Manja [Bukan Special Chapter]
Halo, semuanya~
Apa kabar? Ada yang kangen ke JuanFery? Hihihi.
Maaf, nih. Di sini aku datang bukan untuk memberi informasi seputar special chapter kedua yang belum kunjung rampung melainkan sekadar ingin membagikan salah satu cerita singkat tambahan Si Bego Kesayangan Bangsat. Anggap aja ini sebagai bentuk terima kasih sekaligus hadiah syukuran dari pencapaian kisah absurd mereka yang sudah tembus 200k viewer di Wattpad. Yeheeey!
Jadi, selamat membaca! ❤
______
"Ryan?"
Wah. Pertanda gak bagus, nih. Dia pasti lagi ada maunya.
"Apa?" sahut gue, melirik si Bangsat sekilas yang tengah membolak-balik buku.
"Gorengin chicken nugget sana. Gue lapar, pengin ngemil."
Tuh, kan! Deuh. Ngeganggu aja. Padahal lagi asik-asiknya gue main cacing. Tck, mau gak mau, deh.
"Hm, iya, iya." Gue memasukkan HP ke kantung, meninggalkan cacing berwarna hitam putih gue yang telah mati akibat gue tabrakan ke garis merah. Masuk posisi ke-13. "Udah? Itu aja?" tanya gue sembari berjalan menuju ke pintu.
Juan tersenyum memandangi gue. "Sekalian bikinin jus wortel, deh."
Gue mengangguk. Bersiap membuka pintu saat lagi-lagi dia meminta sesuatu.
"Oh, terus yogurt juga. Keluarin."
"Hm, iya. Ada lagi?" Pintu gue buka, berdiri di ambangnya menunggu permintaan si Bangsat yang lain.
Dia tampak berpikir. "Es krim rasa matcha juga bawa ke sini. Buat dessert."
Sedapatnya gue menahan diri untuk nggak memutar bola mata. "Siap, laksanakan, Tuan Muda Juanda Bangsat. Tunggu, ya," ucap gue berlagak semanis mungkin sebelum mulai melangkahkan kaki keluar dari sini. Samar-samar komentar Juan sampai ke telinga setelahnya.
"Elo ngomong begitu sama tuan rumah bakalan langsung dipecat, Bego."
DIA PIKIR GUE BABUNYA APA GIMANA ELAAAAH. UPIL BAMBANG!
Setibanya di dapur, gue langsung membuka kulkas. Mengeluarkan tiga batang wortel berukuran sedang, sebungkus nugget, satu buah jeruk manis, juga air dingin. Wajan gue ambil untuk diletakkan ke atas kompor yang lalu dinyalakan, disusul menuangkan kurang lebih seperempat minyak goreng ke dalamnya. Sambil menunggunya panas, gue mengambil pisau pengupas serta gunting untuk membuka bungkus nugget.
Satu per satu nugget gue masukkan ke penggorengan yang sudah panas. Menyebarkan aroma daging goreng yang sedap yang seketika bikin lapar jiwa rakus gue. Sekalian goreng yang banyak, ah. Gue juga mau ngemil.
Gue mengecilkan kompor sesudah itu mulai mengupasi kulit wortel secara hati-hati. Karena teledor, seringnya setiap ngupasin apa pun tangan gue jadi luka, sih. Apalagi kalo udah pakai pisau biasa.
Nugget gue balikan, melihat warnanya yang sudah berubah kecokelatan. Hm, mantap. Sebentar lagi matang.
HP di kantung celana gue berbunyi. Tck. Ada apa, sih? Ngeganggu orang lagi sibuk aja.
Satu chat masuk datang. Dari si Bangsat.
[Semangat ya, Sayang.]
NAJIS. GUE KIRA DIA KEPENGIN APAAN LAGI. Arrghhhh! Ngancurin fokus aja ini bule rese. Sekarang gue jadi cengengesan kayak orang sinting. Duh.
Andai nggak ingat sayang dan nggak sering dikasih jajan, ogah juga gue menuruti semua kemauannya ini. Haaah.
[Jus wortel elo mau disaring apa nggak?]
[Disaring aja. Jangan lupa perasan jeruknya.]
[Iya, iya. Gue paham]
Selesai menggoreng nugget serta mengangkatnya, gue mematikan kompor selepas itu mulai mencolokkan blender.
"Saatnya bikin jus wortel."
.
Nampan besar gue letakkan ke meja.
"Ini chicken nugget, jus wortel, yogurt dan es krim rasa matcha yang Anda inginkan, Tuan," ujar gue seraya menunjuk menu-menu itu satu demi satu. "Nah, apakah ada sesuatu yang lain yang Anda perlukan? Semisal Anda ingin saya untuk mencekik Anda sampai mampus?"
Juan ngakak sebelum mulai meneguk juas wortelnya. "Ikhlas dikit napa, Sayang."
Gue mendengkus menanggapinya.
Pahanya ditepuk-tepuk selepas menaruh gelas. "Sini, duduk."
Mata gue menyipit curiga. "Elo ngerayu."
Sebelah tangan gue dipegangi. "Nggak. Gue minta semua ini emang kepengin manjain elo, kok. Soalnya yang gue liat dari tadi elo BT. Ayo, sini."
Luluh deh gue kalo udah diginiin. Dasar cowok bangsat tukang gombal.
Akhirnya gue nyengir. Beneran naik ke pangkuannya dan duduk anteng. "Hmm. Suapin gue kalo gitu," pinta gue betul-betul berlagak manja.
Emang gue kangen manja-manjaan sama dia, sih. Beberapa hari ini si Bangsat sibuk terus habisnya.
Satu nugget Juan ambil dan disodorkan ke mulut gue untuk langsung gue lahap. Mantap. Andaikan setiap hari bisa begini. Damai banget rasanya.
Tiba-tiba dari belakang dia mengendus-endus leher gue. "Badan lo wangi."
"Tadi gue cuci muka habis kelar masak."
Selanjutnya, dia menciumi leher gue berulang-ulang dan bikin gue ketawa geli.
Bagian leher yang diciuminya gue tutupi. "Juan, gue lapar. Jangan mulai, deh."
Dia terkekeh seraya mengelus-elus bagian belakang kepala gue. "By the way, lo lupa bawa saosnya."
Nggak ayal gue mendadak BT lagi. "Kalo pengin, lo ambil sendiri sana."
"Mager adalah jalan ninjaku, Sayang."
ARRRGHHH! KEMESRAAN INI KENAPA CEPAT SEKALI BERLALU, SIH.
"Sialan lo!" Gue turun dari pangkuannya dengan kesal. "Ya udah, tunggu sini. Gue ambil saos dulu."
"Oke."
Senyum terus! Demen banget sih dia ngejadiin cowok sendiri macam pembantu. Mentang-mentang ganteng.
"Jangan lo abisin! Awas kalo lo abisin. Gue potong terus goreng nanti Minnions elo."
Si Bangsat meringis mendengar ancaman gue. "Elo bikin gue kehilangan nafsu makan, Bego!" komentarnya yang urung memakan nugget di tangan.
Gue tersengih. "Bodo!"
Dia menghela napas panjang. "Kalo elo nggak mau ngambil saosnya, gak usah aja. Sini, duduk lagi."
Kata-katanya bikin gue nggak jadi melangkah ke pintu. Malesin banget. "Udah gak nafsu makan gue. Sana, elo habisin sendirian aja!"
Saat ini gue beneran lagi kesal ya, Bambang. Nggak bakalan kemakan rayuannya lagi deh gue.
"Gue mana bisa ngabisin semua ini sendirian, Sayang. Jangan ngambek, dong. Sini, pangku lagi."
Bibir gue sialnya nggak bisa menahan senyuman sesudah menangkap kalimat super norak yang diucapkan si Bangsat. Duh. Jiwa baperan gue terlalu lemah. Dasar bucin.
Pada akhirnya, gue menghampiri si Juan lagi. Duduk di pangkuan dengan menghadap ke arahnya sembari memasang cengiran tertahan. Kemudian membuka mulut menerima suapan lain darinya.
"Enak?"
Gue mengangguk.
Dia tersenyum, setelah itu memeluk gue. "Sorry gue ngerepotin elo. Gue hari ini bener-bener capek banget."
Kepalanya gue belai penuh sayang. "Iya, iya." Wadah es krim rasa matcha gue ambil. "Sini, gue suapin elo makan es krim," kata gue seraya mulai membuka tutupnya lantas mengambil sendok.
Juan tersenyum aneh mendengar tawaran gue. "Tapi gue gak mau elo suapin pakai sendok."
Gue mengernyit. "Kalo nggak pake sendok, gimana kita mau makan ..." Begitu memahami maksudnya, terang aja gue mendesis risih. "Gak usah macem-macem, deh!" respons gue sambil memasukkan suapan pertama es krim ke mulutnya.
"Padahal gue kepengin nyoba makan es krim dari mulut ke mulut."
"Elo kebanyakan nonton drama."
"Ayo dong, Ryan!"
"Nggak mau, Juan. Sekali lagi elo ngebujuk, gue tumpahin es krim ini ke muka lo."
Pantat gue tahu-tahu ditepuk keras-keras. Anjrit.
"Oke, oke. Gue nurut aja apa mau lo."
Jidatnya balas gue pukul menggunakan sendok. "Dasar mesum."
"Mesum gini elo tetep suka tuh ke gue."
"Iya, iya. Terserah." Satu suapan lagi gue berikan untuknya.
Eh, bentaran. Seingat gue tadi, Juan bilang dia kepengin manjain gue, deh. Tapi, kenapa sekarang posisinya jadi kebalik coba?
Yah, bodo amatlah. Mau gimana pun posisinya sebetulnya sama aja. Yang penting, kami berdua sama-sama senang.
"Gantian, elo yang nyuapin gue."
"Pakai mulut, ya?"
"GAK JADI!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Com