Truyen2U.Net quay lại rồi đây! Các bạn truy cập Truyen2U.Com. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Apartemen Baru

Kami berjalan kaki dengan santai dari gedung tadi menuju Apartemen. Tempat baru ini semakin aneh. Apakah setelah mati orang memiliki apartemen?

Apartemen yang dimaksud Siobhan adalah deretan gedung-gedung bertingkat tiga dengan penampilan seragam di sepanjang sisi bukit yang menghadap ke jurang di bawah. Seperti yang tadi kulihat, kami sepertinya berada di tempat yang sangat tinggi karena hampir tidak ada daratan apa-apa lagi di sekitar kami. Pemandangannya tidak indah, terlalu kosong.

Kami berbelok di salah satu gang menuju bagian belakang gedung. Tangga menuju pintu apartemen-apartemen ini berada di bagian belakang. Kami naik ke lantai 2 dan berhenti di sebuah pintu. Siobhan merogoh tas tangannya, dan mengambil sebuah kartu, mendekatkannya ke sensor di gagang pintu dan pintu itu terbuka.

“Kamu akan tinggal disini untuk sementara. Pemilik yang lama sempat merenovasi tempat ini, jadi kamu cukup beruntung. Air panas dan dapur semuanya bekerja dengan baik.” Kata Siobhan. Ia melepas stileto-nya dan menendang mereka ke samping pintu. Aku mengikutinya dengan melepas pantofel hitamku.

Aku merasakan dinginnya ubin abu apartemen ini di kakiku yang terbalut kaus kaki. Aku melihat ke sekeliling apartemen. Apartemen ini cukup luas. Dan terang. Ubin seluruh ubin apartemen ini berwarna abu-abu dengan dinding yang dicat warna putih. Apartemen ini sebenarnya hanya satu studio besar, namun kamar mandi dan sekat kaca buram untuk area tidur membuat kesan apartemen ini memiliki ruangan-ruangan.  Aku berjalan lebih dalam, jendela besar yang sekaligus berfungsi sebagai pintu menuju balkon diluar memberikan pencahayaan yang luar biasa untuk apartemen ini. Ada jendela kecil di dapur belakang, tapi jendela/pintu besar di balok benar-benar menjadi daya tarik apartemen ini.

Siobhan membuka jendela besar itu sebagian, angin sejuk segera masuk ke dalam ruangan.

Aku menyukai tempat ini.

Siobhan lalu menarik kursi santai di sudut ruangan dan duduk bersandar disitu. Ia menyilangkan kedua kakinya dengan santai. “ Duduklah, aku akan menjelaskan semuanya.”

Cahaya terang dari luar dan udara yang sejuk benar-benar membuatku merasa nyaman. Aku melihat ke arah Siobhan, masih dalam keadaan sedikit kewalahan dengan perasaan baru ini. Aku belum benar-benar memperhatikan perempuan itu sampai sekarang.


Dari awal aku mencoba menerka-nerka berapa umur Siobhan. Aku rasa ia lebih tua dariku , tapi mungkin usia kami tidak terpaut jauh. Cahaya yang hangat menerpa wajah dan rambut ikal cokelat tuanya tergerai begitu saja dengan indah di bahunya. Dan dengan make up seperti itu, kau rabun jika menyebutnya tidak cantik. Penampilannya seperti pekerja perbankan lengkap dengan stileto hitam dan tas tangan. Mata birunya, jika kau memandangnya terlalu lama, kau mungkin akan..

“ Aku bisa lihat kau menyukai apartemen ini.”

“ Ya, apartemen ini sangat bagus.” Jawabku jujur. Benar, aku menyukai apartemen ini.

“ Aku akan menjelaskan job-deskmu. Tapi, bagaimana kalau kita mulai dengan ini. Adakah yang ingin kamu tanyakan?”

Dan dengan itu semua rasa nyamanku menguap begitu saja.

Aku menghela nafas sejenak, mempersiapkan mental dan pikiranku untuk menerima segala kenyataan yang akan menabrakku seperti kereta. Seketika aku tidak merasakan angin sejuk lagi, cahaya terang tidak terasa hangat lagi. Aku merasakan kekosongan yang tadi aku rasakan saat di kereta. Grogi, perasaan itu jelas sekali kembali saat ini.

“ Kau bukan malaikat, dan ini bukan surga kan?”

“ Bukan dan bukan,” jawab Siobhan. Ia lalu meneguk air dari gelas yang ada di atas meja. Aku tidak melihatnya mengambil air tadi?

“ Tapi aku sudah mati, dan tidak ada neraka atau surga.”

“ No, no, no. Ya, kamu sudah mati. Neraka dan surga ada, namun konsep-nya kurasa berbeda dengan apa yang ada di pikiranmu. Aku juga belum pernah ke Neraka atau Surga.”

“ Lalu siapa kalian? Apa kalian? Kalian hantu?” Di titik ini aku tidak lagi terkejut, di dalam kepalaku hanya ada rasa penasaran dan rasa pasrah.

“Hantu tidak bisa lepas dari dunia orang hidup, apa kau tau itu? Kami sudah melepaskan diri kami dari dunia orang hidup. Tapi kurasa kami tidak bisa melepaskan kehidupan kami. Kami tidak bisa melanjutkan perjalanan kami. Setelah mati, seharusnya ada perjalanan tertentu yang harus kita lalui, kau boleh saja menyebut itu Pengadilan, atau pergi ke surga atau neraka. Namun kami tidak bisa. Kami terjebak di tempat ini, di Terminal. Kami harus mencari tau sendiri alasan mengapa kami tidak bisa pergi. Jika kau bisa menemukan alasan itu, barulah kami bisa meninggalkan tempat ini.”

“ Tapi kalian bukan orang jahat kan? Orang jahat pasti pergi ke suatu tempat yang lebih buruk dari kota ini.” Aku pikir ini cukup logis. Tempat ini tidak terlalu buruk, dan jika Siobhan dan diriku bisa bekerja, tinggal di tempat senyaman ini, bukankah ini seperti kehidupan biasa?

Raut wajah Siobhan tiba-tiba berubah. Awalnya ia terlihat santai, namun sekarang ia mengerutkan keningnya, melepasakan diri dari sandarannya, dan mendekatkan dirinya ke arahku.

“Bagaimana jika kamu tidak bisa meninggalkan tempat ini? Bagaimana jika kamu tidak bisa menemukan alasan itu untuk waktu yang lama? Bagaimana jika kau berada di sini selama ratusan tahun? “ Wajahnya seperti menantangku. Di akhir kalimat ia seperti tersenyum pahit, menyindir pertanyaanku barusan alih-alih menjawabnya dengan jelas. Dan di saat itu aku menyadari sesuatu.

Kami semua sudah mati kan, tidak mungkin kami mati untuk kedua kalinya. Aku yakin orang-orang disini tidak bertambah tua, artinya kau tidak akan berhenti menjalani kehidupan di tempat ini, tidak berhenti bekerja, tidak pernah pensiun. Selama berapa lama? Ratusan tahun?

Selamanya?

“Ya, tempat ini tidak begitu buruk kan?” Jawab Siobhan seolah dia tau apa yang sedang aku pikirian. Ia lalu mengambil gelas dan meneguknya dengan cepat. 
Apa dia sudah lama berada disini? Apa ia sudah disini ratusan tahun? Aku ingin segera mengutarakan rasa penasaranku, namun di saat yang sama aku merasa tidak pantas bertanya padanya. Tidak sekarang.

Lalu bagaimana denganku? Mengapa aku terjebak di tempat ini? Mengapa aku tidak bisa mengingat kehidupanku?

“ Apakah setelah kau mati, kau sempat tidak ingat kehidupanmu sebelumnya? Seperti aku..” disini aku bisa merasakan suaraku sedikit bergetar.

Seharusnya orang mati tentu mengingat kehidupan mereka sebelumnya. Kalau tidak, bagaimana mereka bisa diadili? Bagaimana mereka bisa menyesal atau merasa bahagia tentang kematian mereka? Bila mereka lupa, lalu apa yang akan mereka jawab saat ditanya di Pengadilan?

Tapi mengapa aku tidak bisa mengingatnya sama sekali?

“ Sejujurnya, tidak, Astra. Aku mengingat kehidupanku. Aku ingat kehidupanku yang dulu. Tapi tenang, aku sudah lama merelakan kehidupanku,” jawabnya dengan ekspresi yang kembali lembut. Aku bisa melihat dari raut wajahnya yang damai, aku percaya dia mengatakan yang sebenernya.

Tapi di saat yang sama, rasa frustasi itu kembali menghampiriku.

“Lalu kenapa aku tidak bisa mengingatnya? Apa kamu pernah bertemu orang lain sepertiku?”

“ Aku pernah beberapa kali bertemu orang yang lupa dengan bagaimana mereka mati. Tapi menurutku itu cukup wajar jika kau mati secara tiba-tiba. Tapi mereka akan ingat kehidupan mereka sebelumnya.

“Untung kamu ingat nama dan umurmu!” sergahnya dengan intonasi yang berubah seratus delapan puluh derajat dari kalimat sebelumnya.

“ Aku ingat nama dan umurku. Aku juga ingat pergi bekerja setiap hari dengan mrt. Aku ingat aku menyukai kemeja yang sedang kupakai. Tapi aku tidak ingat keluarga atau orang-orang yang aku kenal, teman-temanku? Hal apa saja yang sudah kulakukan..”

“ Dan kau tidak ingat bagaimana kau mati kan?” kata Siobhan memotong kalimatku.

Ya. Aku tidak ingat bagaimana aku mati. Apa aku mati secara tiba-tiba juga?

“Apa seharusnya kau tau bagaimana aku mati?” aku tau pertanyaan ini terdengar konyol. Pertanyaan ini tidak sengaja keluar dari mulutku, padahal aku bermaksud menanyakan ini di dalam hati. Pada titik ini , aku akan percaya apapun yang Siobhan katakan kepadaku.

Ia menatapku sejenak dengan wajah khawatir. Ditatap seperti ini, aku merasa menjadi anak kecil lagi, anak kecil yang kehilangan ibunya di pekan raya.

“Aku juga sempat bingung saat membaca berkasmu tadi pagi, Astra. Aku pikir atasanku lupa mencantumkan resume-mu, tapi saat di kantor tadi, memang data dirimu seminimal ingatanmu. Aku baru menanyakan umurm di kereta kan, karena memang di berkasku tidak ada.”

Hatiku mencelos. Aku menyandarkan punggungku lebih dalam ke sofa, berharap sofa ini dapat memakanku dan menghilangkanku saat ini juga.

“ Tapi, Astra. Camkanlah ini, aku yakin ada alasannya kau tidak mengingat keluargamu, atau siapa kamu di masa lalu. Dan aku yakin  bahwa kau, disini bersamaku, dengan pekerjaan ini, aku yakin ada alasan di balik semua ini.” Ujar Siobhan. Ia lalu mengulurkan tangannya dan meletakannya di lutut kiriku. Aku merasakan kehangatan yang ingin ia sampaikan. Aku yakin ia bermaksud baik.
“Kau hanya harus percaya, kau akan tau kebenarannya suatu hari nanti.”

Mungkin inilah perjalananku. Mungkin ini adalah de-tour sebelum hari Pengadilanku. Siobhan benar, aku yakin ada makna di balik semua peristiwa. Aku hanya harus percaya aku akan menemukan kebenerannya suatu hari. Hanya ini yang kupunya sekarang. Harapan ini.

**

Aku terbangun di atas tempat tidurku. Kurasa ini tengah malam, aku tidak tau jam berapa saat ini karena tidak ada jam di seluruh rumah ini. Huh, apa tempat ini juga memiliki waktu?

Tapi tempat ini tentu memiliki siang dan malam, karena langit di luar masih gelap.

Aku menegakan badanku dan duduk di samping tempat tidur. Aku sudah mengganti pakaianku dengan setelah baju dan celana panjang linen berwarna putih kusam. Di lemari bajuku, sudah tersedia beberapa pasang pakaian. Aku belum melihat pakaian apalagi yang ada disana, tapi yang kukenakan saat ini cukup nyaman. Aku melihat ke sekeliling kamar kecil ini, dan ke arah pintu yang dibiarkan terbuka. Masih gelap dan hening.

Aku tidak bermimpi. Aku ingat aku mengantuk dan tertidur. Dan disinilah aku sekarang terbangun.

Adegan tadi siang tiba-tiba datang dan memainkan dirinya sendiri di kepalaku.

“ Lalu pekerjaan apa yang harus aku lakukan?” Tanyaku kepada perempuan itu.

“ Kamu akan membantu Departemen Audit. Kami mencari bukti atas data-data yang meragukan.”

“ Data-data orang mati? Bagaimana kita mencari data orang mati? Apa kita menyelidiki kehidupan mereka? Tunggu.. orang mati atau orang hidup?”

“ Orang ini belum mati. Belum. Sebelum dia mati, Pengadilan harus sudah memiliki data yang benar dan lengkap mengenai orang tersebut. Beberapa data perlu pencocokan sehingga tidak salah. Sebelum mereka datang ke tempat ini- (aku yakin maksud Siobhan adalah sebelum orang itu mati)- kita harus sudah memiliki bukti-bukti yang akurat tentang kehidupan mereka bukan.” Siobhan menjawab pertanyaanku sambil membalik-balikan belasan berkas di pangkuannya. Pekerjaan besok pagi, katanya.

“ Jadi kita menyelidikinya saat orang itu masih hidup? Bagaimana caranya?”

“Tentu saja kita hampiri orang ini. Tapi tentu saja tidak secara langsung, itu akan membuat mereka gila,” ia lalu tersenyum kecil. “Kita hanya akan mengamati mereka dari kejauhan, dan mencocokan apa yang terjadi di berkas dengan kenyataan di lapangan. “

“ Jadi kita akan mengunjungi dunia orang hidup? Itu bisa dilakukan?”

“ Bisa. Itulah keistimewaan kita. Kita tidak bisa melepaskan kehidupan kita. Kurasa itu yang membuat kita bisa kembali kesana. Tapi jangan salah paham! Kita tidak hidup kembali. Kita tidak bisa hidup kembali ke kehidupan kita yang lama. Yang ada hanyalah manifestasi jiwa kita. Kau akan mengerti saat mengalaminya besok di hari pertama-mu.”

Aku memijat bahu kananku. Pekerjaan pertamaku mungkin akan dimulai beberapa jam lagi. Mungkin ini sedikit aneh, tapi aku mengalami perasaan itu, perasaan semangat dan sedikit senang tentang pekerjaan ini. Aku bisa mengunjungi dunia orang hidup? Hah! Aku bersumpah aku tidak pernah dengar cerita bahwa sekelompok arwah menyelidiki orang hidup, apalagi mereka punya Departemen Audit sendiri!

Aku lalu menjatuhkan punggunku kembali ke tempat tidur. Apakah ini cara semesta bekerja? Apakah kematian seseorang ternyata adalah sebuah pekerjaan kertas yang rumit dan menyulitkan sehingga ada Departemen sendiri yang mengurus ini semua? Apa ini yang dimaksud Siobhan kemarin, bahwa kematian tidak sesederhana itu? Aku menghela nafas karena kewalahan dengan pikiranku sendiri.

Aku meraba kasur yang dingin dan empuk, memutar kepalaku beberapa kali di bantal yang nyaman. Tak lama rasa kantukku kembali menelanku ke alam tidur.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com