.

"Hmm, menarik." Sebelah alisnya terangkat tatkala melihat CV yang gue serahkan. "Kamu memanfaatkan posisi adik sepupu saya supaya bisa mendapatkan pekerjaan cuma-cuma di sini, ya? Cara yang cerdik."

Sindiran yang gue tebak bakal dilayangkan yang untungnya udah lebih dulu si Bangsat bocorkan. Bahwa Kak Jimmy ini kalo ngomong emang suka nyelekit demi menilai mental calon pekerja yang ingin bergabung dalam bidang usahanya.

Gue lalu mengangguk. "Iya, Pak. Saya memanfaatkan koneksi yang saya miliki dengan Saga demi bisa bekerja di cafe ini. Tapi saya pastikan, saya tidak akan bekerja asal-asalan supaya tidak mengecewakan kalian. Pak Jimmy bisa memegang kata-kata saya!" ujar gue mantap tanpa sedikit pun merasa gentar.

Berhasil membuat Kak Jimmy terlihat tertarik. Dia menyeringai dan mengangguk-angguk paham. "Baiklah. Akan saya pegang kata-kata kamu. Jadi tolong, jangan kecewakan saya, Feryan." Dia berdiri untuk lantas mengulurkan tangan yang segera gue jabat. "Selamat bekerja di sini. Saya menyerahkan bagian kerapian serta kebersihan di tempat ini kepada kamu."

Gue mengangguk antusias. Dengan bersungguh-sungguh membuktikan bahwa apa yang gue katakan bukan sekadar bualan demi cari muka. Tentang gue yang akan bekerja serius dan nggak asal-asalan. Yang menjadikan si Bangsat turut berbangga diri ketika Kak Jimmy memuji; mengatakan bahwa gue selaku pacarnya ternyata cukup mahir dalam urusan menangani kebersihan.

Pengalaman yang mengajarkan. Karena tinggal hanya berdua dengan Nenek--lalu sekarang Mamah, bikin gue merasa memiliki tanggung jawab untuk nggak hanya leha-leha di rumah. Pokoknya, kerjaan apa pun rela gue jabanin meski bidangnya terbilang jorok. Asalkan gue emang ada pemahaman mengenai itu.

Makanya di sini, urusan membersihkan WC, lantai, dapur, halaman sampai setiap sudut ruang dan jendela nggak pernah lepas dari perhatian gue. Dibantu oleh Kak Mala yang masuk di shift lanjutan--siang atau pagi tergantung jadwal kami, menggantikan gue yang emang bekerja setengah hari doang.

Walau sebagian pekerjaan Kak Mala lebih fokus ke kerapian kafe hingga dapur. Untuk bagian bersih-bersih terutama di toilet dan WC, gue selalu mewanti-wanti supaya tetap gue aja yang mengambil alih keesokan hari. Soalnya gue nggak tega membiarkan seorang cewek bekerja di bagian WC.

"Hai, Feryan! Jangan lupa habis dari sini motor gue elo lap juga, ya! Haha!"

Seloroh Mbak Tiara yang sekadar gue balas dengkusan. Dia adalah spesialis pembuat minuman dari mulai kopi, jus, teh, susu sampai milkshake. Yang bisa dengan cermat mengolah setiap resep yang diberikan oleh Saga sesuai instruksi, dan dengan takaran serta rasa yang pas. Sebutannya adalah tangan peniru.

"Feryan, hai."

"Hai, Kak Ersa." Gua balas menyapa Kak Ersamita yang masuk dengan langkah terburu-buru.

Gadis berusia 22 tahun ini merupakan pelayan utama dan satu-satunya di kafe L-Laurens. Memiliki gerakan yang sangat cepat serta daya ingat yang luar biasa. Bahkan meski kafe sedang sibuk-sibuknya, dia masih sempet mengingatkan bahwa pesanan yang gue bantu keluarkan dan hendak bawa ke meja pelanggan adalah salah. Kerennya nggak main-main.

Berlanjut ke area dapur, gue mengintip Saga, Affandi dan Kak Jimmy yang tengah mendiskusikan menu resep seperti selalu. Cowok gue ini bagian membuat dessert and pastry. Affandi bagian memasak. Sementara Kak Jimmy yang bantu menyempurnakan pekerjaan Affandi supaya nggak kewalahan.

Kenapa bagian dapur yang punya paling banyak orang? Asal tau aja, kafe ini terkenal dan sempat viral dikarenakan hidangan pemanja lidahnya yang betul-betul memuaskan pelanggan.

Semula sih, orang-orang banyak datang ke sini didorong rasa penasaran. Selain karena pemiliknya yang adalah anak seorang artis, sebagian ada yang nggak percaya bahwa semua menu yang ada di restoran ini diciptakan dan dimasak langsung oleh Saga.

Namun, gara-gara highlight berisi tayangan lama yang diunggah ke akun pribadi Instagram si Bangsat yang tengah memasak di dapur mendadak di-repost ke mana-mana sampe dibanjiri komentar serta kritikan dari para netizen yang kompak berkata bahwa mereka akan mencoba datang kemari lantaran ingin mencari tau sendiri, kafe ini pun didatangi banyak pelanggan dari berbagai lokasi.

Kemudian boom! Seketika L-Laurens dihujani banyak pujian dari para pelanggan yang tadinya iseng-iseng datang doang, lalu malah ketagihan dan menjadi langganan. Sempet diliput dan masuk ke portal berita juga dengan judul: Menolak Mengikuti Jejak Sang Ayah Untuk Masuk ke Dunia Entertainment, Saga Fransiskus Buktikan Keahliannya di Bidang Memasak dan Berbisnis Meskipun Dia Baru Saja Lulus SMA! Netizen Dibuat Kaget!

Walau yah, akibatnya kafe ini sempat kena inspeksi ulang juga. Tapi sepadanlah sama hasilnya.

Asli. Bangga banget gue sama si Bangsat. Begitupun juga kawan-kawan kami semua. Yang menyebut bahwa sekalipun mereka yang kuliah duluan, tetapi mereka yakin bahwa karir Sagalah yang akan selalu sukses ke depan. Aamiin.

"Feryan, minta tolong pada Tiara untuk membuatkan saya kopi lagi. Yang ini sudah dingin."

Titah dari Saga membuat gue urung mengeluarkan plastik sampah dan sigap mengangguk padanya. "Baik, Tuan."

"Saya juga, ya. Minta tolong dibuatkan teh hijau," sambung Kak Jimmy yang juga gue balas anggukkan lagi.

"Baik, Pak. Emm, Affandi nggak sekalian?"

Affandi yang sedang mengasah pisau menggelengkan kepala pada gue. "Nggak usah, Fer. Masih kembung nih perut."

"Oke!" Gue lantas muncul dari balik pintu area dapur menuju ke meja Mbak Tiara. "Mbak, pesan satu kopi susu dan segelas teh hijau, ya."

Mbak Tiara yang tengah membersihkan mesin kopi mengacungkan jempolnya pada gue. "Siap, Fery! Biar nanti minuman ini mbak bawain sendiri. Kamu lanjut kerja aja!"

"Makasih, Mbak!" Gue nyengir.

Saking nyaman dan bersahabatnya lingkungan pekerjaan gue ini, sampe-sampe gue berpikir bahwa gue ingin seterusnya berada di sini. Tanpa ada pergantian pegawai ataupun perubahan suasana. Sebab saking menyenangkannya, gue sering kali nggak sadar ketika tau-tau waktu jam makan siang udah tiba. Menyadarkan gue bahwa waktu bekerja gue telah selesai untuk hari ini.

"Waktunya istirahat!" sorak Mbak Tiara girang sembari buru-buru melangkah ke bagian dapur.

Sementara Kak Ersa lekas menempelkan tulisan WE'RE HAVING LUNCH/BERISTIRAHAT di bagian jendela depan. Walau kami nggak melarang jika ada pelanggan ingin tetap masuk asalkan mereka bersedia duduk-duduk dulu sekadar menikmati minuman dari lemari pendingin atau numpang pakai Wi-Fi.

"Silakan dinikmati."

Ketika satu per satu hidangan menu makan siang kami disajikan, sontak aja gue tersenyum senang melihat suguhan berisi tumis jamur bercampur irisan ayam yang terpampang di depan mata. Disusul beberapa botol air mineral serta makanan penutup berupa vanilla puding yang diberikan untuk masing-masing dari kami.

"Aduh, maaf. Saya agak telat! Tadi sempet macet di jalan!" Kedatangan Kak Mala bikin gue urung menyendok makanan. "Maaf ya, Tuan," ucap perempuan berambut sebahu ini lantas segera duduk bergabung bersama kami di meja makan khusus pegawai.

"Nggak apa-apa," respons si Bangsat penuh pengertian. Setelah itu dia mengeluarkan satu lagi piring berisi lauk untuk disuguhkan pada Kak Mala. "Ini, makan siang kamu. Karena saya tau kamu nggak suka jamur, jadi saya ganti jamur itu dengan kembang kol. Semoga suka ya, Mala."

Mendengarnya, kontan aja Kak Mala tersenyum semringah. "Terima kasih banyak, Tuan Saga. Padahal Tuan nggak perlu repot-repot."

Sedangkan gue yang melihatnya jadi turut tersenyum, serupa Affandi, Kak Ersa juga Mbak Tiara sebelum kami lanjut menyantap hidangan makan siang bersama Kak Mala.

Masih perlu bertanya alasan apa yang bikin gue betah bekerja di sini? Kalian jelas udah tau jawabannya.

Selain suasananya yang nyaman, pegawainya yang ramah dan cekatan, ditambah menu makan siangnya yang enak. Adalah bahwa pemilik kafe ini juga selalu memikirkan kami para pegawainya dengan penuh perhatian. Psikologis kami. Hal-hal apa yang sekiranya membuat kami nggak nyaman. Menganjurkan kami memberikan saran serta keluhan bila ada. Semua-muanya. Kurang apa lagi, 'kan?

Itulah kenapa, sejak mulai bekerja di sini, perasaan kagum dan cinta gue terhadap Saga kian menggebu-gebu nggak tertolong lagi.

Si Bangsat yang baru aja menghabiskan menu makan siangnya yang emang hanya setengah porsi tiba-tiba mengerling gue yang juga sedang memandanginya. Bikin gue tersenyum tertahan, menyadari ada kaki di bawah meja yang tengah mengusap-usap betis gue.

Aduh, dasar. Cowok bangsat satu ini emang betul-betul terbaik dan menggairahkan.

.

Gue menaik-turunkan mulut di sepanjang ereksi Minions selagi memelintir puting dada si Bangsat yang mendesah tertahan. Dia mengusap-usap puncak kepala gue lembut, lalu terkekeh yang serta-merta bikin gue mendelik ke arahnya.

"Kenapa?" tanya gue yang jadi mencabut kontol besar ini. "Apa ada sesuatu di kepala gue?" terus gue yang sontak menggaruk-garuk kepala sendiri, mencari-cari sesuatu di sana.

"No, there's nothing!" ujar cowok mesum ini sambil memasukkan lagi Minionsnya ke mulut gue. "Gue cuma ngetawain gerakan kepala elo yang lucu. And I like it."

Gue mendengkus sembari lanjut melakukan hisapan. Menikmati juga gesekan jemari kaki Saga yang membelai-belai ereksi Banana di balik celana.

"Nanti malam gue mau main ke rumah, ya. Tolong bilangin ke Tante."

Kepala gue cuma mengangguk mendengar ucapannya. Masih dengan mulut bergerak naik-turun, menikmati ereksi yang tengah gue hisap secara saksama.

Kegiatan tambahan sebelum waktu bekerja gue benar-benar selesai: yaitu memuaskan kontol pacar gue sampe dia berhasil muncrat. Karena semua kesibukan ini membuat kami jarang bisa mesra-mesraan apalagi ngeseks. Alhasil solusi berpacaran di tempat kerja terpaksa diusulkan oleh Zyas dan Setya yang dengan senang hati kami terima.

Sumpah demi apa. Lubang bool gue kangen banget disodok oleh kontol di dalam mulut ini. Nggak cuma bisanya kebagian menghisap dan saling mengocok aja. Meski begitu, gue dan si Bangsat setuju untuk nggak melampaui batasan bertindak nggak senonoh di lokasi bekerja. Demi menghargai jerih payah Om Julius serta perasaan para pegawai yang lain--walau nggak semuanya tau. Pun, sekalian membiasakan kesabaran kami juga.

Sabar yang seolah siap meledak kapan aja. Sebab setiap kali gue dan Saga tengah berduaan di tempat yang bagi kami aman, detik itu juga gue berasa kepengin ngajak dia untuk saling bertindihan.

"O-oh, Ryan! Enough!"

Itu tanda yang membuat gue refleks meloloskan Minions dari dalam mulut, kemudian lanjut mengocok dengan kain yang diletakkan mengambang di atasnya. Mencegah sperma batang besar ini muncrat ke mana-mana apalagi sampai mengotori sofa. Membiarkan gue meresapi pemandangan dari ekspresi super seksi Saga ketika ejakulasi.

Aah. Berani sumpah dia ganteng banget.

Terima kasih, Tuhan. Karena di antara milyaran manusia di bumi ini, gue satu-satunya yang terpilih untuk menjadi pemilik hati dari hamba-Mu yang bernama Saga ini.

.

Dalam perjalanan pulang, gue nggak henti-hentinya menggerak-gerakkan rahang di balik masker lantaran sensasi pegal akibat menghisap Minions di kantor Saga tadi belum kunjung hilang. Sewaktu kami cipokan dan berbagi aroma jamur bercampur manis dessert vanila yang disantap di jam makan siang pun, sukses bikin gue cengengesan nggak keruan.

Nggak sabar kepengin cepet-cepet malam jadinya. Semoga aja nanti gue ada kebagian jatah disodok. Udah terlanjur gatel nih lubang.

Namun, laju motor spontan gue bawa melambat tatkala menangkap keberadaan seorang bule yang terlihat sibuk melambaikan tangan ke sana-kemari seakan-akan tengah membutuhkan bantuan. Membuat gue memutuskan untuk mendekatinya walau masih ada perasaan ragu sebab takut dianggap pengganggu.

Bule berambut hitam kecokelatan ini pun langsung aja berkacak pinggang sewaktu dia melihat gue yang udah berhenti di depan mobilnya yang gue tebak pasti sedang mogok. Masker lebih dulu gue turunkan, sebelum gue memberanikan diri bertanya dan memghampirinya.

"Emm, I'm sorry, Sir. Maybe, do you need help?"

Tentunya pake bahasa Inggris karena yang sedang kita ajak ngobrol bule, ya.

Masker yang dia pakai turut diturunkan untuk lantas mengangguk memberi jawaban, "Yes! I need a lot of help. Right now!" Dia menunjuk mobil berwarna merahnya. "This damn car I was just rent about three hours ago suddenly run out of gas. While my phone being totally death when I don't bring a charger with me. Such a bad day to start my journey in this town," keluhnya panjang lebar yang cuma mampu gue tanggapi senyum prihatin.

HP yang dikantungi di dalam ritsleting jaket depan gue keluarkan. "I can lend my phone for you. Because maybe you have someone you want to call. To help you here. I mean, to pick you up."

Usulan yang gue suarakan membikin Mas bule ini memekik senang. "Oh, yes. I need that. But I don't think I had any number that I can call in this town. My phone is death, remember? Damn!" cetusnya yang sesudah itu menjentikkan jari seakan baru mendapatkan ide cemerlang. "Oh, except my cousin's number! Wait, I think I save his number somewhere in my wallet!" katanya yang kemudian mengeluarkan dompet kulit dari kantung belakang. "Here it is. He's number. Can you please help me to give him a call?"

Ketika Mas bule bertubuh tinggi macam Vano ini memberikan secarik kertas berisi nomor HP, detik itu juga gue merasakan de javu.

0811-1192-002

Bentar. Nomor HP ini kok ... kayaknya gue kenal?

"What are you waiting for? Call him now!"

"Oh, yes! Sorry!"

Protes dari Mas bule bikin gue buru-buru menekan nomor HP yang diberikannya satu per satu ke layar. Berakhir memunculkan nama kontak Saga Bangsat 😸 yang semata-mata makin meyakinkan gue bahwa pantas aja gue mengenali nomor ini. Tapi masalahnya, gimana bisa?

Kok bule yang mengaku baru hari ini datang ke Jakarta udah aja menyimpan nomor HP cowok gue di dalam dompetnya, sih? Eh, sebentar. Gue baru menyadari sesuatu yang lain.

"Sorry, Sir. But are you perhaps ... Saga cousins?"

Mendengar pertanyaan gue, Mas bule ini membelalakkan kedua matanya.

"Wait. You know him? You know Saga?" baliknya bertanya.

Gue tersenyum simpul dibarengi anggukkan pelan. "Yes, I know him. Because Saga is my ... boss."

.
.
.

Jangan overthinking dulu, karena ini masih permulaan juga. NGAHAHAHAHA!

Sampe ketemu di BAB 65. 🌈❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com