72. PENYUNGGUHAN
AKHIRNYA BISA UPDATE LAGI! 🥺❤️✨
Pokoknya,
Selamat membaca.
Jangan lupa komen dan vote-nya.
Dan terima kasih untuk semua komentar dari kalian di post edisi kangen aku kemarin yang bikin aku bersemangat untuk coba selesaiin bab ini. 🌸
Tapi, awas aja kalo sampe sepi komen atau kaliannya asal minta next, lanjut, cepet update doangan, aku bakalan ngambek! 😭😔
_____
____
___
__
"Kita udah sampe, ya?" tanya gue begitu mobil yang Saga kemudikan akhirnya berhenti melaju.
"Iya."
Sesudah mendengar jawaban itu, gue celingukan ke sana-kemari untuk ke sekian kali. Yang jelas nggak ada gunanya karena toh mata gue masih aja ditutup. Hanya gelap gulita yang terpampang sejauh mata memandang.
Si Bangsat terdengar membuka dan menutup kembali pintu mobil sebelah kanan. Disusul membukakan pintu mobil di samping gue.
Sebelah tangan gue dipegangi. "Sini, elo turun pelan-pelan. Pegangan."
Aba-aba darinya gue balas decakan nggak sabar. "Kenapa nggak elo cepet buka aja penutup mata ini, sih?"
Tangan gue yang baru hendak menarik lepas kain yang menutup mata dicengkeram oleh Saga. "Jangan dulu! Sabar, kek. Sebentar lagi, kok," bisiknya sembari membetulkan posisi penutup mata ini. "Ayo, ikut gue." Tangan gue lanjut digandeng olehnya, mulai melangkah bersisian dengan gue yang bagai sedang berperan sebagai orang buta.
"Gue lapar, Bangsat."
"Iya. Nanti kita makan."
"Gue mau makan bebek rica-rica."
Tawa pelannya menyembur. "Tumben bukan ayam."
"Ya kali, gue selalu kepengin makan ay--anjrit!" Gue mengumpat lantaran tadi kaki gue terasa menubruk sesuatu dan hampir terjatuh.
Secara sigap si Bangsat makin erat memegangi dan merangkul gue. "Hati-hati. Lumayan banyak bebatuan di sini."
KENAPA BARU ELO BILANG SEKARANG, SETAN? Batin gue memprotes penuh kedongkolan.
Dikira gue punya kekuatan mendeteksi daratan setara Toph selaku pengendali bumi? Udah mana indra penciuman gue payah kalo bukan berurusan sama makanan. Tapi sejauh hidung mencium, gue emang nggak menangkap aroma makanan apa pun. Padahal kata Saga dia udah nyiapin, 'kan. Hmmm. Jangan-jangan gue dikibulin?
"Oke, kita udah sampe."
Segala pikiran mupeng berisi makanan sirna seketika setelah si Bangsat membisikan kalimat tadi.
"But first, let me ask you something," terusnya berucap sebelum gue sempat berkomentar. "Elo tau ini hari apa?"
"Hari Senin."
Jawaban spontan itu justru bikin Saga refleks memberikan sentilan pelan ke dahi gue. Anjing!
"Bukan itu maksudnya, Bego! I mean, ini tanggal berapa dan hari apa? Apakah elo tau?" tanyanya sekali lagi.
Mendecak, gue lantas menjawab lebih detil. "Hari Senin, tanggal 25 Oktober. Tanggal gajian gue. Iya, 'kan?"
Dapat gue dengar helaan super panjang nan lelah dari bule bangsat di samping gue. "Elo bener-bener bego, ya."
"Jawaban gue bener, woi!" protes gue nggak terima lantaran masih aja dikeluhkan.
Pipi gue merasakan cubitan cukup kencang kemudian. "Iya, bener. Tapi kurang tepat."
Gue mengernyit sembari mengelus-elus pipi. "Di bagian mananya?"
Saga mengembuskan napasnya yang beraroma kopi yang terasa mengenai wajah gue. "Dua tahun lalu, pada tanggal 25 Oktober 2019, apakah elo ingat? Di tanggal dan hari itu, kita berdua resmi jadian setelah elo nembak gue, lalu gue ngajak elo pacaran?" jelasnya diakhiri tanya selagi mulai mengendurkan ikatan penutup mata yang gue pakai.
Ketika akhirnya penutup mata ini terlepas, gue sontak aja mendongak memandang agak buram sosok tingginya. "Jadi, maksud lo ...,"
Anggukkan ditunjukan oleh Saga yang juga memasang senyuman. "Yes, Baby! Happy second anniversary." Lalu dia menyingkir dari hadapan gue sambil membentangkan tangan, menunjuk ke depan. "And this is my present for us."
Membuat gue terpana sejadi-jadinya ketika menemukan sebuah bangunan berupa rumah berlantai dua di depan sana. Mulut gue menganga dengan kedua mata yang melotot yang kemudian mengerling pada si Bangsat nggak percaya.
"Saga, elo pasti udah gila. Ini ... kok rumah?" pekik gue histeris bagai baru dinobatkan sebagai milyarder dadakan.
Dia mengangguk dengan santai. "Iya, rumah kita."
Kedua mata gue makin melotot. "Tapi buat apa, anjir?"
"Buat tempat tinggal kita nantilah."
BUSEET! APA DIA BILANG? Sumpah gue tambah nggak paham sama apa yang sedang dipikirkan oleh anak tunggal dari Om Julius ini.
Kepala gue menggeleng secara gregetan. "Nggak, maksud gue ... kenapa harus rumah, sih?" tangan gue menunjuk ke rumah yang dicat dengan warna putih dan biru langit di sana. "Ini 'kan harganya pasti mahal!" sembur gue mengomel.
"Nggak sama sekali. Ini gratis." Komentar gue disahuti. "Karena ini adalah rumah lama Daddy dan Mommy. Yang mana adalah rumah gue juga. Karena seluruh aset di sini udah tentu akan jatuh ke tangan gue selaku pewaris tunggal mereka."
MENTANG-MENTANG ANAK SEMATA WAYANG!
"Tapi tetep aja, Bangsat! Rumah ini adalah milik lo!" cetus gue dengan nada frustrasi.
Beneran di luar jangkauan jiwa bokek gue banget ini orang setiap ngasih kejutan atau hadiah.
Seolah memahami kegusaran gue, si Bangsat memegangi tangan gue lembut selagi berkata, "Ini milik kita berdua, Bego! Karena di masa depan nanti, elo akan menjadi pendamping hidup gue. Dan kita berdua akan tinggal sama-sama di sini." Jakunnya tampak naik turun sebelum meneruskan, "Listen to me. I ... gue selalu sangat ingin memberikan elo sesuatu yang berkesan, Ryan. Sesuatu yang nggak hanya bisa elo pakai, tapi juga bisa memberikan elo perlindungan. Satu tujuan yang bikin elo akan selalu ingat ke gue. Sebuah rumah untuk elo jadikan tempat untuk pulang. Menyendiri serta bebas mengekspresikan apa yang sedang elo rasakan. Di sini. Di tempat yang gue sediakan. Rumah kita."
Mendengar seluruh kalimat yang terlontar dari mulut manisnya, nggak ayal gue pun tercenung.
"You know," Saga tersenyum getir, lantas berbicara lagi, "Mulai tahun depan, elo sama gue akan mulai berjauhan. LDR. Gue di UK dan elo di sini. Jadi selama itu, gue ingin elo sesekali datang ke sini. Supaya elo nggak bisa dengan gampang melupakan gue. Apalagi berpikir untuk coba berpaling dari gue. Sampe sini, elo paham, 'kan?"
Gue mengangguk satu kali, dan nggak bisa menahan protes, "Tapi kenapa seolah-olah elo lagi nyuap gue pake rumah ini supaya gue nggak selingkuh, ya?"
Dia ketawa. "Kurang lebih begitu. Jadi setiap kali elo kepincut sama cowok lain saat gue jauh, elo akan ingat, "Tapi Saga udah ngasih gue rumah"."
Pipinya refleks gue geplak. "Bacot!"
Dia cuma nyengir sembari mengeratkan pegangan tangannya. "Ayo, kita masuk. Gue mau tunjukin sesuatu ke elo."
Setibanya di dalam rumah, gue kian dibuat terkesima atas kejutan yang telah Saga siapkan. Disambut cahaya kelap-kelip dari lampu tumblr berwarna kuning pudar bercampur putih yang dipasang mengelilingi hampir di seluruh ruangan. Dari mulai meja, sofa, hingga di dinding yang dipasangi potret besar berisikan gambaran gue dan Saga yang berfoto di hari lebaran kami tahun lalu. Di bawah foto itu, lima baris tali rami digantung dengan panjang yang berbeda-beda. Masing-masing tali bantu memajang potret gue dan Saga selama dua tahun kami berpacaran.
Beberapa foto yang pernah gue kirimkan secara iseng dan ketika tengah mager. Foto kami berdua sewaktu sedang mojok berdua. Gambaran kemesraan kami yang diabadikan melalui kamera beberapa kawan. Foto yang masing-masing dari kami ambil secara diam-diam. Foto gue dan Saga berciuman, berpelukan, bahkan bertengkar.
Tanpa sadar gue menyemburkan tawa kecil sambil menarik satu foto yang menampakkan gambaran gue yang sedang menjambak rambut Saga. Gue duga, foto ini pasti dari Zyas atau Setya.
Lalu gue menengadahkan kepala, memandang pada tulisan HAPPY 2ND ANNIVERSARY yang terletak di atas potret besar. Di bawah ucapan itu, ada kata-kata lain; I'm so lucky to have you as my boyfriend. I love you.
Senyum gue mengembang dengan sangat lebar tanpa mampu ditahan saking terlalu senang.
Sebuah pelukan lalu datang dari belakang. Saga menempelkan dagunya di bahu gue. Mencium pipi gue keras-keras sebelum bertanya, "Apa elo suka?"
Mustahil gue nggak suka ini. Walau yah, terkesan norak dan terlalu romantis kayak adegan di film-film tema cinta yang lebay. Tapi yah, usahanya tetap patut gue apresiasi.
Gue mengangguk pelan, lantas menarik lepas satu foto untuk ditunjukkan pada Saga. "Gue nggak suka yang ini. Foto gue jelek."
Gimana nggak jelek? Gue lagi tidur sambil nyandarin kepala ke kursi mobil malah difoto-foto segala. Mana tidur gue agak mangap. Muka gue keliatan kucel. Parah.
Saga tertawa. "Menurut gue ini imut, loh."
"Taik kucing lo imut!" sungut gue kesal. "Elonya nggak ada kerjaan amat, sih. Orang lagi tidur malah di foto-foto."
Dia menghela napas. "Tapi ini adalah foto pertama yang gue ambil dari elo. Di hari pertama kita jadian. Ingat sewaktu gue ngajak elo main pertama kali ke rumah gue?"
Mengetahui fakta itu, gue jadi terpaku sembari memandangi tanggal yang tercetak pada foto.
26 Oktober 2019
Oh. Ternyata foto ini punya sejarahnya sendiri. Gue baru sadar. Dasar bule bucin.
Kemudian Saga menunjuk foto kami berdua yang mengapung di atas kolam sambil tertawa. "Foto ini bagus, 'kan?"
"Iya. Gue suka yang ini. Gue kangen berenang di rumah lo jadinya," komentar gue dan tersenyum padanya. Yang lalu dihadiahi kecupan singkat di bibir olehnya.
Si Bangsat menghela napas panjang sambil mengeratkan pelukan. "Gue ingin, setiap bulan atau tahun, foto-foto kita akan terus bertambah. Untuk mengisi ruangan di rumah ini. Gimana menurut lo?"
"Gue nggak keberatan. Asalkan fotonya gak sebanyak ini, ya."
Dia terkekeh. "Bisa diatur." Pelukan dilepaskan, setelah itu dia kembali menggenggam tangan gue. "Ayo, sini. Biar gue tunjukin kamar kita berdua."
Gue menaiki tangga menuju lantai kedua bersama Saga yang terus menggandeng gue. Tersenyum mendapati potret foto Yellow serta foto kami berdua bersama Yellow dan kawan-kawan hingga keluarga pada dinding tangga yang kami lalui. Memijak lantai atas, dan untuk ke sekian kalinya terkesima pada bagian di dalam rumah ini. Kali ini, pada ruangan membaca yang letaknya nggak jauh dari belokan pintu menuju balkon. Akan tetapi, Saga justru mengajak gue ke pintu kedua yang ada di sini. Untuk lantas membukannya yang serta-merta menjadikan gue memekik saking girang.
Ada poster One Piece berukuran gede di sini! Dipasang tepat di sisi pintu ruang baju--gue yakin itu ruang baju! dan lekas gue hampiri. Di sisi pintu satu lagi yang berada di kamar ini, ada juga poster Naruto selaku anime kesukaan Bangsat. Berdekatan dengan lemari yang diisi oleh patung kecil dari para tokoh kesukaan kami. Di bawahnya, puluhan volume komik tertata rapi sesuai nomor dan urutan.
Saga melangkah sesudah menutup pintu. "Warna cream yang tempo hari elo cetuskan, sebetulnya lebih gue butuhkan untuk mewarnai kamar kita ini."
Mendengar kalimat itu, gue sontak mengedarkan pandangan ke seantero kamar berwarna cream dengan pola cat banyak segi tiga di salah satu sudutnya. Warna putih, cream, kuning dan abu-abu pudar. Yang berada tepat di sisi ranjang besar satu-satunya di dalam sini. Di atas ranjang itu ada boneka Keropi, boneka kucing, dan nggak ketinggalan potret kami dan kawan-kawan yang terpasang di dinding bagian atas ranjang. Meja rias yang telah dipenuhi bermacam merk parfum serta skincare. Juga telivisi besar yang menempeli dinding.
Aduh, pusing gue. Kamar ini terlalu sempurna dan bagus yang bikin gue gak ada puasnya mengagumi. Parah kerennya.
"Apa elo suka?"
Pertanyaan itu membuat gue berbalik cepat menghadap Saga disertai cengiran. "Saga?"
"Hmm?"
"Gue cinta banget sama lo." Tubuhnya gue tubruk cukup kencang saking bahagia dan bikin si Bangsat terkekeh geli.
"I know, Baby. And I love you too." Puncak kepala gue diciumnya lembut.
Gue mengembuskan napas lega. "Makasih atas hadiah anniversary ini. Dan maaf, karena gue sama sekali nggak ingat dan nggak bisa nyiapin apa-apa."
Saga melonggarkan pelukan kami dan menggelengkan kepala laun, memaklumi. "It's okay. Dengan kita masih berhubungan sampai detik ini pun, lebih dari cukup bikin gue bahagia. And you have to know that. Always."
Gue mengangguk paham atas ucapan manisnya barusan.
"Good." Pipi gue dielus. "Nah, sekarang. Ayo, kita mandi. Terus makan."
"Makan dululah, baru mandi. Gue udah lapar banget, tauk!"
Dia tertawa pelan. "Oke, oke. Ayo, kita ke meja makan."
.
Meja makannya pun disiapkan khusus di tepi kolam yang pintunya nggak jauh dari area dapur, dong. Untungnya, kami nggak makan hanya dengan satu buah cahaya lilin di tengah-tengah macam orang kepengin ngepet. Jadi mata gue tetap bisa melihat jelas bermacam-macam menu di meja.
"Jadi, selama seharian nggak di kafe, elo ngurusin semua ini? Sendiri?" tanya gue sesudah menelan satu suap lagi daging panggang sambal merah buatan Saga. Merah karena dibanyakin tomat, sih. Bukan cabe.
Mana mungkin dia ngizinin gue makan pedas berlebihan. Ditambah dia kurang suka pedas juga. Huh, hah!
"Nggak sendirian, kok. Gue dibantu sama Adam dan juga Bayu. Weekend kemarin sebelum kita jalan juga gue sempat dibantu Kak Jimmy."
"Adam?" Nama itu masih aja bikin gue kesal meski dari sekadar mendengarnya.
Seakan memahami reaksi gue, dengan hati-hati Saga menjelaskan, "Iya. Karena dia masih merasa bersalah ke kita berdua, jadi dia bilang, dia mau ngelakuin sesuatu yang sekiranya bisa membantu. Termasuk ngepel dan ngebersihin halaman rumah ini. Walau kerjaannya hampir gak bener semua. At least, he's trying."
Yah, apa pun itu yang dia lakukan. Gue gak peduli.
"Terus, Om Julius udah tau? Soal rencana elo ini?"
Dia mengernyit berlagak heran atas tanya untuk mengalihkan topik kami dari Adam barusan. "Tentu aja, Sayang. Karena mustahil gue berani ngasih elo hadiah berupa rumah lama Daddy tanpa minta izin darinya dulu."
"Iya juga, sih. Dan Om setuju?"
Kepalanya mengangguk dengan tegas. "Dia seneng malah. Sebab itu artinya, gue semakin serius memikirkan nasib hubungan kita ke depannya."
Gue menggumam panjang saking bingung harus berkata apa lagi. Ini cowok kalo lagi serius bikin rasa cinta gue tambah menjadi-jadi.
Sebelum menyuap sekali lagi, gue terlebih dulu menyampaikan hal yang sejak sampai di sini gak henti mengganggu pikiran, "Gue sama sekali nggak kepikiran bakalan elo kasih rumah."
Saga mengangkat sebelah alisnya. "Gue juga baru kepikiran nyiapin ini setelah kita ketauan pacaran oleh mamah lo, sih."
Kunyahan gue spontan terhenti. "Hah? Kok gitu?"
Dia tampak menarik napas panjang, lalu menjelaskan, "Karena udah ketauan, gue kira seharusnya kita jadi bisa lebih bebas, tapi di sisi lain privasi kita juga berkurang, 'kan. Apalagi mamah lo sering banget kedapatan nguping dan ngintip kita. It's embarrassing."
HAH? GIMANA, GIMANA? Serius dia mikir gitu?
"Tapi elonya aja masih suka main nyosor gue sembarangan di depan orang lain. Sok-sokan ngerasa malu lo sama Mamah!" sembur gue gregetan.
Cowok gue memutar bola mata. "Yang seumuran sama kita, ya iya. Tapi mamah lo itu beda cerita. Because she's your mother. Sama kayak elo yang ngerasa was-was setiap lagi berduaan sama gue dengan adanya keberadaan Daddy atau Kak Jimmy di dekat kita. Maka sebagai solusi, gue jadikan aja rumah ini untuk tempat kita mojok. Biar lebih leluasa." Kedua alisnya bergerak naik turun dengan ngeselin. "Di sini, kita nggak perlu takut ketauan atau dikepoin. Yang terpenting, saat kita having sex, elo mau mendesah segimana keras pun, nggak akan ada yang bisa mendengar selain gue."
Garpu di pegangan gue todongkan ke arahnya. "Emang dasar itu tujuan utama lo, Bule Berotak Kotor! Menyediakan tempat khusus untuk kita berduaan supaya lebih enak kalo mau berzina."
Dan dia balas menunjuk gue pakai garpunya. "Yup! Itu juga."
Hadeeeuh, nggak di mana-mana semua selalu ada aja agenda terselubungnya. Untung gue suka. Eheu.
"Oh, iya. Mamah juga udah tau, 'kan? Soal rumah ini?" tanya gue lagi baru teringat sebab tadi 'kan Saga mampir ke rumah dulu.
Kepalanya menggeleng pelan. "Tante tau bahwa gue pengin ngasih elo surprise, tapi gue nggak bilang surprise itu dalam bentuk apa. Cari aman. Takut-takut mamah lo kepo lagi, dan pada akhirnya dia tetap akan ngegangguin kita juga di sini." Berakhir mengembuskan desah lelah yang bikin gue ngakak dan dihadiahi lirikan kesal dari mata sipitnya.
Gue pun meminum jus alpukat, kemudian baru teringat sesuatu. "Oh, iya. Tadi Pak Dewa mampir ke L-Laurens, loh. Tapi karena elonya malah nggak ada, jadinya beliau cuma nitipin salam."
Saga menatap gue. "Oh, ya? Udah lama gue nggak ketemu beliau," ujarnya seraya lanjut makan.
Gue mengangguk. "Dia datang gak sendirian, sih. Barengan sama mantan muridnya gitu. Namanya Kak Lanang. Mana ganteng lagi orangnya."
Sedetik sesudah pujian spontan itu gue lontarkan, gue segera menyadari kesalahan apa yang baru aja gue ciptakan. Terbukti dari reaksi si Bangsat yang seketika berhenti mengunyah dan mengerling gue sengit.
MATI GUE! DASAR BEGO!
"What did you say?" matanya memicing, bertanya dengan nada sinis yang membuat gue berpura-pura nggak mengerti.
Alhasil gue lebih memilih lanjut memakan daging yang tersisa di piring saji. "O-oh. Gue suka banget sama daging sapi ini, Bangsat. Enak!" sahut gue, memasang cengiran gugup yang masih nggak berhasil menyingkirkan ekspresi kesalnya.
Tahu-tahu dia mengeluarkan HP. "Gue mau ngehubungin Pak Dewa."
"Ngapain?" Gue menahan diri dari ingin menelan bulat-bulat daging di mulut saking kaget.
"Nyuruh dia supaya jangan ngajak muridnya lagi ke kafe gue."
"Heh, anjing! Sinting lo!" Gue sigap berdiri dan mendekati kursinya. "Jangan ngaco, Bangsat!"
Namun terlambat, bule posesif ini rupanya udah menekan tombol panggil. DAN PANGGILAN DIA TERSAMBUNG KE NOMOR WA PAK DEWA, DONG! GILA!
"Heh, mending el--"
"Halo, Pak Dewa!"
ANJIR! Mana langsung diangkat pula teleponnya.
"Oh, maaf. Saya yakin ini nomor Pak Dewa."
Hah? Kok obrolannya jadi begitu? Wajah si Bangsat juga tampak kebingungan sekarang.
Dia melirik gue seraya mengangguk-angguk laun dan bertutur, "Oh, baiklah. Nggak. Nggak ada apa-apa. Ini saya murid SMA-nya dulu. Saga."
Dia ngobrol sama siapa, sih?
"Baik, Kak. Kalau begitu, tolong sampaikan salam saya untuk Pak Dewa. Maaf mengganggu."
Kak?
Begitu panggilan diakhiri, Saga menjelaskan tanpa menunggu gue tanyai, "Yang ngangkat bukan Pak Dewa. Suara cowok. Gak kenal gue."
"Mungkin itu Kak Lanang?" Gumam gue menerka.
Sayangnya, sosok di samping gue jelas nggak senang mendengar nama itu gue sebutkan. "Elo segitu terobsesinya sama cowok bernama Lanang itu?" tanyanya dengan raut kesal.
Gue mendecak. "Bukan gitu, Bangsat! Dasar cemburuan banget lo tuh, ya!" keluh gue, malas menghadapi sifatnya yang satu ini.
HP miliknya mulai diotak-atik lagi. "Mungkin gue harus nelpon lagi dan ngomong sama Lanang itu langsung!"
"Gak usah ngaco, Setan!" HP milik dia gue rebut untuk dijauhkan dari jangkauan. "Mending kita lanjut makan aja!" sergah gue yang lantas kembali duduk ke kursi sendiri.
"Gantengan dia apa gue?"
Gue urung mengambil daging ditodong pertanyaan sangat menyebalkan dari Saga yang memandang gue dengan sorot terlalu serius. "Elo masih mau bahas itu?"
"Habis berani-beraninya elo bilang cowok lain ganteng di depan gue. Kurang ajar dasar lo."
"Heh, anjing!" Gue memukul tepian meja sebab kepalang meradang. "Tetep gantengan elo ke mana-mana di mata gue, kali. Gak usah terlalu dipikirin, lah."
Kedua matanya menyipit nggak percaya. "Really?"
ASLI UDAH MALES GUE SAMA INI COWOK!
"Tuh!" Garpu gue kembali menunjuk dia. "Udah gue bilang gitu pun elo tetep gak percaya! Capek gue! Cuma karena gue muji cowok lain ganteng, gak berarti gue tertarik sama mereka."
Bahkan setelah gue mengungkapkan hal itu, tatapan si Bangsat untuk gue masih belum berubah. Seketika emosi gue pun membuncah.
"Kalo elo masih gak percaya ... BODO AMAT!" Gue berdiri dari kursi, memilih untuk segera beranjak menuju kembali ke dalam. "Silakan elo lanjut makan sendirian. Gue mau mandi! Hilang nafsu makan gue ngeliat muka kusut lo."
"Maksud elo, ganteng?"
"IYA, SUKA-SUKA ELO AJA, BANGSAT!"
"Wait, Ryan! Let's take a bath together."
SIAPA JUGA YANG KEPENGIN MANDI BARENG SAMA DIA? Ngarep!
"Gak mau! Gue masih kesel sam--anjing!" Gue memekik sebab sekonyong-konyong tubuh gue digendong dari depan oleh si Bangsat saat baru memijak anak tangga.
"Ayo, kita mandi! Hahaha!" ajaknya dengan senyum usil sembari mulai menaiki tangga dengan penuh semangat seakan tubuh gue yang tengah digendongnya gak ada apa-apanya.
"Heh, Bangsat! TURUNIN GUE, WOI!"
Namun, mustahil seorang Bangsat Saga mempedulikan protes gue. Jadi, pada akhirnya kami berdua benar-benar mandi bersama. Mandi yang bukannya langsung membasahi badan disusul mengambil sabun untuk bersih-bersih, malah lebih dulu saling berbagi ciuman di bawah keran shower sambil melucuti pakaian kami masing-masing.
Seperti selalu, gue mabuk merasakan setiap sentuhan darinya. Pun, tangan gue nggak akan pernah tersesat untuk tau letak titik tubuh mana yang harus gue gerayangi. Berakhir mendesah, mengerang seirama. Memanggil nama Saga selaku pusat yang menarik seluruh atensi gue terhadapnya.
Setiap gerakan liar. Kecupan mesra. Belaian hangat hingga ekspresi penuh gairahnya.
Sungguh, gue amat sangat mencintai makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini.
.
"Malam ini elo nggak usah pulang, oke?" ujar si Bangsat yang kini tengah menggosok-gosok rambut gue yang basah kuyup.
"Kenapa?"
Dia tersenyum. "Malam ini, gue mau ngabisin waktu sebanyak-banyaknya sama lo. Dan mamah lo juga udah mengizinkan, kok. Toh, besok elo masuk shift siang, 'kan?"
Bener juga, sih.
"Iya, deh. Malam ini gue bakal nginep di sini sama lo, di rumah baru kita," balas gue yang lalu gantian menggosok-gosok rambutnya yang juga masih basah.
Memandangi wajah tampan cowok ini, sosok pacar paling menawan yang gue miliki yang semata-mata bikin gue mesam-mesem sendiri. Handuk gue tarik turun, dan gue juga menahan gerakan tangan si Bangsat di kepala gue.
Masih sambil menatapnya, gue mengungkapkan, "Elo adalah cowok paling ganteng yang paling gue cintai, Saga. Nggak peduli mau ada berapa banyak cowok yang lebih ganteng dari lo di luar sana, yang gue cintai dan bisa ngebuat gue bucin nggak tertolong ya cuma elo seorang. Elo percaya 'kan sama gue?"
Pegangan gue di tangannya balas digenggam, disertai gerakan mengangguk tanda paham. Juga senyuman. "Gue percaya. Tapi gue tetep nggak suka ngedenger elo muji cowok lain. Seenggaknya, jangan di depan mata gue."
"Iya! Gak bakal gue ulangi, deh." Gue mendecak. "Tapi gak janji!" ralat gue diakhiri juluran lidah, menggodanya.
Saga sontak menggeram dan menindih badan gue. "Gemes banget gue sama lo." Setelah itu dia menyerang wajah dan tubuh gue dengan ciuman serta gelitikan bertubi-tubi.
Membuat gue tertawa sampe capek. Memprotes tindakannya tanpa henti walau aslinya gue juga seneng setengah mati. Menghabiskan waktu bersama Saga sepanjang malam ini akan menjadi satu dari sekian indah memori.
Selamat hari jadian yang kedua tahun, Saga. Gue juga beruntung karena bisa memiliki elo sebagai cowok gue. Gue cinta banget ke elo.
Tiga bulan berlalu sejak terakhir kali aku update bab terbaru SBKB#2. Mohon maaf karena aku butuh waktu yang sangat lama untuk menyelesaikan bab yang hanya berisi 3400 kata ini. 🥺
Kalo ditanya alasannya, jawabannya adalah STRES BERAT. Malas. Nggak ada semangat hidup. Mager. Semuanya.
Aku sempat berada di titik di mana bener-bener gak bisa nulis apa pun. Nggak mau nulis apa pun. Nggak kepengin ngelakuin apa pun. Dan cuma kepengin nyari hiburan demi diri sendiri saking pusing mikirin kesibukan dan masalah. Maunya nonton film. Nonton YouTube. Dengerin musik. Lalu kepoin series BL GMMTV yang sedang on going yang mana bikin aku ketemu lagi sama mereka yang semula kuanggap bukan apa-apa, tapi sekarang jadi mood booster terhebat aku setelah OffGun. 💜💙✨
JimmySea ini adalah salah satu alasan kenapa aku bisa terus semangat dan tersenyum setiap buka medsos atau lagi penat mikirin masalah di real life. Sumber energi aku dari medsos karena di sini jelas aku punya anak selaku penyemangat dan sumber happy aku.
Meski banyak yang bilang mereka apalah, inilah. Nggak tau. Pokoknya aku sayang banget-banget aja sama JimmySea. Sampe kemarin aja aku nangis bengep saat tau akhirnya mereka dapat series baru lagi. Aaaaaa. 😭 /woi
Selain itu juga, aku disibukkan oleh kegiatan mengantar dan nemenin anak sekolah SD. Siangnya aku ngantar mereka sekolah agama. Sorenya aku beberes rumah dan masak. Diteror setiap hari sama SPinjam buat nagih hutang suamiku. Semuanya~
Gimana aku nggak pusing dan stres, 'kan?
Sejak akhir bulan September juga aku sempat aktif di TikTok buat bikin konten, tapi setelah akhirnya aku dapat 2000 lebih followers, aku milih tutup akun karena aku pikir, udah saatnya aku fokus sama kesibukan aku yang lama, yaitu nulis. Karena kemarin saat aku nyapa kalian di bab kangen-kangenan, itu belum lama setelah aku tutup akun TikTok dan Twitter.
Dan ya, di sinilah aku sekarang. Akhirnya berhasil menyuguhkan kalian dengan tulisan acak-acakan aku lagi. Yang mana aku harap, nggak mengecewakan kalian sama sekali.
Semoga nggak, ya.
Bab 72 ini aku dedikasikan untuk semua pembaca setia SBKB. Juga untuk diri aku sendiri yang tanggal 24 kemarin baru berulang tahun yang ke-28. 🤭🌸✨
Sebetulnya BAB 72 ini bisa cepet kelar kalo aku nggak kebanyakan galau gara-gara aku yang ultah, tapinya nggak bisa dapat apa-apa atau ngapa-ngapain. 🥺 Padahal kepenginnya seneng-seneng, jalan-jalan, me time, apa pun itulah. Tapi kondisi sama sekali nggak mendukung. Udah mana orang deket yang ingat ultah aku cuma anak aku doang WKWKWKWK Nyesek~ 😔 Padahal aku ngarepnya bisa dapat kado atau traktiran. 😭 /heh
Untungnya, berkat komentar dari kalian semua aku terhibur dan merasa lebih baik. Jadi aku harap, kalian nggak akan pernah bosan sama SBKB dan nggak bakal capek juga setiap aku mintai komentar ke sini. 🥺🙏✨ Ya, ya, ya?
Sekali lagi, terima kasih teruntuk kalian yang sudah sangat setia menantikan update SBKB#2. 🌈
Sampai ketemu lagi pada update selanjutnya~ yang semoga nggak akan terlalu lama aku ketik.
Seyeng kalian semua banyak-banyak. Selalu. 🌸❤️✨
By the way, satu pemenang PDF lanjutan BAB 70 atas tebakan tepatnya tentang surprise apa yang disiapkan oleh Saga adalah Yukimiura95 ya, dan PDF-nya udah aku kasihin juga.
Bagi yang siapa tau masih penasaran sama PDF-nya, dan mungkin sekalian mau beli PDF LANANG juga, bisa langsung kontak aku ke nomor WA:
082298595785
Aku juga mulai aktif di Instagram khusus fangirling aku @fujocchi24
Jika nanti kalian nyari-nyari aku saat aku lagi gak aktif di Wattpad, bisa silakan hubungi aku di IG dan WA aja, ya. Gak usah sungkan. ✨
Sekian dari aku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com