Truyen2U.Net quay lại rồi đây! Các bạn truy cập Truyen2U.Com. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

92. PENGADAAN

Iya, benar. Setelah sekian bulan aku menelantarkan novel SBKB#2, hari ini aku resmi memutuskan untuk kembali dan membawakan bab terbaru bagi kalian. ❤️

Seneng, nggak? Seneng, kan? Seneng, dong! Awas kalo nggak, aku bakal pamit lagi dengan waktu yang lebih lama. 😀

Alasan aku kembali adalah karena ada beberapa pembaca yang ternyata masih menunggu update dan merindukan cerita ini, yang seketika mengembalikan semangat ngetik aku lagi. Dan yah, akhirnya inilah yang cuma bisa aku beri.

Aku harap, semoga bab terbaru ini dapat membayar rasa kangen kalian pada kisah cinta SagaRyan dkk.
Dan tolong, jangan pada pelit ngasih komentar, ya. 🥺🥹🥲 Mau kalian spam dan nyampah pada setiap paragraf cerita ini juga aku akan dengan senang hati menerima, kok. ✨ Jangan sungkan, jangan segan. Karena komentar dari kalian adalah suntikan semangat yang amat aku butuhkan. 🥰
Itu aja dariku.

So, selamat membaca bab 92 ini!

_____
____
___

Gue melakukan gerakan memelintir pinggang sendiri selagi melangkah menuju ruang makan pegawai. Menguap cukup lebar lantaran masih merasa agak ngantuk, kemudian membuka pintu yang langsung aja mendapatkan perhatian semua orang. Termasuk cowok gue yang sedang berdiri di ujung meja.

"Tuh, akhirnya Feryan datang." Mbak Ersa menyambut gue sambil memegangi piring berisi dessert di tangan.

"Iya. Dia tuh yang hampir setiap hari ngadu ke kami, "Anjir, gue kangen dessert bikinan Bos Saga!" Hahaha!" Mbak Tiara nimbrung diakhiri kedipan mata yang semata-mata bikin gue tersenyum jengah.

"Nih, dessert yang elo kangenin udah ada. Buruan ambil. Sebelum kami habisin semua." Affandi pun ikut-ikutan segala. Hadeeeuh.

Beberapa sisa potong dessert di atas piring mungil gue pandangi. Menunya adalah kue gulung rasa vanila coklat.

Satu piring gue ambil yang kemudian segera gue santap. "Elo pulang bukannya buat liburan? Ngapain bikinin kami dessert segala."

Mendapati tanya gue, si Bangsat datang mendekat kemari untuk menyapa, "Long time no see." Dia memberi tos yang refleks gue balas dengan agak gelagapan.

Anjir, lupa. Gue 'kan mesti pura-pura kami baru ketemu hari ini di sini, ya.

"Ah, iya. Elo datang dari kemarin, 'kan?" tanya gue lagi dan lanjut menikmati kue dengan rasa yang amat lembut ini. Mana wangi vanilanya enak banget pula. Nggak heran gue sampe kangenin dessert dia tiap hari. Meski semalam gue udah nyicipin duluan dengan menu yang berbeda, sih.

"Yep. Ambil libur musim panas buat satu bulan ke depan."

"Selama itu, elo bakal balik kerja?"

"Nggaklah. Kan elo sendiri yang bilang bahwa gue pulang untuk liburan."

"Oh, iya."

Gue nyengir kikuk. Dibalas senyuman ganteng si Bangsat yang bikin gue memutuskan untuk buru-buru duduk sebelum gue menunjukkan gelagat salting yang kentara. Sedikit meringis lantaran pinggang dan pantat gue rasanya masih nyeri dan pegel banget.

Anjay! Gini amat badan kalo habis melakukan adegan jungkir balik dalam rangka melepas nafsu kerinduan.

"Elo semalam nonton live Bos Saga juga, Fer? Di Instagram."

Tanya mendadak dari Mbak Ersa menghentikan suapan gue sejenak yang lalu mengangguk pelan. "Oh, iya. Gue nonton. Emangnya kenapa?"

Nonton langsung depan mata malahan. Sambung suara batin gue.

"Elo udah kenal sama pacar Bos Saga, dong?"

TANYA KEDUA ITU NYARIS AJA BIKIN GUE KESELEK, WOI! Mbak Ersa kenapa mesti banget kepoin hal itu sekarang, sih.

"Pacar?" Gue berlagak nggak ngerti sembari mengedarkan pandangan, memperhatikan semua orang yang tengah menyimak obrolan kami. Nggak terkecuali Saga yang menatap gue seakan pengin mendengar apa yang bakal gue katakan.

Dasar sialan.

"Iya." Mbak Ersa menelan lebih dulu sebelum menjelaskan, "Semalem 'kan Bos Saga ada nyebut-nyebut soal dia lagi bareng pacar tuh di live. Mana pake nyebut-nyebut 'Yang' juga kan. Sumpah gemes! Tapi pacarnya malah nggak diliatin atau diajak sekalian ke sini."

"Bener. Padahal kami penasaran sama pacarnya." Kak Mala turut berkomentar. "Kamu kenal pacarnya 'kan, Feryan?"

Gue melirik pada Saga yang keliatan sedang menahan tawa lalu mengangguk ragu-ragu.

Yah, seenggaknya gue mengenal diri sendiri secara cukup baik lah.

"Pasti cantik banget, 'kan?" Mbak Ersa masih belum juga mengakhiri sesi ingin tahunya.

Bahkan gue jauh dari kriteria bisa disebut ganteng. Boro-boro pengen mengakui diri gue cantik, deh.

"Hmm. Gimana bilangnya, ya?" Gue menggaruk-garuk leher sebab bingung ingin memberi jawaban apa. "Lagian kenapa kalian nanyanya ke gue, sih? Tanya aja sama orangnya langsung sana," ujar gue akhirnya dan mendelik pada cowok gue yang cuma taunya nyengir aja.

Saga akhirnya angkat suara, "Kan saya udah bilang kalo jam segini pacar saya mulai masuk kerja. Dia sibuk. Dan hal lainnya adalah saya nggak janji bisa mengenalkan dia pada kalian. Karena orangnya emang nggak suka kalo hubungan kami terlalu dipublikasi ke mana-mana."

Penjelasan itu sukses meluncurkan desah kecewa dari Mbak Ersa dan Kak Mala. Juga Mbak Tiara (meski gue tau aslinya Mbak Tiara pasti pura-pura aja) Sementara Affandi sekadar mengangguk-angguk. Gak yakin gue dia sebetulnya tertarik akan topik ini.

"Hei." Saga menepuk pundak gue saat gue baru bersiap menghabiskan suapan terakhir kue. "Anak-anak lain ngajak kita ketemuan nanti malam. Elo udah ngeliat GC?"

"Oh, belum. Mau ngumpul di mana?" Gue bertanya sesudah menghabiskan dessert.

"Di rumah gue. Kayak biasanya aja."

"Oh, iya. Jam berapa?"

"Sehabis elo kerja aja. Kita begadang barengan. Toh elo lagi ada jadwal masuk shift siang."

"Siplah. Bisa diatur." Gue memberi Saga acungan jempol. "Kalian bakal ikutan juga, 'kan?" Gue mengerling pada Kak Jimmy dan Adam.

Kak Jimmy menjawab, "Adam mungkin akan ikut, tapi saya nggak."

"Mas Jimmy udah ada janji sama yayangnya soalnya."

"Cieeee." Jawaban dari Adam bikin kami semua kompak menggoda Kak Jimmy.

Dapat gue lihat bos kami itu mati-matian menahan ekspresi jengah dan hanya mampu geleng-geleng kepala. Sedangkan gue dan yang lain berakhir ketawa. Meledek orang yang kasmaran emang hal yang paling seru.

Kemudian gue mendongak. Bertatapan dengan mata sipit si Bangsat yang juga sedang memasang senyuman super cakep. Salah satu hal dari dirinya yang bikin gue kesengsem setengah mati.

Aslinya, gue juga lagi kasmaran, sih. Ehehehe.

.

Selesai meremas kain pel, gue melenguh cukup panjang sambil memegangi pinggang.

BERASA MAU LEPAS INI PINGGANG! SAKITNYA GILA! Andai nggak ingat lagi kerja, rasanya gue kepengin rebahan aja di atas lantai toilet ini.

"Are you okay?"

Suara si Bangsat yang mendadak terdengar bikin gue sigap menegakkan badan lagi. Berbalik ke belakang, lalu memberinya cengiran yang agak dipaksakan.

"Elo kenapa di sini?" tanya gue sewaktu melihatnya malah melangkah menghampiri.

"Gue mau pamit pulang. Nggak apa-apa 'kan kalo gue pulang duluan?" Saga melihat ke sana-kemari sebelum memberanikan diri menggerakkan tangan untuk bantu menyeka keringat gue.

"Nggak apa-apalah. Mendingan elo emang pulang duluan, terus bagian elo nanti ngangkatin jemuran. Takut mendadak turun hujan," respons gue yang ditanggapi anggukkan paham olehnya.

"I understand. Tapi badan elo nggak kenapa-kenapa, 'kan? Tadi gue liat elo kayak yang kecapekan banget. If you're not feeling okay, you can just--"

"I'm okay, Saga. Don't worry. Namanya orang kecapekan saat kerja itu wajar, kali!" pangkas gue pada kalimat berisi sisi overprotektifnya itu. Bahunya gue tepuk-tepuk. "Udah, sana. Elo pergi, pulang duluan. Takut nanti mengundang kecurigaan lagi kalo elo kelamaan di sini," desis gue mengingatkan yang bikin dia menghela napas pasrah.

"Alright. Elo semangat kerjanya." Dia mendaratkan ciuman ke pipi kiri gue disusul kecupan singkat ke bibir dan juga dahi. "Gue tunggu elo pulang. Ada menu yang mau elo minta untuk gue masakin?"

"Ayam bakar sambal ijo. Gue kangen banget," ucap gue nggak mampu menyembunyikan nada sok manja. "Bawang putihnya agak banyakin tapi."

"Oke." Rambut gue diusap-usap olehnya. "Kalo gitu, gue pulang dulu. See you at home, baby. Bye."

"Bye."

Tepat sesudah si Bangsat keluar, seorang pelanggan cowok masuk ke dalam toilet ini yang membuat gue bergegas lanjut mengepeli lantai. Selagi terus menahan rintihan sebab sekujur tubuh gue dilanda rasa nyeri yang seolah nggak berkesudahan.

.

Rumah kami udah aja ramai begitu gue baru sampai di halaman depan. Memarkirkan motor, gue kemudian turun dan langsung disambut oleh Zyas yang melambai-lambaikan tangan. Meminta gue menghampiri meja yang entah udah diisi menu apa aja di sana.

"Akhirnya sampe juga kamu!" Zyas menyodorkan gue sebotol Mogu Mogu rasa kelapa yang gue terima dengan senyum bahagia.

Butuh banget emang gue. Biar badan yang berasa lemes ini bisa balik seger lagi.

Seseorang lalu tiba-tiba memeluk gue dari belakang. "Adik kecil!"

Suara serta wangi parfum yang familiar itu sontak bikin gue berbalik. "Kak Armet! Ikut juga?"

"Harus, dong." Kakak perempuan ketemu gede gue ini mencubit pipi gue gemes. "Kan kakak kangen sama kalian semua. Mumpung kakak masih available dan bebas keluyuran, segala kesempatan untuk having fun akan kakak lakukan." Dia mengedipkan mata ke arah belakang gue sambil menggoyangkan minuman kaleng beralkohol di pegangan.

Saat gue menoleh, ternyata ada Saga yang udah aja berdiri di dekat gue.

Saga segera aja memberi rangkulan disusul mencium pelipis gue "Welcome home, Babe." Nggak ketinggalan mengelus-elus pipi yang spontan bikin sekujur badan gue berasa habis disiram air hangat.

"Huuu!"

"Mulai!"

"Cium aja terus!"

SIALAN DASAR! KEBIASAAN DIA EMANG NGGAK BAKAL BISA DIHILANGIN BUAT SENGAJA PAMER KEMESRAAN DEPAN ORANG-ORANG!

Di depan kami, Kak Armet sekadar terkikik sambil sok berjingkrakkan.

Gue pun memberi sikutan kecil ke tulang rusuk si Bangsat. "Harus banget elo begitu?" tanya gue lalu mulai membuka botol Mogu-Mogu.

Dia cuma nyengir lalu menurunkan rangkulannya ke arah pinggang yang hampir aja bikin gue mengaduh keras. "Gue kangen pamer kemesraan di depan semua orang."

"Bangsat!" omel gue dan mendorongnya menjauh. Selepasnya menarik napas dalam-dalam karena jika dipikir-pikir, ternyata sakit yang terasa di badan gue seolah makin nggak tertahankan.

Mesti gimana ini, ya? Mana gue belum sempat makan.

"Ayo, duduk. Menu khusus untuk elo udah gue buatin."

Saga menggandeng tangan gue menuju ke kursi yang udah dia siapkan untuk gue pada meja yang telah diisi oleh sebagian besar kawan kami di sini.

Zyas, tapi kali ini tanpa ada Benjo atas permintaan pribadi si Bangsat selaku sang pemilik rumah. Ada juga Dyas, Ajay, Jofan, Nando, Vano, Setya, Kak Armet, dan juga Adam yang paling datang belakangan karena terjebak macet sebentar. Arima nggak bisa datang di kesempatan sekarang sebab dia sedang ada kerja kelompok, katanya.

Sementara meja yang kami tempati diisi oleh berbagai menu yang sebagian besar datang melalui pesanan. Ada martabak manis, martabak telur, pizza, sate ayam dan sapi, hingga sushi. Kecuali ayam bakar sambal ijo serta dessert-nya yang berupa puding buah dan kue tiga rasa; cokelat, strawbery vanila dan keju.

Kami semua menikmati hidangan di meja sambil saling bertukar obrolan. Yang mana tentu, lebih banyak berpusat pada cerita yang dibagi oleh Saga dan Vano yang sama-sama melanjutkan jenjang pendidikan di luar Indonesia dan punya banyak kisah seru untuk dituturkan. Mendengar cerita lucu hingga pengalaman mengerikan yang sempat terjadi di sekitaran tempat mereka tinggal selama di sana. Disambungkan oleh Kak Armet yang bercerita mengenai konsep pesta pertunangannya nanti.

"Dress code nanti kalian pakai white and soft blue, ya. Akan ada door prize untuk mereka yang pakai setelan paling cetar," ungkap Kak Armet sembari membuka lebar kedua tangan demi mewakili cetar yang dijabarkan olehnya.

Zyas mendadak batuk-batuk demi menarik perhatian kami semua. "Duh. Obviously, aku yang bakal menangin door prize itu," ucapnya dan bertepuk tangan sendiri. "Tunggu aja. Kalian bakal ngelihat secetar apa penampilan aku di pesta pertunangan Kak Armet."

Kembarannya menimpali, "If you're gonna ended up embarrassed our entire family, I think I will just lock you inside one of our monkey cage."

Komentar Dyas bikin gue dan yang lain langsung menyemburkan tawa dengan Zyas yang memberinya lirikan sinis super bombastis.

"Kayaknya Zyas lebih cocok dimasukin ke dalam kandang buaya, deh." Cowok gue nimbrung.

"Nope. Kandang sigung is better." Vano ikutan buka suara dan berakhir melakukan tos dengan dua sohibnya.

Trio akhlakless ini dikumpulin bareng lagi emang nggak bakal ada benernya, deh.

Zyas tersengih. "Andai aku bisa masukin kalian bertiga ke dalam kandang hiu," desisnya dengan tatap penuh dendam kesumat, lalu lanjut meminum bir kaleng di pegangannya.

"It's okay, Zy. Orang cantik emang punya banyak haters," celetuk Kak Armet yang bikin Zyas tersenyum girang.

"I know, Kak. Thank you." Zyas dan Kak Armet lalu beradu gerakan tangan centil yang bikin kami semua terkekeh geli melihatnya.

Di sebelah gue, si Bangsat geleng-geleng kepala kemudian tangannya naik ke punggung. Mengusap-usap di sana lantas memberi rangkulan lembut selagi gue masih memakan menu ayam bakar sambal ijo bikinannya. Mantap, pemirsa. Rasanya nggak pernah mengecewakan. Bawang putihnya pun berasa sesuai permintaan gue.

"How's your food? You like it?"

Tanya itu gue tanggapi lewat anggukkan. "Udah tentu gue suka. Masakan pacar gue selalu jadi makanan terenak yang pernah gue makan," jawab gue diakhiri cengiran yang langsung menular pada Saga.

"Iya deh yang pacarnya bisa masak." Mendadak aja Setya yang duduk di samping Saga menimpali yang bikin gue mendelik padanya.

"Diem lo! Urus aja pacar lo sendiri!" sembur gue dan lanjut menyuap sambal ijo dicampur ayam dan nasi ke mulut dari tangan kanan gue.

"Sambalnya nggak kepedesan, 'kan?"

"Kurang pedes malahan, tapi tetep enak, kok."

Jawaban dari gue sukses memperdengarkan suara meringis dari beberapa orang. "Sambal yang aromanya udah sampe bikin hidung aku berasa kebakaran masih kamu sebut kurang pedas. Ugh. Nggak paham deh aku," komentar Zyas yang badannya jadi bergidik nggak jelas.

"Jangan berlebihan makan pedasnya, Adik kecil. Takutnya lambung kamu nanti luka." Kak Armetta menyambungkan dengan ekspresi cemas sambil menatap kemari.

Gue memberi acungan jempol. "Feryan tau kok, Kak. Kalo sekiranya beneran terlalu berlebihan, Feryan gak berani juga kok makannya," respons gue lalu melirik cowok gue lagi. "Elo sendiri udah makan?"

"Udah." Dia mengangguk sesudah itu makin mendekatkan wajahnya ke gue. "Tapi kalo elo mau nyuapin sih gue nggak akan keberatan."

Oh, ada yang minta disuapin rupanya. Siap.

Potongan daging yang dibaluri banyak sekali sambal gue comot dibarengi sedikit nasi yang segera gue bawa ke depan mulut si Bangsat. "Nih. Silakan dimakan."

Sekonyong-konyong si Bangsat memundurkan wajahnya menjauh dari suapan gue. "Nggak usah aja, deh. Makasih. Silakan elo lanjut makan sendiri."

Gue seketika ngakak sebelum memasukkan suapan tadi ke mulut sendiri. "Yellow udah elo kasih makan?"

"Udah. Dan dia udah tidur di kamarnya," balas Saga seraya mengusap sisi mulut gue. "Pelan-pelan aja makannya. Nanti elo kesedak, bisa perih itu hidung."

Gue mengangguk paham selagi melanjutkan makan dan sesekali bersenda gurau dengan yang lain. Tentang jatah gajian gue hari ini, membahas Saga yang tadi datang ke L-Laurens sampe gimana Vano mencurahkan kekesalannya lagi sebab nyaris dilarang datang ke sini.

Bunda dia bener-bener kebanyakan ngatur, anjir. Bersyukur gue punya mamah yang membiarkan gue mau melakukan apa aja selama gue nggak bakal berakhir jadi kriminal.

Oh, bener juga. Itu mengingatkan gue.

"Oh, iya. Mumpung kita semua lagi kumpul, bentar gue mau ambil kamera. Hadiah yang dari Vano," kata gue sembari mulai mencuci tangan menggunakan air mineral.

Si Bangsat membalas, "Kita foto pake kamera HP aja bisa kali, Ryan."

"Or we can just use my camera." Dyas tau-tau mengangkat kamera Canon hitam miliknya yang semata-mata bikin gue urung beranjak.

"Oh. Gue kira elo nggak bawa," ujar gue merasa lega sebab jadi nggak perlu repot-repot nyari kamera ke dalam rumah.

"Sini, biar kakak yang fotoin adik-adik ganteng semua." Secara antusias, Kak Armet mengulurkan tangan. Meminta kamera dari tangan Dyas yang lekas dia bawa ke ujung meja supaya bisa memotret kami semua. "Ayo, berdiri semuanya!"

Sesuai aba-aba, satu per satu dari kami segera berdiri dan memasang pose.

"AW!"

Namun, begitu giliran gue ingin berdiri, nyeri luar biasa yang terasa di pinggang dan pantat bikin gue refleks berpegangan pada tepian meja.

SAKITNYA GILA, WOI! Berasa kepengin lepas beneran ini pinggang dari badan gue, anjrit.

"Ryan?" Saga sigap memberi rangkulan lagi.

"Feryan?"

"What's wrong?"

"Is he okay?"

"He looks pale, Saga."

Suara dari kawan-kawan nggak gue hiraukan karena sakit ini merenggut semua fokus. Gue menarik dan mengembuskan napas lalu menggeleng-gelengkan kepala laun lantaran sensasi pusing turut melanda kepala.

"Hey, babe. Look at me." Saga agak mengguncang-guncang badan gue dan bikin gue menatapnya. "What's wrong? Tell me. Ada yang sakit?"

Gue mengangguk dan merintih pelan. "Kaki sama pinggang gue. Semuanya berasa nyeri. Terus kepala gue tau-tau agak pusing gini rasanya. Sorry."

Jawaban yang gue utarakan mendadak mendatangkan keheningan. Ketika memutar pandangan, gue lihat semua orang sedang melirik ke arah Saga yang jelas tampak kebingungan.

"What?" Cowok gue balas memelototi mereka.

"Saga, what the hell did you do to him?" Vano balik bertanya.

"A rough night, huh." Maksud si Nando apa, deh?

"I know you missed him, but I think you should try to control yourself more, Saga."

Eh, bentar. Kenapa Adam bicara seolah-olah ...

"Iya, tuh. Vano sama Setya juga udah saling lepas kangen, tapi kayaknya Setya nggak sampe jadi drop kayak gitu. Juanda, kamu ngentot Feryan terlalu membabi buta, ya? Ngaku."

ANJAY TERNYATA PIKIRAN MEREKA LANGSUNG NGARAH KE SANA! PANTESAN AJA!

"Bentar, woi!" Gue menyahut cepat sebelum asumsi jelek lain tambah bertebaran. "Guys, tolong gak usah nyalahin Saga. Gue sama dia sama-sama mau, oke?" desis gue sedikit malu dan mengakui. Melirik Saga yang hanya mampu geleng-geleng masygul.

Sementara yang lain tampak memperdengarkan desah malas bercampur kekehan.

"Emang dasar pasangan binal kalian." Ini dari Setya yang seharusnya butuh cermin buat ngaca, sih.

"Baguslah kalo lo tau. Tapi serius, ini bukan salah Saga." Gue menjelaskan, "Gue cuma kecapekan. Gara-gara megang kerjaan di rumah ini sendirian meski udah dilarang si Bangsat, ditambah lanjut kerja di L-Laurens, terus bolak-balik naik motor juga, dan semalem pun gue kelamaan main air. Jadinya begini."

Zyas mendecak kemudian melempar ranjau terkait penjelasan gue, "Tapi kalo Juanda nggak terlalu brutal ngewe kamu, aku yakin badan kamu gak bakal jadi begitu, Feryan."

Gue dan si Bangsat jadi saling pandang. Bingung mesti merespons apa atas ucapan yang sangat benar itu. Tapi balik lagi, gue sama dia 'kan sama-sama mau. Jadi nggak cuma cowok gue yang harusnya disalahkan di sini. Gue berakhir begini karena bernasib sebagai pihak penerima kontol dan tenaga gedenya aja. Aslinya enak, sih. Tapi emang risikonya pasti selalu ada dan gue gak bisa menghindarinya.

"Aduh, adik-adik. Kenapa obrolan kalian sangat vulgar dan nggak ada filternya sama sekali, sih? Kakak pusing nih dengernya." Kak Armet memprotes dengan sebelah tangan menutupi telinga seolah nggak ingin mendengar detil lainnya lagi.

"Sama, Kak. Gue juga pusing dengernya." Ditimpali oleh Ajay yang memasang senyuman risih.

Orang-orang di meja ini mana ada yang mulutnya punya filter.

"Apa elo mau masuk ke dalam aja? Supaya bisa langsung istirahat?"

Tawaran itu jelas aja gue tolak. "Nggak mau. Gue pengin tetep di sini sama yang lain. Lagi seru juga."

"Terus sesampenya di dalem kamu lanjut ngentot dia lagi?"

Tebakan semena-mena si Zyas itu langsung dijawab dengan sangat sinis oleh si Bangsat. "I won't! Elo pikir gue monster macam apa?"

Sedangkan gue nyengir dan membalas santai, "Gue nggak keberatan, sih. Hehe."

"Bener-bener lo, Fer." Jofan geleng-geleng geli saking nggak habis pikir sama jawaban gue.

"That's not funny, Ryan." Dan pacar gue keliatan kesel gara-gara ucapan gue barusan.

Anjay! Kalo lagi kumat jiwa overprotektifnya emang nggak bisa diajak becanda ini cowok.

"Sorry." Lengannya spontan gue peluk. "Beneran gue nggak apa-apa, kok. Gak usah terlalu khawatir."

"Beneran, Feryan nggak apa-apa?" Kak Armet pun ikut memastikan.

Gue menganggukkan kepala. "Nggak, Kak. Mending kita lanjut foto aja. Mumpung lagi rame di sini. Duh, gue nggak mau jadi perusak suasana, ya."

"Bukan masalah elo jadi perusak suasana, Fer. Tapi kalo elo emang capek dan lagi nggak enak badan, mendingan elo langsung istirahat aja," ungkap Nando yang kemudian diberi anggukkan setuju oleh beberapa orang.

Kepala gue menggeleng-geleng secara tegas. "Nggak. Gue mau tetep di sini sama kalian. Habis itu gue baru istirahat. Janji, deh."

"If he said so." Saga hanya bisa menghela napas pasrah atas keinginan gue. "Ayo, kita lanjut foto aja, Kak."

"Oke, deh!" Kak Armet mengacungkan jempol pada kami. "Ayo, siap-siap. Senyum semuanya. Satu, dua, tiga!"

Begitu jepretan kamera terdengar dengan flash yang juga menyala mengarah ke sini, itu bersamaan dengan sensasi hangat yang terasa di pipi gue karena si Bangsat nggak diduga-duga malah segala pake nyium. GUE KECOLONGAN, ANJIR!

"ANJING! NORAK LO!" Pipi gue yang tadi dijejaki ciumannya refleks gue usap-usap. "Ngapain sih pake cium-cium segala." Pipinya gantian gue usap dengan tamparan.

Gobloknya ini cowok malah lanjut mencium gue lagi. Mana di bibir. "Habis gue gemes sama lo, Sayang."

"Hadeeeuh." Yang lain cuma bisa mencibir.

Minta ditampar pake sekop semen muka ini orang. Tapinya gue sayang. Tck. Ya udahlah. Udah kebiasaannya emang.

"Aku mau nyium juga jadinya."

"Gak usah ikut-ikutan mereka, deh."

Gue ngakak mendengar obrolan singkat itu lalu melirik pada Vano yang seketika murung setelah mendapat penolakan dari Setya.

Zyas pun turut mengeluh, "Yah, aku nggak punya orang yang bisa dicium. Aku telpon Benjo dulu kali, ya."

"Don't you dare!" Cowok gue langsung aja memberi peringatan dan bikin Zyas urung mengambil HP-nya.

"Dasar pelit," protes Zyas diakhiri juluran lidah.

Saga gue dengar menghela napas lebih dulu sebelum berbicara, "Nggak ada gunanya elo terus berharap sama orang kayak dia, Zyas. Come on. Get over him. Elo yang bilang waktu itu katanya begitu gue balik ke sini kalian bakal udah jadian. Nyatanya apa? Nothing."

Eh, kapan Zyas pernah bilang begitu? Kok gue nggak inget, ya.

"Itu karena kamu pulangnya kecepetan!" hardik Zyas nggak mau kalah.

"Khayalan lo aja yang emang ketinggian, Zy. Just admit it. He's never gonna take your feeling seriously." Dyas ikut berkomentar yang kali ini berhasil membungkam Zyas.

Melihatnya, gue dan Setya kompak berbagi lirikan. Berpikir tentang apa yang harus kami lakukan sebab sejujurnya kami juga udah nggak tau harus gimana lagi menghadapi perkara hubungan yang ada di antara Zyas dan Benjo.

"Khayalan atau bukan, kalian nggak berhak mengatur perasaan seseorang mau dibawa ke mana, 'kan?"

Ucapan Kak Armetta membuat kami semua mengerling ke posisinya secara bersamaan. Mendapati senyuman manis telah tersungging di bibirnya seakan berusaha menularkan sikap tenangnya pada kami, terutama Zyas.

"No one can predict the future nor somebody's heart and feeling. Kalo Zyas masih ingin bertahan sama Benjo, just let him be. Kalo Benjo belum bisa kasih kepastian, then that's okay. It's all about time, kids." Kakak perempuan kami melangkah menghampiri Zyas dan memberi usapan lembut ke rambutnya. "Let the time flow. Cause sooner or later, the time will tell for their heart to finally decide. And what we can do is just hoping the best for them. For him; as our friend."

Zyas mengangguk setuju atas penuturan itu. "Thank you, Kak."

Sementara kami hanya bisa saling berbagi tatap. Sebab bagaimana pun kata-kata Kak Armet ada benarnya. Walau yakin sebagian mereka yang duduk di meja ini pasti masih ada yang merasa kurang setuju. Terutama Dyas.

Kak Armet mengedipkan mata pada Zyas setelah itu menyodorkan kamera. "Sekarang gantian kakak yang mau foto bareng kalian, dong."

Adam sigap mengambil kamera di tangan Kak Armetta. "Sini, Kak. Biar gue yang fotoin."

"Sweet!" Kak Armetta lantas berpindah tempat, berdiri di bagian tengah ujung meja, tepat di sebelah sang adik dan juga Jofan. Memasang pose bentuk hati dengan 10 jarinya dengan kami yang menunjuk padanya sambil memasang senyuman.

"One, two, three!"

Ketika jepretan kamera menyala dibarengi flash, kami semua bersorak kompak, "Happy engagement!"

Mengulang memasang pose dan juga sorakan kami tepat di hari pertunangan Kak Armetta beberapa hari setelahnya. Di momen ini, saat ini. Melihat kakak perempuan kami satu-satunya ini tampak anggun; mengenakan mini-long dress berwarna putih biru yang sederhana nan elegan. Dipadu rangkaian aksesoris berupa anting berwarna silver panjang, serta gelang permata juga kalungnya. Dengan rambut lurus panjangnya yang dibiarkan tergerai. Make-up yang memoles wajahnya pun sekadar tipis-tipis aja. Intinya, Kak Armet keliatan sangat cantik. Begitu pun juga Mas Nandran yang terlihat gagah dan tampan berdiri di sampingnya.

Sungguh serasi. Melihat mereka betul-betul membawa kebahagiaan tersendiri bagi kami semua.

"Thank you untuk semua adik-adik baik dan manis kakak yang udah datang. Kakak sayang kalian semua," ucap Kak Armet lalu mengajak Saga, gue, Dyas dan Vano berpelukan. Sementara Setya dan Zyas menyusul nemplok di belakang Dyas dan gue.

Dengan kawan-kawan lain yang memberi tepuk tangan meriah. Satu per satu dari kami sesuai dengan apa yang Kak Armet beritahukan, mengenakan busana berwarna putih dipadu warna biru halus. Bahkan Dyas yang selalu hobi pakai hitam aja rela pakai setelan serupa yang lain. Bikin dia jadi bahan olok-olok kami seharian. Walau orangnya nggak peduli-peduli amat.

"Makasih, ya. Karena kalian semua sudah datang," Mas Nandran tersenyum. Rona bahagia terpancar jelas di wajah dan matanya. "Jangan cepet-cepet pulang. Ada banyak hidangan yang udah disiapkan."

"Tenang, Mas. Gue nggak bakal cepet-cepet pulang, kok," kata gue yang sukses bikin Kak Armet ketawa.

"Kalo Feryan yang bilang sih, kakak percaya, deh."

Kami semua gantian tertawa mendengar selorohan Kak Armet barusan.

Gue dan Saga setelah itu duduk pada salah satu meja tamu milik pihak pasangan yang tengah bertunangan.

Asal tau aja, area tamu di acara ini terbagi menjadi dua; yaitu tamu milik Kak Armet dan Mas Nandran serta tamu dari pihak kedua belah orang tua mereka. Bisa bayangin gimana besar dan luasnya gedung ini, 'kan? Area prasmanan dan juga jajaran hidangannya nyaris ada di setiap sudut. Dan tentunya dari nama-nama usaha kuliner ternama.

Namanya juga crazy rich yang punya acara. Gue aja udah capek kaget lagi dan lagi sewaktu melihat siapa aja artis serta nama besar yang diundang ke pesta pertunangan ini.

Segini mereka baru tunangan, loh. Misal nikah nanti, apa nggak bakal makin meriah dan cetar membahana resepsinya?

"Gue jadi nggak sabar mau cepet-cepet tunangan sama elo juga."

Celetukan tiba-tiba dari Saga bikin gue urung menyantap suapan terakhir ice cream strawberry cheesecake yang udah berada di sendok. "Kuliah dulu yang bener, Bangsat. Gak usah kebanyakan ngayal lo," respons gue dan menghabiskan suapan terakhir ini untuk lanjut memakan siomay sebagai menu selanjutnya.

Di samping gue, Saga yang sekadar menikmati es mokacino dan sushi tiga potong lalu menambahkan, "I'm just so happy. For her. Setelah selama ini Kak Armetta berpikir bahwa dia nggak akan bisa nemuin pendamping hidup, akhirnya Kak Nandran datang untuk menjawab penantiannya. Meski belum resmi sih, tetep aja ini sebuah titik kebahagiaan yang emang patut dirayakan." Dia tiba-tiba menyenggol bahu gue pelan. "Dan itu semua berkat elo."

Gue nyengir senang mendengarnya. "Kecelakaan gue membawa berkah untuk beberapa orang, ya. Termasuk elo juga, 'kan." Mukanya gue tunjuk dengan ekspresi sok sinis. "Misal hari itu gue nggak kecelakaan, gak yakin gue elo bakalan pulang."

"You're right and I'm so sorry for that." Di bawah meja, Saga memegangi sebelah paha gue, meremasnya laun. "Andai gue waktu itu nggak pergi, elo pasti nggak akan kecelekaan."

Kepala gue gelengkan sebagai tanda nggak setuju atas kalimatnya. "Itu bukan salah lo. Mungkin semua itu emang harus terjadi. Supaya bisa membawa kita ke titik ini. Di sini." Gue tersenyum padanya yang lalu dia respons dengan anggukkan setuju. "Dan gue bersyukur. Ngerasa seneng karena gue ada di sini sama lo, Saga. Makasih karena elo ada di sini."

Kata-kata gue nggak langsung mendatangkan reaksi apa pun. Cowok ini justru tercenung agak lama sembari melirik gue, lantas dia mendekatkan muka ke telinga gue dan berbisik, "You know, I actually want to kiss you right now."

Dadanya buru-buru gue dorong menjauh. "Gak usah ngaco!" Gue mendengkus. "Minimal tunggu kita pulang dulu, lah. Mau minta lebih juga elo bisa, 'kan," desis gue diakhiri kedipan mata yang serta-merta memunculkan seringai di bibirnya.

"I can't wait for that." Saga berucap sambil lanjut menyantap sushi.

Gue terkekeh, kemudian menatap pada Kak Armet yang nggak henti menunjukkan senyuman bahagia pada setiap tamu yang datang untuk memberinya ucapan selamat. Di sampingnya, Mas Nandran berdiri dengan terus memperlihatkan tatap memuja pada Kak Armetta. Pasangan yang sempurna.

Sejujurnya, berada di tengah pesta perayaan hubungan cinta seseorang selalu memunculkan sebuah pertanyaan besar di dalam kepala gue sendiri. Yaitu; tentang apakah di masa depan nanti gue juga akan bisa merayakan hal serupa? Mampukah gue meresmikan hubungan antara gue dan Saga di tengah sebuah pesta saat jelas-jelas hubungan kami terkesan tabu bagi sebagian orang?

Apakah gue dan Saga bisa tetap terlihat sebagai pasangan sempurna meski faktanya ikatan cinta kami terbilang melanggar norma?

Gue sungguh ingin tahu, tetapi juga nggak siap mendengar jawaban yang akan gue terima sebab takut itu hanya akan mendatangkan kesakitan bagi kami berdua.

_Bersambung

Bagaimana? Apakah bab baru berisi nyaris 4500 total kata ini cukup memuaskan rasa kangen kalian? (⁠≧⁠▽⁠≦⁠)
Semoga, ya. 🤗

Jangan pada pelit kasih komentar, ya. Sebab apresiasi berupa komentar sekecil apa pun dari kalian sungguh sangat aku butuhkan. 🥹🙏 Karena itulah sumber semangat utamaku. Huhuhu

Sampai jumpa lagi pada bab berikutnya. Yang aku jamin, bakalan seru dan bikin capek banget. 🤣

See you again, Seyeng semua. ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com